webnovel

FESTIVAL DAN REY

Dasha harusnya bahagia ditengah festival yang ia idam-idamkan, tetapi saat ini mendung tebal berada di atas kepalanya. Dasha sedari tadi menampilkan wajah kusut, ia hanya berdiri termangu dengan kepala menunduk. Dasha memang sempat bahagia setiba di festival beberapa waktu yang lalu. Kegirangan dengan perasaan meledak-ledak. Sayangnya, kegembiraan itu lenyap mendapati sosok laki-laki tinggi yang ia kenal betul datang menyapa menghampiri Renji.

Itu senior yang tidak punya hati, siapa lagi jika bukan Rey!

Moodnya hancur, begitu pula rencananya. Kesialan yang seperti membuntutinya. Mengapa hal ini harus terjadi.

Dasha menarik ujung baju kesal. Sesekali ia menatap dua orang yang masih dalam percakapan. Dasha melirik ke arah laki-laki yang baru datang menyapa. Meneliti Rey yang terlihat tidak memiliki banyak perubahan. Mungkin tatanan rambut, tinggi, dan garis wajahnya yang berubah makin dewasa yang memiliki perubahan.

Dulu atau sekarang. Dasha rasa Rey masih terlihat menawan. Dasha mendecih dalam hati. Menjengkelkan. Walaupun ia sudah memantapkan diri agar tidak mengagumi wajahnya. Ketika ia melihat sosok Rey, pertahanannya seperti retak. Pesona Rey begitu kuat. Jika peristiwa dulu tidak terjadi, ia mungkin masih mengidolakan sosok Rey dan tergila-gila dengan tampangnya yang menawan!

Sayangnya, takdir berkata lain. Dasha merasa beruntung tidak memiliki banyak kekaguman lebih pada Rey. Gadis itu sekali lagi melirik Rey. Yah, ia rasa, kekagumannya tersisa sedikit.

Dua laki-laki itu berbincang sejenak. Dan Dasha di belakang Renji, berusaha menyembunyikan diri tanpa mengucapkan sepatah kata. Ia sedari tadi merasa kesal dengan rencana yang tiba-tiba gagal ketika belum dilakukan satu hari penuh.

Hidung Dasha mengkerut kesal. Keberuntungan sepertinya tidak sedang berbaik hati padanya. Jika baik hati, bagaimana mungkin Rey—sosok laki-laki yang Dasha hindari menjumpai Renji di tengah festival. Dengan timing yang tidak seharusnya terjadi. Dasha merasa semakin frustasi.

Sedangkan di sisi lain, Rey tetap bertahan pada percakapan. Mata laki-laki itu sesekali mencuri lirikan pada gadis di belakang Renji. Alisnya naik sesaat. Mencoba bersikap biasa-biasa saja dan bertanya seolah itu hanyalah pertanyaan biasa. "Siapa?"

Renji menjawab singkat. "Dasha, temen."

Rey pikir gadis itu tidak mendengarkan. Ia menatap Dasha dengan bibir berkedut menahan senyum. Ingin mengusap rambut Dasha melihat bagaimana posisi Dasha yang menunduk seperti tengah menyembunyikan diri.

Itu, lucu.

Namun, berbeda dengan suasana hati Dasha yang seperti  badai di tengah gurun pasir, kacau. Ia berusaha tetap tenang. Dasha juga berulangkali mengurut pangkal hidungnya, mencoba mendengarkan seksama percakapan dua laki-laki itu. Tidak lama melirik Renji sekilas dan berusaha menoleh kemanapun agar mendapatkan ide melarikan diri. Mungkin ada satu ide.

Ide untuk kabur, tentu saja berpura-pura membeli sesuatu!

"Ji, gue mau ke sana dulu ya?" Dasha buru-buru ingin pergi, tetapi saat ia baru berbalik pergelangan tangannya dicekal oleh Renji. Badannya seketika tersentak.

Dasha menarik napasnya, selesai sudah. Ia melirik Renji membuat wajah seolah-olah tengah bingung. Sudut matanya berkedut, diam-diam melirik Rey yang balas menatap langsung Dasha. Seolah-olah keduanya ditakdirkan bertatap mata secara bersamaan.

Gila! Ini gila!

Jantung Dasha tidak bisa berkompromi dengan baik, Rey rupanya tengah menatap dirinya. Seharusnya itu wajar! Topik utamanya sekarang adalah dirinya! Yah, mungkin begitu. Dasha ragu, tatapan itu cukup membuat Dasha dilanda gugup dan bimbang.

Juga, Dasha harusnya tidak boleh terlalu percaya diri, apalagi dengan pemikiran gila yang baru-baru ini muncul. Perasaan ngeri langsung menerobos Dasha. Itu akan gila jika benar-benar terjadi.

"Bareng aja, masa sendiri-sendiri." Renji melepaskan tangannya di pergelangan gadis itu. Matanya terpaku pada sosok yang terdiam bingung.

"Lo, lo kan masih bicara sama temen lo. Nanti biar gue beliin sekalian." Nada bicara yang gagap membuat Renji menaikkan alis ragu.

Dasha semakin gugup, ia mengusap bekas cekalan tangan. Melirik Renji di saat wajahnya menunduk. Laki-laki itu menunjukkan wajah seolah tengah mencurigainya. Perlahan, Dasha melihat sepasang mata itu mengendur seolah paham dengan alasan Dasha.

Renji melepaskan napas berat. "Gue temenin aja."

"Temen lo gim—"

"Santai aja. Gue bareng kalian."

Dasha melebarkan mata. Harusnya alurnya tidak begini kan. Rey yang Dasha tahu itu adalah sosok cuek dan tidak peduli. Dan keanehan ini sudah berjalan 3 kali dalam sehari! Menaikkan wajah gugup, Dasha melirik Renji.  Berharap Renji menolak tetapi tentu saja itu tidak mungkin. Sepengetahuannya, Rey adalah senior Renji saat di club basket SMP dulu. Itu terdengar tidak enak jika Renji menolak ajakan seniornya sendiri.

"Ayo."

Dasha mengangguk pasrah dengan ajakan Renji, laki-laki itu berjalan lebih awal dan Dasha membuntuti agak lambat. Tidak lama gadis itu tersadar oleh sosok tinggi di sampingnya, itu adalah Rey yang mati-matian Dasha hindari dan sekarang sosoknya berada tak jauh dari samping Dasha.

Rey ternyata lebih tinggi dari terakhir kali Dasha lihat. Badannya terlihat makin terbentuk baik. Wajahnya masih sama, percampuran cuek dan tidak banyak minat. Sedikit analisis Dasha. Ia tebak, Rey pasti masih sosok yang sama seperti itu. Laki-laki itu mana mungkin meninggalkan komplotan yang diagung-agungkan semasa SMP-nya dulu.

Renji menjajarkan diri di samping Dasha, meneliti wajah Dasha yang terlihat dengan suasana berbeda. "Mau beli apa?"

"Somay aja deh." Dasha menatap beberapa stan minuman. Kemudian tatapannya terhenti pada stan yang paling dekat, telunjuknya terangkat menunjuk sembari menatap Renji. "Minumannya itu aja. Lo mau apa?"

"Gue sama." Itu bukan Renji yang menjawab pertanyaan Dasha, yang menjawab pertanyaan itu adalah Rey.

Seperti biasa, laki-laki gila itu semakin aneh!

Dasha saat ini membeku walau berada di tengah terik matahari, tidak bisa berkata-kata. Hatinya dongkol, setengah kesal menatap Rey dengan wajah berkerut tipis. Ia cuma berani menatap Rey dan menunjukan senyum paksa agar terlihat sopan.

Meremas ujung baju, dengan berat hati Dasha menampilkan wajah seolah baik-baik saja. "Kalo gitu gue mau pesen somaynya aja. Ji, lo mau samaan enggak belinya?" Suara Dasha semakin mengecil mendapati dirinya ditatap seseorang yang tampak betah dengan kehadirannya.

Itu lagi-lagi Rey!

Renji mengangguk singkat. Cukup membuat Dasha lega dengan suasana tidak mengenakkan ini.

"Lo pesen minumnya dulu, ehm gue pesen somaynya aja gimana?"

Di tengah keputusan, Rey memasang wajah merengut. Menatap Dasha dengan setengah jengkel. "Gue?"

"Eh?" Dasha mengerjapkan mata. "Lo bisa ikut Renji beli aja."

Rey terdiam sesaat, sudut matanya melirik Dasha yang menunjukkan ekspresi berharap menyetujui usulannya. "Gue cari tempat," putusnya tanpa merasa bersalah.

Dasha menekan gigi-giginya jengkel.

Terserah! Kenapa pake nanya kalo udah tau! Dasar senior gila!

Dasha segera pergi tepat percakapan itu berakhir. Ia buru-buru menuju tenda makanan yang akan ia beli. Renji di belakang menurut, ia berjalan berlawan arah, membeli apa yang sudah ditugaskan. Tersisa Rey yang berdiri menatap kedua orang tersebut pergi.

Bibir Rey tersungging, dengan langkah lebar membuntuti Dasha tanpa sepengetahuan sosoknya. Ia menatap punggung kecil gadis itu, dengan wajah geli menyaksikan Dasha yang menunjukkan emosi dengan mengepalkan tangan. Jika Rey menatap wajahnya, Dasha pasti tengah menunjukkan wajah muram dengan dua alis saling bertautan.

Tawa kecilnya tercipta, ini sebuah keberuntungan sendiri melihat stan makanan yang di tuju terletak lebih jauh. Rey memiliki rencana kecil. Itu hanyalah rencana yang tengah ia jalankan saat ini. Membuntuti gadis yang berusaha menghindari dirinya.