webnovel

DI MANA KEBERUNTUNGAN ITU PERGI?

Di mana keberuntungan yang selama ini Dasha dambakan!

Entah sudah berapa kali Dasha mengalami kesialan. Ada banyak kesialan, dan kesialan yang paling menjengkelkan ketika Dasha harus bertemu dengan Rey.

Ini pertemuan keduanya, tetapi itu tetap mengesalkan walau pertemuannya bisa dihitung dengan jari.

Posisi Dasha saat ini bersama Rey, seniornya itu sekarang berjalan berdampingan dengannya. Tidak ada keraguan, Rey berjalan seolah itu menjadi hal biasa. Dasha tidak menemukan rasa canggung dari diri pria itu. Walaupun begitu, itu tidak menghapus wajah penuh arogan dan ketidakpedulian sosoknya.

Ekspresi itu seperti melekat erat pada diri Rey! Juga, itu ekspresi yang menjengkelkan menurut Dasha! Bagaimana bisa seseorang menunjukkan wajah yang secara gamblang menunjukkan penuh arogan dan penuh ketidakpedulian. Sialnya, Rey tetap populer meskipun laki-laki itu lebih banyak memasang wajah cuek atau jutek.

Bukankah ini sangatlah tidak adil!

Dasha memalingkan wajah, berusaha tidak menganggu. Dari tadi, keduanya tidak ada yang memulai percakapan. Hanya hiruk-pikuk sekitar yang mengisi kekosongan diantara keduanya.

Yang paling tua mulai tidak nyaman dengan keadaan canggung ini. Rey melirik Dasha sekilas, tingginya lumayan terpaut jauh. Tinggi Dasha sekitar 160 cm. Dan dirinya 180 cm. Itu lumayan tinggi untuk ukuran laki-laki.

Dasha sepertinya juga tinggi lebih banyak. Dari kaca mata Rey. Gadis itu tidak sekecil saat SMP dulu. Rey menahan sudut bibirnya agar tidak naik.

Ia berdehem pelan.

"Gue baru tau lo sekolah di SMANSA," celetuk laki-laki itu, terdengar santai seolah berbicara dengan teman lama.

Di sisinya, Dasha terhenyak sejenak. Dia terdiam mencerna kalimat barusan. Dan laki-laki itu masih sabar menunggu jawaban dari Dasha.

Itu seperti diberi kejutan, otak Dasha beroperasi lumayan lemot. Ia menaikkan kepala, sedikit memandang Rey. "Um ... Iya, lo tau dari mana, kak?"

"Lo satu sekolahan kan sama Renji?"

Dasha mengangguk pelan, pikirannya mulai merangkai kemungkinan-kemungkinan. Membuatnya terlihat seperti memikirkan hal berat. Gadis itu memasang wajah kaku, tetapi dua alisnya sedikit berkerut seperti memikirkan sesuatu.

Begitu lucu!

Sudut bibir Rey terangkat kecil. "Gue juga sekolah di sana," lanjutnya sembari menyesakkan tangan di saku celana.

Apakah ini mimpi?!

Bola mata Dasha melebar. Syok, ia kaget dengan fakta barusan. Sungguh, mengapa itu bisa terjadi! Mengapa Dasha tidak tahu jika mempunyai senior seperti Rey!

Dasha tidak pernah mendengar desas-desus di sekolah dengan ciri-ciri mirip seperti Rey. Karena Rey gampang populer, jelas jika ada sosok laki-laki tersebut pasti Dasha tau tentangnya.

Sayangnya, Dasha tidak pernah mendengar tentang itu. Dulu ia sudah yakin dengan pilihannya. Dasha juga selektif memilih sekolah dan telah memastikan Rey tidak ada di sana.

Fakta itu jelas menjatuhkan Dasha sampai bawah!

Ada kemungkinan lain, Dasha menelan ludah gugup.

"Kok, kok bisa. Lo pindahan?" Suara Dasha pelan tapi masih Rey dengar jelas.

Rey menaikkan salah satu alisnya, jawaban gadis itu membuat Rey tergelitik. "Hm ... Emang pindahan. Kenapa, kaget ya?"

"Gue nggak kaget," gumam Dasha pelan. Namun ia buru-buru menyesali perkataannya barusan.

"Oh ya?" Rey tertawa pelan. Bertepatan saat Dasha sempat melirik, ia mengerjapkan mata. Mau bagaimanapun Rey tetap memiliki wajah menarik. Bagaimana bisa pria sinting itu tetap diberkati wajah menarik yang masih sama ketika SMP dulu!

Dasha kembali merasa dunia ini tidaklah adil!

"Lo masih inget gue ya?" Pertanyaan Rey sontak membuat Dasha diceburkan di lautan es. Kakinya yang tadinya selaras melangkah, terhenti sejenak.

Mata gadis itu menatap Rey dengan keterkejutan. Bibirnya terlihat bergetar, dengan terbata ia akhirnya melontarkan kata-kata yang sulit ia bebaskan. "Lo, lo kan senior SMP dulu. Jadi inget."

"Hmm ... Masuk akal sih."

Remasan di ujung baju makin menguat. Dasha tersenyum kecil menanggapi jawaban laki-laki yang lebih tua darinya itu. Dasha juga ingin menangis sekarang, menangis mengapa harus dihadapkan dengan pertanyaan itu!

Toko terdekat yang Dasha tuju semakin dekat. Dasha lekas menaikkan kecepatan jalannya. Ini semua agar seniornya tidak mengajukan pertanyaan lagi. Namun, menurut Dasha itu sama saja. Kaki Rey panjang dan langkahnya jelas lebar. Keduanya tetap selaras mesti Dasha menaikkan sedikit kecepatan langkah.

Lagi-lagi Dasha ingin berteriak bertapa tidak adilnya dunia.

Rey memiliki banyak poin bagus. Wajah laki-laki itu menarik, dan itu sangat tidak adil. Dasha punya alasan tersendiri mengapa ia mengutarakan pendapatnya barusan. Poin bagus lainnya, Rey diberkati tinggi yang begitu tinggi. Dengan tinggi 178 cm, siapa yang tidak mau memiliki tinggi badan seperti Rey!

Laki-laki itu juga jago di bidang olahraga. Saat SMP, Rey mengikuti ekstrakurikuler basket karena tinggi badannya yang masuk dalam kategori. Dia juga memiliki kepopuleran besar saat sekolah dulu. Namanya sering dijadikan topik di sekolah.

Tetapi ada hal yang Dasha senangi dari banyaknya poin bagus tadi. Telah dipastikan jika Rey dikategorikan sebagai murid tidak terlalu pintar. Itu bagus, jika dia memiliki poin itu. Ia akan menjerit, bertapa semakin tidak adilnya dunia ini!

Sayangnya Rey tidak memilikinya, Dasha terbahak puas dalam hati.

Selain poin tersebut, Rey juga memiliki sifat buruk. Rey memiliki kebiasaan membolos dan terlambat semasa SMP. Kemudian dia memiliki geng yang anggotanya tersebar di beberapa sekolah. Perilaku Rey kebanyakan menyimpang, Dasha sering melihat laki-laki itu berdiri di tengah lapangan sebagai hukuman.

Masih banyak! Dasha enggan membahasnya sekarang. Semakin memikirkannya, ia merasa ketidaksesuaian dengan apa yang Rey berkati.

Mood Dasha memburuk. Ia berjalan makin cepat, beberapa langkah lebih depan dari Rey. Dasha juga memasuki toko lebih dulu, mengambil keranjang dan lekas menemukan keperluan yang akan ia beli.

Di rak, Dasha telah menemukan pesanan ibunya. Ia juga membeli beberapa es krim, camilan, lalu sebungkus permen asam. Dasha menyipit sejenak, menatap keranjangnya. Ia merasa sedikit kurang.

Apa yang ia lupakan.

Pesanan ibunya sudah Dasha masukan di keranjang. Camilan yang Dasha inginkan juga sudah masuk.

Lalu mengapa Dasha masih merasa kurang.

Lamunan Dasha dikejutkan oleh barang yang jatuh di keranjang miliknya. Gadis itu menoleh cepat, kaget mendapati Rey sebagai pelaku dibalik itu semua.

Barang itu hanya sebungkus permen jelly, itu merk permen yang lumayan langka. Dasha baru menyadarinya! Benar, permen ini! Mengapa ia tadi bisa melupakan permen kesukaannya ini!

Dasha ingin senang tapi ia jengkel karena Rey adalah pengingat tentang permen kesukaannya ini.

"Lo kelupaan itu tadi."

Dasha menatap sebungkus permen barusan, dan beralih menatap Rey. "Gue tadi nggak lihat." Kepala gadis itu menunduk. "Kok lo bisa tau gue kelupaan buat beli itu?"

Seringai Rey tercipta, ia menatap Dasha dengan senyum aneh. "Ada lah. Lo nggak perlu tahu."

Itu jawaban mengesalkan.

Dasha ingin mengakhiri ini semua. Ia segera ke kasir dan membayar. Kemudian keluar cepat-cepat sebelum Rey menyusulnya.

Sialnya, itu di luar rencana Dasha.

Rey tetap menjangkau langkahnya. Karena laki-laki itu hanya membeli sebotol minuman isotonik. Tidak heran jika Rey keluar dengan cepat!

Dasar licik!

"Lo sibuk?" tanya Rey sembari membuka tutup botol.

Dasha mengangguk, berpura-pura mengiyakan. Lagian jika ia tidak sibuk. Itu bukan urusannya. Dasha memantapkan diri agar lebih menjaga jarak dengan Rey.

Dasha mengusap peluh di sekitar dahi. Jika ia mau jujur, di dasar hati Dasha, ia merasa terganggu. Ia bingung dengan kejadian yang baru-baru ini menimpanya. Tentang Rey yang tiba-tiba sok akrab dengannya. Jelas itu membingungkan, ia sebelumnya tidak memiliki hubungan dekat atau baik dengan Rey. Itu harusnya hubungan menjurus ke buruk.

Lalu, mengapa laki-laki itu bertingkah seolah Dasha dengan dirinya ada hubungan dekat. Semakin bertanya-tanya, Dasha tidak dapat menahan rasa penasarannya.

"Kak." Dasha menutup bibir cepat, mengigit bibir bawahnya kecil. Rey yang mendengarnya, menoleh dengan satu alis naik.

Saat ini, laki-laki itu tengah mendongak menenggak minuman isotonik.

Dasha mengalihkan pandangan, ini sangat tidak baik untuk kesehatan jantung!

Kata-kata Dasha sudah di ujung lidah. Ia mengeratkan genggaman di kantung kresek. Menguatkan mentalnya untuk bertanya mengenai yang belakangan ini mengusiknya.

"Kenapa lo bisa tau, tau tentang gue." Dasha mengatakan ini karena baru menyadari jika Rey tidak menanyakan nama atau semacamnya. Di masa lalu, Dasha juga tidak mengatakan namanya kepada Rey.

Ia menatap Rey dengan mata berapi-api. Yakin dengan pertanyaan ini.

Rey mengusap ujung bibir, mengangguk paham. "Gue kemarin nanya sama Renji kalo soal nama. Sisanya, lo nggak perlu tau."

Kapan Rey menanyakan. Dasha ingin menyangkal, tetapi ia ingat kemarin ia tidak menyimak percakapan keduanya dengan baik.

"Beneran?"

Rey mengangguk. "Tanya Renji kalo masih nggak percaya."

Dasha sontak menggeleng, jika ia bertanya secara gamblang. Renji pasti memikirkan yang tidak-tidak tentang dirinya dengan Rey.

"Terus yang tadi gimana lo bisa tau."

Bagian itu, Dasha sangat penasaran! Bagaimana Rey tau, itu mengerikan jika Rey diam-diam membuntuti untuk mencari tahu tentang dirinya. Bulu kuduk Dasha berdiri. Itu benar-benar mengerikan!

"Lo nggak perlu tahu kalo soal itu." Bahu laki-laki menurun, ia berhenti tepat di depan Dasha yang terkaget dengan mata mengerjap lucu. "Yang pasti gue nggak ngikutin lo. Gue juga nggak cari tahu tentang lo. Itu murni nggak sengaja. Mungkin takdir."

Dasha merasa tergelitik dengan kata terakhir. Takdir? Dasha tidak percaya!

Rey telah berpindah, keduanya kembali melanjutkan jalan. Dasha masih penasaran, ia menyipitkan mata, menatap Rey penuh curiga.

"Apa lo juga udah tau kalo gue tetangga lo?"

Respon Rey cukup cepat. "Gue kemarin sempat ke rumah sebelah. Buat balikin wadah makanan. Kebetulan liat foto lo di sana."

Ini semakin membingungkan. Mengapa Rey mengenalinya dengan sekali melihatnya?

Dasha menahan napas sejenak, ia menunduk. "Kalo dulu, lo pernah kenal sama gue?"

Pertanyaan Dasha cukup lama didiamkan. Dasha semakin yakin jika dulu Rey kenal dengannya. Ia sedikit khawatir tentang itu. Tetapi setelah didiamkan lama. Dasha semakin yakin jika prasangka itu benar.

Laki-laki tinggi itu jelas menikmati Dasha yang tengah menunggu jawaban. Ia sengaja membiarkan lama menjawab agar gadis itu semakin memikirkan kemungkinan-kemungkinan aneh di otaknya.

Rey melirik Dasha, kemudian tersenyum puas. "Menurut lo gimana?" pancingnya langsung.

Dasha menutup mulutnya rapat. Menggeleng kepala pelan. "Gue, gue nggak tau."

Dasha cukup gugup, ia tidak memikirkan Rey akan melontarkan pertanyaan balik. Ini jelas jebakan! Dan Dasha tidak akan terperangkap.

"Gitu ya."

Melihat Dasha yang semakin gugup, Rey semakin senang. Jawabnya juga mempengaruhi gadis itu untuk semakin penasaran. Dan kebingungan di waktu yang sama.

Tidak terasa keduanya telah sampai di depan gerbang rumah Dasha. Gadis itu buru-buru tersadar dan menaikkan kepala. Ia segera menuju gerbang rumah. Agar terlihat sopan. Dasha berbalik, kemudian menyampaikan beberapa kata perpisahan.

Ketika berbicara, mata gadis itu sedari tadi bergulir tak menentu. Pemuda itu memasang wajah cuek. Tapi hatinya terasa lembut menikmati pemandangan yang terpampang di hadapannya.

Ketika gadis itu berlari memasuki rumah, Rey memandang kepergiannya dengan wajah lebih segar. Dasha kelihatan lucu di matanya. Terlebih mendapati gugupnya, ketika Dasha gugup, itu menyebabkan gadis tersebut terbata-bata ketika berbicara.

Rey merasa, tujuannya semakin dekat.