1 Semusim Rasa - Harga Diri Suami

Kehidupan tidak akan pernah selamanya berjalan dengan sangat utuh. Ketika genggaman tangan itu benar-benar terlepas dari kehidupan. Seperti halnya menggenggam jemarinya yang begitu sangat erat tapi kenyataannya dia melepaskannya perlahan-lahan. Hal itu membuat diriku benar-benar hanya bisa terdiam dalam sebuah takdir yang sudah tertulis dalam skenario Ilahi.

Di rumah kontrakan. Surabaya, 21 Desember 2017.

"Kamu pulang jam segini udah dapetin uang buat bayar kontrakan besok? "Tanya Sekar menatap wajahku saat itu juga. Hatiku terasa begitu hanya bisa terdiam ketika aku hanya mengantongi sejumlah uang Rp50.000. Kemudian aku mulai menyerahkan uang tersebut kepada Sekar yang merupakan istriku. Lalu dia menerima uang tersebut.

"Maafkan aku sayang. Aku hanya mendapatkan uang segini dari tadi aku muter-muter tidak mendapatkan penumpang ojek online." Jawabku sambil menatap wajah Sekar yang terlihat penuh dengan amarah saat itu juga.

"Cuman segini uang yang mampu kamu berikan sama aku?" Sekar mulai menunjukkan selembar uang Rp50.000 Itu tepat dihadapanku. "Mana cukup untuk bayar kontrakan rumah ini yang seharga Rp700.000! Belum lagi kamu buat bayar uang listrik dan air serta keperluan kita sehari-hari! Bagaimana kita bisa bertahan hidup dalam kondisi yang seperti ini Mas Brahma?"

Saat itu aku hanya terdiam dalam bisunya suasana. Hingga aku tidak menjawab sepatah kata pun darinya. Rasanya begitu sangat sesak sekali.

"Aku akan mencari pinjaman Sekar ke teman-temanku," kata aku yang berusaha untuk menahan emosiku. Di sisi lain aku tidak dapat untuk marah dengan perempuan yang aku cintai.

"Kamu mau ngutang sama teman-temanmu?" Tanya Sekar dengan nada yang begitu sangat lantang dan penuh tekanan. "Aku malu banget, Mas. Kalau kamu terus-terusan mau pinjem-pinjam uang temanmu terus. Bahkan aku malu sama kedua orang tuaku yang selalu sadar menyindir-nyindir aku karena aku tidak bisa memberikan mereka uang ataupun hadiah-hadiah lainnya seperti kakak-kakakku yang lainnya. Kamu sadar, Bagaimana posisiku,Mas Brahma! "

Aku hanya diam saja saat itu juga. Dan Aku berusaha untuk meredamkan emosi dari Sekar."mau bagaimana lagi Sekar? Aku cuman mampu untuk memberikan kamu Uang segini. Apalagi aku baru saja dipecat dari perusahaan."

"Bodo amat. Tapi uang kontrakan ini akan tetap berjalan. Terus bagaimana kita kedepannya untuk membayar listrik dan air serta untuk kebutuhan kita sehari-hari. Ingat Mas kalau kita itu makan pakai nasi bukan makan pakai rumput dan dedaunan yang ada di luar! Seharusnya kamu tuh harus bekerja! Jangan cuman males-malesan aja jadi seorang suami! Percuma aja kamu seorang sarjana tapi cuman di atas kertas! Ijazah kamu itu nggak pernah kamu pakai sama sekali!"

Kata-kata Sekar benar-benar menyakitkan hatiku saat itu juga. Rasanya benar-benar menyayat-nyayat hingga perihnya begitu sangat terasa. Hal itu membuat penghianaan terhadap diriku. Merasa diinjak-injak harga diriku oleh istriku sendiri saat itu juga. Rasanya begitu sangat sesak sekali hingga menusuk ulu hatiku. Dia tidak pernah sama sekali untuk menghargai perjuangan aku untuk mencari selembar uang Rp50.000 itu dengan susah payah.

"Kamu itu kalau kerja itu yang bener! Seharusnya kamu cari kerjaan lagi kek yang lainnya! Gunain tuh ijazah baik-baik Jangan cuman digunain pajangan aja!" Teriak Sekar sambil menunjuk menunjukkan uang pecahan Rp50.000 yang hanya satu lembar di hadapanku. Sementara aku hanya bisa diam saja karena aku merasa memang aku tidak layak untuk membahagiakan istriku sendiri.

Keesokan harinya aku berusaha untuk mencari pekerjaan baru. Lalu aku bertemu Alana mantan pacarku. Dia mulai menghampiri aku yang sedang duduk frustasi di sebuah bangku taman. Rasanya hatiku ingin saja menjerit seketika. Penghinaan yang dilakukan oleh istriku benar-benar menginjak sebuah harga diri seorang pria yang berusaha melakukan sesuatu yang terbaik tapi tidak pernah menjadi sesuatu hal yang terbaik di matanya.

Terdengar suara deheman dari Alana saat itu juga. Lalu Aku menoleh ke arahnya perlahan-lahan. Tatapannya terlihat begitu sangat miris menatapku.

"Kamu pasti sedang bertengkar ya dengan istri kamu itu yang super cerewet?" Tanya Alana menatap wajahku yang terlihat begitu sangat penuh dengan beban pikiran. Bahkan ucapan dari istriku benar-benar terngiang-ngiang diisi kepalaku.

Saat itu aku hanyalah mengangguk mengiyakan. Permasalahannya memang adalah sebuah masalah ekonomi. Saat itu aku merasa sangat overthinking mengenai Sekar yang selalu saja meminta agar aku segera untuk mencari pekerjaan baru. Meskipun aku sudah berusaha untuk mencari pekerjaan itu Tapi tetap saja aku belum dapat pekerjaan itu yang sesuai.

"Kenapa kamu nggak minta tolong sama aku aja untuk mencari pekerjaan baru, kan?" tanya Alana menatapku saat itu juga yang dalam sebuah kegelisahan. Aku juga sangat bingung sekali untuk mencari uang membayar kontrakan. Sementara tabunganku sudah mulai menipis. Uang tambahanku hanya tinggal sejuta. Hal itu hanya untuk kebutuhan satu bulan ke depan.

"Kamu merasa nggak enak sama istri kamu karena aku yang menawari kamu pekerjaan? "Tanya Alana sekali lagi sambil menatapku.

Aku hanya mengangguk mengiyakan lalu aku mulai berkata, "Kamu kan tahu bagaimana seorang Sekar yang selalu pencemburu. Bagaimana bisa aku bekerja sama dengan kamu yang merupakan mantan kekasihku?"

Alana pun hanya terdiam saat itu juga sambil menatap wajahku. Lalu dia memberikan sebuah kartu nama untukku. "Kalau kamu berubah pikiran mungkin kamu harus menghubungi aku di kartu nama ini. Ingatlah kesempatan tidak datang kedua kalinya. Aku tahu kalau kamu membutuhkan banyak uang untuk kebutuhan sehari-harimu. Aku juga tahu juga kalau kamu sudah dipecat dari perusahaan lamamu."

Aku langsung menerima kartu nama dari Alana namun aku harus mempertimbangkan Bagaimana perasaan istriku. Aku tidak ingin membuat istriku jadi cemburu mengenai pekerjaan yang telah diberikan Alana kepadaku.

"Kalau begitu aku harus pergi dulu ya. Karena aku masih ada pekerjaan lain. Kalau kamu memang benar-benar menerima pekerjaan ini. Silakan kamu hubungi aku di nomor kartu nama Ini. "Kata Alana langsung dia pergi meninggalkan aku yang duduk di sebuah kursi taman.

*

Di rumah aku mulai mempertimbangkan sebuah pendapat dari teman-temanku melalui chat WhatsApp. Mengenai pekerjaan yang ditawarkan oleh Alana.

Alana menawarkan aku sebuah pekerjaan sebagai supervisor marketing yang ada di perusahaan ayahnya. Akupun mencoba untuk berpikir keras karena posisinya begitu sangat baik dan gajinya begitu sangat tinggi. Aku mulai mempertimbangkan dengan berjalan mondar-mandir di kamar.

"Kamu nggak usah jalan mondar-mandir kayak gitu Mas. Percuma aja kamu jalan modarmader kayak gitu! Kamu tidak akan pernah merubah sebuah takdir kalau kamu belum mendapatkan pekerjaan sama sekali! " Sindir dari Sekar sambil menatapku dengan sinis. Sementara aku hanya terdiam saja tidak menjawab sepatah kata pun dari dia. Karena aku tidak ingin menambah sebuah amarah ataupun masalah.

"Ya Tuhan, jalan apa yang harus aku pilih?" aku menggumam dalam hati kecilku. Dan aku tidak mungkin untuk menceritakan hal ini kepada Sekar mengenai pekerjaan yang ditawarkan oleh Alana. Karena aku tahu jika Sekar adalah seseorang yang pencemburu.

avataravatar
Next chapter