webnovel

Manusia Menyebalkan

"Oh my god…, Sammy janjian sama cewek itu?!"

"Aku udah gak bisa tenang lagi", yuna berniat melabrak reisa mencoba untuk mendekat, tubuh jangkung seseorang melewatinya, tak senang! Kegelisahan makin menyelimuti hati dan pikiran yuna. Semmy!

Semmy berjalan menuju reisa, senyum manisnya mengembang mengundang rasa penasaran setelah melihat semua apa yang disaksikan, tanpa ragu menyapa reisa dengan pertemanan sok akrab tanpa rasa canggung.

Tangan kanan seseorang tiba-tiba menyentuh bahuku dari belakang. Tubuhku agak gugup mungkin saja salah satu cewek yang ada disana tak terima akan sikapku pada Sammy.

" Hey…, kita ketemu lagi", suaranya membuyarkan kegelisahanku. Reisa membalikkan badan agak ragu tampak sekarang semmy yang ada dihadapannya. Semmy yang masih mengenakan kaos basketnya tanpa lengan dengan celana pendek. keringat bercucuran dikepala, leher dan seluruh tubuhnya menjadi pusat perhatian. semua mata tertuju pada tubuh atletisnya, aku sendiri bahkan tak seberani itu untuk sengaja mengamatinya, sebagian cewek melotot sinis kearahku, apalagi cewek yang berambut ikal yang tadi berada disampingku, kekesalannya sangat nampak dari mimik mukanya yang cemberut. Semmy menyapaku dengan senyuman manisnya Keramahan yang dimilikinya tak bisa dijadikan kebiasaan sammy sang adik.

"Semmy?", tawa cengingisan keluar dari bibirnya. "Loe kenal ama adik gue sam?" tanya nya tanpa basa-basi.

"Ah…soal itu…, bibirku bingung menjawab karena faktanya aku tak mengenal sammy sebelumnya. Reisa hanya melemparkan senyuman bimbang. Badan semmy berputar menengok kanan kiri mengamati sekeliling.

Tanpa seizinku semmy menarik tanganku menjauh dari kerubutan para cewek. "Ayo pergi…, disini berisik", pinta semmy. Reisa diam pasrah mengikuti semmy.

Yuna dibikin kalah mutlak dari reisa. Ia tak hanya mengenal Sammy bahkan semmy pun tak segan mengajaknya bicara. Seluruh geng yuna dibikin keheranan.

Apa yang dilakukannya? Oh no! bisa-bisa aku dimusuhi cewek satu kampus akibat tingkahnya, mengingat ucapan shakira aku benar-benar harus menjauhi mereka berdua. Menarikku berjalan dibelakangnya tanpa tau perasaanku.

"Tolong…lepasin tanganku…", refleks kutarik tanganku dari genggamannya. Sekalipun reisa belum pernah bergandengan dengan seorang laki-laki, kelakuan semmy menjadi pertama kali untuk reisa. Kaki ku terhenti "sorry…, udah lancang narik tangan loe", tangkas semmy.

Kuanggukkan kepalaku pelan, semmy mengawasi reisa menundukkan kepalanya, tangan reisa bergerak memainkan jemarinya menggambarkan kegelisahan. Semmy mengerti arti reaksinya. "Hey jangan takut…, gue gak akan macem-macem" mengangkat kedua tangan menyerah.

Reisa menegakkan kepalanya, senyuman semmy menghiasi bibirnya lagi. Kesopanannya menghiasi ketenangan hatiku.

"Oh ya, ada hubungan apa loe ama sam?", tanya semmy santai.

"Apa? Hubungan?", telapak tangan reisa mengibas-ngibas, "jangan salah paham aku gak ada hubungan apa-apa sama sammy", jawabku.

"Apa bener semacam itu? lalu kenapa dia…belum sempat menyelesaikan kalimatnya reisa mendadak panik.

"Astaga…, maaf aku harus pergi keperpus sekarang", mengingat sesuatu, reisa tancap berlari tanpa berbasa-basi lagi pada semmy.

Semmy tertawa mengeluarkan uneg-uneg dari mulutnya "dasar gadis aneh"

Mencium bau yang melekat ditubuhnya, keringat sudah membasahi seluruh kaos olahraga yang dikenakannya. Semmy membiarkan reisa.

Yang satu cuek satunya lagi ramah, kesamaan diantara keduanya suka seenaknya sendiri (mirip dengan shakira) apa semua anak orang kaya mempunyai sindrom serupa.

Dunia milik kami berdua, kalau jadi mereka mungkin itu yang ingin kuteriakkan. Siapa yang akan menyangkal karena memang benar itu adanya, semua mengakui keberadaan mereka, ibarat kata aku hanya akan jadi sebutir debu bila masuk dihidup mereka (tak akan pernah ada yang melihat).

Tak banyak orang dibalik perpustakaan agak sepi keheningan menyelimuti, reisa baru memasuki perpustakaan, matanya menengok mencari-cari orang yang sedang ingin ditemuinya sampai terhenti pada sesosok orang sedang duduk bersandar dikursi dekat samping jendela mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya diatas meja mengeluarkan kata-kata dari bibirnya, menyanyikan senandung lagu yang didengar lewat earphone hitam menempel ditelinganya. Bayangannya sudah terbingkai disana, sungguh setara layaknya patung. Sebuah karya mahal yang bisa dilukiskan setiap pemahat menggambarkan model pria artistik. Mataku dibuat terlena. Mungkinkah dia telah lama disana?

"Maaf...maaf...aku telat", nafas reisa ngos-ngosan saat bicara.

Matanya tertutup, semburat ketenangan menghiasi wajahnya. Kursi yang ada dihadapannya kutarik pelan untuk ku duduki.

"Siapa yang mengizinkanmu untuk duduk?", celetuknya.

wajah yang tenang damai runtuh seketika akibat kelakuannya, penampilan luarnya telah menipu penampilan dalamnya. Good looking yang bad attitude. Siapa gadis yang akan menyukainya? Yang pasti orang itu tidaklah waras.

" Apa?!", mengalah reisa mengurungkan niatnya untuk duduk.

Matanya pelahan terbuka, mata sammy memberi sensasi ketegangan, reisa akan terkena sihir buruk bila berlama-lama menatapnya. ketenangan realistik tadi berubah tanpa ekspresi lagi.

"Berdiri disana dan katakan apa tujuanmu?"

"Bisakah kita bicara sambil duduk, pintaku menawarkan.

"Apa yang kau inginkan? Kau sudah membuatku menunggu lama disini, sekarang kau ingin bicara santai?"

"Kan aku sudah bilang maaf ?!", pungkas reisa membela.

Mendengar suara culasnya membuat telingaku pengap otakku pun ikut sedikit emosi.

Sorot matanya menyuruhku diam, bibirku membisu hanya bisa menarik nafas Panjang.

Tak berperasaan, geram sekali rasanya, sungguh tega menyuruh seorang wanita untuk berdiri sedangkan dia duduk santai meskipun aku bukan nenek-nenek yang akan kelelahan bila berdiri, setidaknya berbicara sambil duduk akan lebih sopan. Reisa menyutujuinya.

" Baik! singkat saja, kayak pak handoyo bilang kemaren, kau ditugaskan untuk membimbingku dalam menulis cerita jadi…

Tangan kanan sammy menggebrak meja keras, nafas reisa terhenti tak mengerti. Gangguan berisik yang dilemparkan Sammy tak membuat orang sekitar bergeming ingin memaki dirinya, apa dia penguasa tempat ini? semua orang diruang lebih memilih bersikap masa bodoh akan kelakuan sammy.

"Apa yang salah?", tanyaku tak paham.

"Emang siapa yang sengaja berani nugasin aku ngelakuin itu?" kritik sammy lagi.

"Bisakah kau dengar orang lain bicara sampai selesai? Memotong pembicaraan orang lain itu tidaklah sopan", tutur reisa mulai kesal.

"Waktuku berharga, menunggumu itu melelahkan", oloknya.

Bibirku tertutup, tak mau berdebat! reisa memang sudah membuat sammy menunggu. "Yaudah…, aku kan tadi sudah minta maaf ", kuulang lagi permintaan maafku. Aerophone ditelinganya dilepas menaruhnya dimeja fokus kearah diskusi kami, beberapa detik wajah dinginnya berkata "apa imbalanku jika aku jadi pembimbingmu? ya…seenggaknya keuntungan yang bisa kudapat"

Kekagumanku mulai sirnah, semmy yang ramah jauh lebih berkelas, dia tak pantas untuk dijadikan panutan. "Astaga…kau yang begitu sempurna, tunjukku. "Menginginkan apa dari seorang gadis gak punya apa-apa kayak aku ?!" kedua tangan reisa ditaruh diatas meja, badannya membungkuk membalas sinis Sammy.

Uuupss! keceplosan, reisa membungkam mulutnya sendiri. Betapa besar kepalanya bila kubilang dia sempurna. Bodohnya aku! Reisa putus harapan lagi. Haruskah terus berdebat! Sammy berdiri dari kursi merasa badannya lelah menirukan gerakan bangun tidur dan berkata santai lagi.

"Gak perlu nunjukin muka kecewa, kau bisa belajar dari ku apa saja dan kapan pun, tawar Sammy, "asal kau betah berada disisiku"