1 Keenan Keyler Hartigan

" Semoga kelinci yang aku temukan hari ini lebih lucu dari kemarin.." Gumam Tania dalam hati sembari mengeplkan tangannya.

Melintasi hutan sendirian sembari bersiul - siul sedikit membuat Tania merasa memiliki teman.

Peralatannya cukup lengkap, sebilah parang tersarung di pinggang, dengan busur di lengkapi anak panah aman di punggung, tak lupa ransel berisi bekal, dan peralatan P3K.

Dan tiba - tiba ia melangkah mundur, tiba - tiba tanganya reflex menutup bibirnya, sejenak kemudian ia mengerjap - ngerjapkan mata indahnya.

Setelah sempat mematung sejenak, ia akhirnya menguasai diri dan berlari mendekat kearah pria yang tergeletak bersimbah darah.

Dengan wajah panik ia duduk dan membangunkan pria yang tak sadarkan diri.

" Kak! Bangun kak..." Panggilnya panik.

Ia mengangkat kepala pria itu menempatkan di pangkuannya. Setelah mengetahui bahwa ia masih bernafas, dan masih memiliki detak jantung.

Tania sedikit panik karena pria itu tidak merespon dirinya ketika ia menggoyangkan kepalanya.

" Kak! Sadar kak, apa yang terjadi?!" Karena masih tak merespon akan panggilannya. Tania melepaskan ransel dari punggungnya.

Ia membuka kotak P3K, dan membalut luka pria itu agar tak mengalir darah. Tania memberanikan diri membuka bibir pria itu dan memberinya nafas bantuan. Setelah itu ia mengolesi minyak kayu putih ke hidung pria itu dan memberinya setetes kedalam mulutnya.

Ia tak memikirkan efek samping, yang terpenting membantu pria ini tersadar. Rasa putus asa menggelayuti hatinya yang mulai panik saat ini, melihat pria itu belum menampakkan tanda - tanda bahwa ia akan sadar.

Akhirnya ia mengambil langkah terakhir dan membuka botol kecil berisi beberapa buah butir pel lalu memberikannya ke mulut pria itu.

Ajaib! Pria itu terbatuk - batuk, dengan nafas yang masih lemah.

Tania akhirnya bernafas lega, setelah pria itu sadar. Pria itu menatap kearahnya dengan tatapan penuh rasa syukur atas pertolongan yang diberikan gadis remaja di hadapannya.

Pria itu tersenyum manis, hingga membuat Tania sedikit bergetar memandangnya, maklum saja di desa itu tidak ada remaja seusianya yang memiliki ketampanan seperti pria ini.

Meskipun ia memiliki ribuan pertanyaan yang menggelayuti hatinya, tentang siapa gerangan pria itu yang berada di tengah hutan sendirian dalam keadaan terluka.

" Terimakasih telah menolongku.." Ucapnya menatap Tania.

" Berada dimanakah saat ini? Atau masih di hutan? " tanya pri itu lagi.

Tania mengangguk perlahan sembari mengemasi kotak P3K dan memasukkan ke dalam ransel hitam miliknya.

" Ahh! Syukurlah, aku pikir, aku sudah berada di dunia lain.." Lanjutnya lagi sembari tertawa dan nencoba duduk meski tertatih.

Tania bergegas membantu pria itu dan akhirnya menyandarkannya di batang pohon yang besar.

Pria itu melirik jam di tangannya lalu bergumam " Ohh, berarti sudah hampir dua hari aku di tempat ini..." Ujarnya, lalu pandangannya menatap camera yang berdiri menggunakn tripot di belakang wanita itu.

Pria itu menatap kearah Camera dan tersenyum bangga, akhirnya ia menang melawan takdir yang peramal di kampusnya katakan, bahwa ia akan mati di hutan dalam keadaan bersimbah darah.

" Hah?! Dua hari kak? Apakah saat ini kakak sudah kuat, hari sudah mulai gelap soalnya.." Ujar Tania menatap keadaan sekitar.

Keenan melirik jam di tangannya dan jam telah menunjukkan pukul empat sore. Sedetik kemudian mereka saling menatap satu dan lainnya setelah mendengar suara dansa perut Keenan yang mengisi alunan merdu menghias keheningan di dalam hutan.

Kriukkkkkkkk...krukkk..krukk..!

Tania mengalihkan pandangannya menahan tawa, dengan alunan suara merdu melintasi keheningan, begitu juga dengan Keenan, ia menundukkan wajahnya yang memerah karena menahan malu.

Tania menguasai situasi hingga akhirnya bibir nya berucap dengan lembut " Sebaiknya kita makan dulu, kebetulan aku ada bawa bekal.." Tania tampak mengeluarkan nasi yang terbungkus daun pisang dengan lauk pauk di dalam plastik, ia mengeluarkan daun pisang yang tergulung dengan rapi untuk tempat mereka makan.

Setelah membagi bekalnya dan memberikan kepada Keenan, ia pun mulai menyuapkan kearah mulutnya yang telah menganga.

Dengan kepala menunduk dan hanya berfokus kepada makanannya, Tania tanpa merasa malu menikmati bekal yang ia bawa dari rumah hasil masakan sang nenek tercintanya.

Tak membutuhkan waktu yang lama karena mengejar hari yang semakin gelap, Tania telah menghabiskan makannya, kebiasaanya memasuki hutan dan beristirahat sejenak untuk menangkap kelinci, membuatnya terbiasa gesit, maklum saja di hutan sangat riskan, banyak binatang buas ataupun berbisa, sehingga membutuhkan keberanian extra dalam memasukinya.

Tania membersihkan bekas makananya, ia segera menyiapkan mancis dari saku celana jeansnya, hendak beranjak berdiri, tapi ia melihat pria di hadapannya kesusahan makan karena tangannya yang terluka.

Ia menghela nafas sejenak lalu mendekat kearah pria itu, dan meraih makanan yang ia letakkan diatas daun tadi. Dengan tanpa merasa canggung terhadap orang baru, ia langsung mengambil sendok dan menyendokkan makanan ke dalam mulut Keenan yang masih tak mengerti, mengapa ada wanita cantik di tengah hutan sendirian dan baik kepadanya.

" Tidak usah kawatir, aku bukan malaikat penolong ataupun penyihir, aku manusia biasa sepertimu juga, makanlah agar kita bisa segera keluar dari dalam hutan, malam sudah semakin dekat, dan aku tidak membawa tenda.." Ujarnya sedikit ketus menyadari jika pria di hadapannya sedikit memasang kewaspadaan terhadap dirinya, ia memaklumi apa yang ada di pikiran pria itu, karena saat ini ia tengah berada di dalam hutan dan tiba - tiba muncul di hadapannya yang tengah terluka.

" Bukan itu maksudku, aku hanya tak ingin terlalu merepotkanmu, aku telah berhutang nyawa padamu, ohh ya kau menolongku hanya dengan memberiku sebuah pil dan itu membangunkan komaku selama dua hari? Pil apakah itu? " Tanya Keenan sembari membuka mulutnya.

" Hmm, kalau itu aku juga tidak tahu, karena itu pemberian dari nenekku, ia yang meraciknya dari nenek moyangnya, dan itu sengaja aku bawa biasanya untuk menyelamatkan binatang yang terluka agar nyawanya selamat.." Seiring dengan akhir kalimat Tania, Keenan berteriak kencang dengan ekspresi tegang.

" Whats?! Kau memberikan aku obat untuk binatang? Bagaimana kalau aku keracunan? Sadarkah kau akan perbuatanmu? Kau dan keluargamu bisa menanggung akibat dari keteledoranmu yang telah memberiku obat sembarangan!!" Teriak Keenan protes dengan perlakuan Tania.

Bukannya takut, Tania justru reflex memukul kepala Keenan dengan sendok. Keenan meringis kesakitan, tapi ia mengurungkan niatnya untuk melawan lagi, karena menyadari ia tengah terluka.

" Yasudah kalau begitu, aku akan pergi dari sini sebelum hari mulai gelap, kau seharusnya bersyukur nyawamu terselamatkan karena pil dari nenekku, apa pedulinya tentang pil untuk hewan atau bukan, yang terpenting adalah bagaimana nyawamu selamat.!! " Tania dengan emosi memuncak bangkit berdiri dan meletakkan kembali nasi diatas daun tadi di dekat pria itu duduk.

avataravatar
Next chapter