1 Namaku Sina

"Zahra nikah anjir, kalah kita yang udah lulus SMA tapi masih aja jomblo." Suara keluhan di seberang sana begitu memenuhi ruangan kamar ini.

"Hem.." Dia merespon tidak perduli.

Matanya yang jernih seperti buah persik menatap kosong hamparan langit biru yang ada di depannya. Semilir angin yang sejuk bergerak lembut menguraikan rambut panjangnya yang halus dan hitam pekat bak iklan shampo yang ada di tv.

"Nikahnya juga sama Kakaknya sendiri, gak ngeri apa dia tinggal satu ranjang sama Kakak cowoknya yang udah-"

"Koreksi ucapan kamu, dia nikah sama Kakak angkatnya. Jangan sampai orang-orang dengar dan jadi salah paham hanya karena ucapan kamu yang tidak tepat." Mata melirik tidak puas pada ponsel yang tergeletak tidak berdaya di atas nakas.

Kabar pernikahan adik kelasnya itu sudah santer dibicarakan oleh anak sekolah. Banyak yang tidak menyangka jika adik kelas yang mereka kenal pemberontak dan tukang pembuat onar kini menikah dengan Kakak angkatnya, atau lebih tepatnya seorang ustad muda yang secara kebetulan jatuh cinta pada Zahra. Mereka juga tidak menyangka jika Zahra yang terkenal abai terhadap laki-laki mau menikah muda, apalagi jika dihitung saat ini Zahra sudah kelas XII jadi bisa dikatakan usianya masih sangat muda untuk memulai rumah tangga.

Hebatnya, orang sepemberontak dia ternyata bisa juga menikah dengan seorang ustad, ini terlalu mengejutkan banyak orang yang pernah mengenalnya.

"Maksud aku yah...dia menikah sama Kakak angkatnya sendiri. Tapi meskipun itu cuma Kakak angkat mereka'kan dulunya punya hubungan Kakak-adik selayaknya saudara kandung jadi tetap aja rasanya ngeri." Orang yang ada di seberang sana berkilah, mencari pembenaran dari apa yang ia katakan.

Lagi-lagi gadis itu berkilat tidak puas melirik ponsel yang ada di atas nakasnya. Mendengarkan pembicaraan membosankan dengan lawan bicaranya ini membuat gadis itu berdecak tidak senang. Hamparan langit biru yang seharusnya sangat menyenangkan ia lihat kini sudah tidak menarik lagi.

"Ingat, mereka pernah berpisah selama 10 tahun jadi kamu tidak bisa mengatakan hubungan persaudaraan mereka dekat." Gadis itu mengoreksi dengan tidak sabar pada orang yang ada di seberang sana.

Hubungan Zahra dengan suaminya langsung menyebar begitu saja tanpa bisa dibendung. Cerita saat mereka berpisah 10 tahun adalah hal yang paling membangkitkan keinginan orang lain untuk mendengarkannya. Tidak terkecuali untuk gadis ini, ia sebelumnya pernah mencari tahu dengan penuh semangat cerita dibalik pernikahan adik kelasnya ini.

Mendengarnya membuat gadis ini berharap bahwa mungkin ada laki-laki yang juga mencintainya di luar sana namun terlalu takut untuk mengatakan, ya mungkin saja. Gadis ini hanya perlu menunggu sebentar saja untuk bisa merasakan apa yang Zahra rasakan. Jatuh cinta, memulai lembaran hidup yang baru dan hidup bahagia.

"Kamu benar..tapi-"

"Non Sina, sudah saatnya makan siang." Suara lembut wanita paruh baya mengaburkan ucapan orang yang ada di seberang sana, gadis itu mengalihkan pandangannya menatap ke arah sumber suara dan menemukan ada Mbok Yem berdiri di sana.

Sebenarnya bagi gadis ini Mbok Yem bukanlah pembantu melainkan Ibu angkat yang membesarkannya.

Sina tersenyum tipis, menganggukkan kepalanya ia lalu berjalan ke arah Mbok Yem tanpa perduli dengan apa yang orang diseberang sana katakan.

"Siang ini Mbok masak apa saja?" Tanyanya dengan suasana hati yang baik.

Ia berjalan pelan mengikuti langkah demi langkah Mbok Yem di depannya, tidak perduli sama sekali dengan perbedaan kasta mereka yang terlihat jelas.

"Hari ini Mbok masak sambal banteng kesukaan Non Sina, ada juga jamur krispi, udang balado dan sup sayur bening. Ini semua adalah makanan kesukaan Non Sina, apakah Non ingin tambahan lagi?" Tanya Mbok Yem tenang.

Sina menggelengkan kepalanya yakin, menyamakan langkahnya dengan Mbok menuju keruang makan rumah ini.

"Itu sangat cukup, Sina tidak yakin bisa makan semuanya." Kata Sina tidak berbohong.

Semua yang Mbok Yem masak adalah makanan kesukaannya tapi nafsu makannya sedang bermasalah akhir-akhir ini sehingga ia tidak yakin bisa menghabiskan beberapa suap nasi. Suasana hatinya pun seringkali berubah-ubah layaknya iklim dunia, tidak menentu dan membuat Sina hampir depresi. Mungkin ini karena tahun ini ia sudah beranjak masuk usia dewasa sehingga masalah yang biasanya tidak berarti apa-apa untuknya kini begitu membebani hatinya.

"Ayo, Non." Mbok Yem mempersilakan Sina duduk dan tangan kanannya dengan cekatan menaruh gelas air putih di samping Sina.

Sina mengucapkan terimakasih dan dengan gerakan alami mendudukkan dirinya di kursi tersebut. Ia mengambil nasi secukupnya dan diam-diam menguburkan dirinya di dalam makanan tersebut. Pikirannya berselancar memikirkan suasana meriah pernikahan adik kelasnya yang baru-baru ini terlaksana, Sina penasaran bagaimana perasaan melambung tinggi itu jika terjadi kepadanya?

Entahlah, Sina yakin dengan pemikirannya.

Oh ya, Sina lupa memperkenalkan dirinya di sini. Namanya Sina, Sina Zein. Sudah pasti orang-orang yang ada di sekitar memanggilnya Sina, tidak ada panggilan lain. Saat ini usianya sudah memasuki 20 tahun dan ia adalah anak tunggal dari keluarga orang kaya.

Sama seperti keluarga kaya lainnya, Sina juga mengalami perasaan kesepian karena kedua orang tuanya lebih perhatian pada bisnis mereka saja dibandingkan dengan Sina. Bahkan untuk bertemu dengan mereka saja Sina harus menunggu sampai akhir tahun, setelah bertemu mereka tidak sehangat keluarga yang lain karena faktanya mereka tampak seperti orang asing yang tidak pernah bertemu.

Tidak, ini adalah yang Sina rasakan secara pribadi. Awalnya dia tidak terlalu memikirkannya karena bagi Sina ia sudah biasa diperlakukan seperti ini oleh kedua orang tuanya. Namun, seiring ia masuk ke usia dewasa Sina mulai memikirkannya dengan hati-hati dan secara perlahan membebani hatinya. Ia tidak bisa tidak cemburu melihat keluarga lain yang begitu hangat setiap melakukan perayaan besar maupun kecil. Sesibuk apapun keluarga itu pasti akan berusaha kumpul bersama dengan orang yang mereka sayangi. Tapi keluarga Sina tidak karena satu-satunya waktu kedua orang tuanya kumpul adalah setiap akhir tahun dan itupun hanya dua hari saja setelah itu mereka akan kembali terbang ke negeri asing yang tidak ingin sebutkan namanya.

Hal inilah yang membuat Sina semakin kebingungan, nafsu makannya menjadi kacau sehingga ia lebih senang menghabiskan waktu di dalam kamar saja. Mengunci diri di dalam kesendirian dan melampiaskan semua kekosongannya hanya dengan menatap hamparan langit.

🌺🌺🌺

avataravatar
Next chapter