webnovel

SELAT

. Vano dan Rena hanyalah sebuah selat. Yang enggak akan bisa memperluas segalanya walau mereka bersama. Ketika keyakinan mereka sangatlah jauh berbeda, itu semakin sulit memberi peluang untuknya. Di sini, mereka akan terus bersama. Sampai keduanya terus berlari dari semua kenyataan yang ada. Hingga mereka lelah, dan memilih berakhir sampai di sini. Kau tau SELAT? Ya, itu Vano dan Rena. Keduanya sulit menjadikan wilayah yang relatif sempit, menjadi sebuah samudra-hindia yang membentang luas. Maaf atas lukanya. . HAPPY READING ❤.

Tiha21 · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

PROLOG

Brem...

Brem...

Brem...

Suara motor gede yang sengaja di mainkan gasnya membuat gadis dengan rambut yang tergerai itu pun menggeram kesal.

Pasalnya, ini hari sabtu, seharusnya ia sedang bermanja - manja di kasur. Tapi sialan tetangga di depan rumahnya itu mengganggu tidur cantiknya. Ia pun segera menghampiri tetangganya itu.

Berjalan menuju pintu utama dengan wajah yang penuh kesal, ia bahkan tidak memperdulikan si bibi yang menyerukan namanya untuk sarapan terlebih dahulu.

Bugh.

Cowo dengan baju abu - abu dan kolor merah, dia tersungkur kala bokongnya di tendang oleh seseorang. Cowo itu bangkit, dia menahan rasa sakit yang menjalar di bokong dan juga lututnya. Dia melihat seseorang yang sudah berani - beraninya menendang.

"No have akhlak loh! Sakit Pereman!." marahnya ketika melihat seseorang itu. Mata tajam miliknya menatap tajam gadis dengan penampilan baju tidur yang bergambar wajah boyband dari negri gingseng itu berasal. Oh...., jangan lupakan sandal tidur yang bergambar unicorn.

"Lo yang no have akhlak! Udah tau ini masih pagi, malah cari ribut sama gue." pekiknya, menatap tajam kearah cowo yang ada di hadapannya itu. Ia tidak akan kalah soal adu mulut.

Dia, Reynata Sepety. Musuh bebuyutannya seorang Algevano Yaksa . Namun beberapa menit selanjutnya, kedua orang itu akan terlihat seperti upin&ipin. Seakan - akan keributan mereka hanya hal kecil. Tapi itu semua mengundang luka.

"Halah, lo kesini mau caper ke gua kan? Hayo ngaku. Udah lah preman, ngaku aja kalo dari dulu lu suka sama gua. Secarakan gua orang tertampan."

Rena menatap jiji kearah Vano. Vano itu pedenya tingkat dewa. Dia akan memuji dirinya sendiri tanpa melihat realitanya seperti apa. Rena menatap perihatin kearah Vano.

"Parah parah parah. Sakit lo, parah," ujar Rena yang menggelengkan kepalanya tiga kali. Setelahnya, Rena menatap Vano dengan raut wajah yang datar. Perlahan kakinya menghantar Rena mendekat kearah Vano membuat Vano waswas sendiri.

"Na'jisun!." lanjut Rena berucap demikian tepat di wajahnya Vano. Vano menggeram kesal, karna salivanya Rena mengenai wajahnya.

"Anjirrr.... baru tau gua, bininya si jongkok mulutnya bau pete." Vano pura - pura mual dan jiji terhadap Rena. Sedangkan Rena, yang melihat Vano seperti itu, mampuh membuat darahnya kembali mendidih.

"Heh marboah! Lo nya aja yang terlalu lebay. Mulut gue tuh wangi."

"Wangi embah mu. Orang jelas - jelas mulut lu bau." ucapan Vano membuat Rena mengepalkan tangannya.

Vano sudah berhasil memancing emosinya Rena. Sehingga hidung gadis itu kembang kempis di buatnya, berusaha menahan amarahnya yang siap kapan saja akan meledak.

Bugh.

Dan lagi, baru pagi hari, Vano sudah mendapatkan kepala tangan dari Rena yang sekarang menjelma sebagai pereman pasar. Vano tidak habis pikir, pukulan Rena yang tepat di rahangnya terasa sakit. Hampir sama rasanya ketika di pukul papahnya tempo hari.

Rena bukan cewe lemah dan manja. Rena itu Rena, si preman pasar yang ditakuti di sekolah. Ketika ada yang macam - macam dan mengusik ketenangan Rena, maka cewe itu akan mengirimkan langsung keruang ICU atau Jenazah.

Seperti sabtu pagi ini Vano mengganggu Rena dengan memainkan gas motornya sehingga menciptakan suara yang sangat keras yang berhasil mengusik ketenangan Rena. Vano balas dendam karna kemarin, Rena sudah mengempeskan ban motornya. Belum sampai di situ, Rena mengerjai seorang guru yang mengatas namakan Vano. Sehingga Vano terseret masuk ruang BK.

Sifat licik dan tidak mau mengalah keduanya selalu ada. Rena dengan egoisnya dia akan melakukan segala cara agar keinginannya terpenuhi. Sedangkan Vano, sikap balas dendam terus berkoar dalam dirinya.

Rena maupun Vano seperti kucing dan tikus. Mereka akan terus mencari kerusuhan membuat siapa saja angkat tangan karna sikap keduanya. Keduanya juga seperti selat, yang tidak akan membesar bila keduanya tidak menyadari perasaannya yang mulai tumbuh satu sama lain.