14 Sepakat Nikah Kontrak

"Erland! Jadi lelaki yang dijodohkan denganku itu Erland?" Arisha tidak menyangka lelaki yang dijodohkan dengannya adalah Erland Dewangkara. Seorang casanova yang kerap bergonta-ganti wanita.

"Tidak, aku tidak mau menikah dengan Erland. Dia itu mesum, gonta-ganti wanita, gak pernah bisa setia dan menyebalkan." Arisha masih mengamati Erland dari kejauhan.

"Bagaimana ini? Aku sudah terlanjur bilang iya, tidak mungkin dibatalkan. Tapi aku tidak ingin dijodohkan dengan Erland. Pasti hidupku akan menderita," batin Arisha berkecamuk. Dia tidak mungkin membatalkan perjodohan itu. Pasti ibunya akan sangat kecewa. Tapi jika diteruskan Arisha tahu betul resikonya jika dia menikahi seorang casanova yang haus akan wanita.

"Aku harus berpikir jernih." Arisha berjalan ke arah yang berbeda. Masuk ke dalam toilet wanita. Dia berdiri di depan cermin. Menatap wajah cantiknya.

"Kalau aku menemui Erland sekarang. Entah apa yang akan terjadi. Erland pasti mengenaliku," keluh Arisha. Dia tidak tahu bagaimana caranya menghadapi masalah ini. Dia takut menemui Erland. Sang casanova pasti mengenalinya.

Arisha memijat dahinya. Kepalanya jadi pusing memikirkan hal itu. Ingin lari tapi tak bisa, melangkah ke depan pasti memalukan.

"Dari sekian banyak lelaki di dunia ini kenapa harus Erland Dewangkara? Dinosaurus mesum yang menyebalkan," kata Arisha. Dia menyalakan kran lalu mencuci mukanya. Kedua netranya menatap wajah cantik yang sudah basah terkena air.

"Dinginkan pikiranmu Arisha! Dinosaurus itu harus ada pawangnya, tapi bagaimana ya?" Arisha berpikir sejenak. Bagaimana caranya menghadapi Erland. Dia tidak ingin lelaki itu dua kali menindas dan mesum padanya. Baik di kantor atau di rumah jika nanti Erland jadi suaminya.

"Aku punya ide!" seru Arisha sambil mengangkat jari telunjuknya ke udara. Dia tersenyum tipis dengan ide yang baru saja terlintas di pikirannya.

"Untung saja aku bawa sapu tangan buatan ibuku. Warnanya senada dengan hijabku." Arisha mengeluarkan sapu tangan miliknya di dalam tas cangklong. Sapu tangan berwarna krem itu senada dengan hijab dan gamis yang dikenakannya.

Arisha menggunakan sapu tangan itu sebagai cadar yang menutupi wajahnya. Kemudian mengenakan kaca mata yang kebetulan ada di dalam tas cangklong miliknya.

"Masya Allah anggun sekali mengenakan cadar," ucap Arisha sambil menatap wajahnya di depan cermin.

"Dengan begini Erland tidak akan mengenaliku, aku tidak perlu takut lagi bertemu dinosaurus mesum itu." Arisha tersenyum tipis sambil bergaya di depan cermin. Mengagumi dirinya yang tampak anggun dengan mengenakan cadar.

"Semangat Arisha! Erland I Coming!" seru Arisha sambil mengangkat kepalan tangannya ke udara sebagai tanda semangat dikobarkan. Dia sudah siap menemui Erland.

Arisha dengan rasa percaya diri dan persiapan matang berjalan menghampiri Erland yang masih duduk sambil memandangi layar handphone-nya.

"Assalamu'alaikum."

Erland yang tadinya fokus melihat layar handphone, mengalihkan pandangannya ke atas. Seorang wanita bercadar berdiri di depannya.

"Semoga Erland tidak mengenaliku," batin Arisha berbicara. Dia sedikit gugup. Jantungnya berdebar kencang. Meski sudah mengenakan cadar. Dia takut Erland tetap mengenalinya.

Erland menatap tajam wanita di depannya. Raut wajahnya berubah dingin dan masam. Dia terlihat tidak menyukai wanita bercadar itu.

"Assalamu'alaikum." Arisha kembali mengucapkan salam.

"Siapa kau?" tanya Erland dengan acuh.

"Boleh duduk?"

Erland mengangguk lalu mendengus. Kenapa ada wanita bercadar di depannya? Dia paling tidak suka pada wanita yang berhijab apalagi bercadar. Wanita yang disukainya harus cantik dan seksi. Sedangkan wanita di depannya menutup semua keindahan tubuhnya. Bagaimana caranya Erland menikmati pemandangan indah itu?

Arisha menarik kursi lalu duduk. Dia menarik nafas panjangnya, bersiap menghadapi Erland.

"Perkenalkan namaku Elina Clemira. Kakek Abraham menyuruhku menemuimu di sini." Arisha memperkenalkan dirinya dengan nama dari Keluarga Mahendra. Sedangkan nama Arisha Dilara adalah nama pemberian Safira.

Erland membuang nafas gusarnya. Sudah ilfeel duluan sebelum memperkenalkan dirinya. Kalau bisa menolak dia pasti memilih kabur dari kursi tempat duduknya.

"Aku Erland Dewangkara. Tak ku sangka wanita sepertimu yang dijodohkan denganku. Heh!" Erland kesal. Dia harus dijodohkan dengan wanita bercadar. Satu wanita berhijab di kantornya saja sudah membuat dirinya panas. Apalagi ditambah satu lagi di rumah.

"Memang wanita seperti apa yang kau inginkan?" tanya Arisha. Dia sudah tahu otak mesum Erland akan berbicara apa.

"Aku ingin wanita yang cantik, keindahan tubuhnya bisa ku nikmati setiap saat. Dan memuaskanku saat bersama." Erland menjelaskan kriteria wanita idamannya. Wanita yang akan tidur bersama dengannya walaupun setelah itu Erland tidak menggunakannya lagi.

"Sayang sekali, aku tidak sesuai kriteriamu, begitupun denganmu tidak sesuai kriteriaku. Aku lebih suka lelaki sederhana, setia, dan baik hati."

"Setia? Mana ada di kamusku kata setia. Jadi istriku harus siap berbagi ranjang dengan orang lain." Erland tidak akan mau setia pada seorang wanita. Sudah cukup satu kali dalam hidupnya, dan pada akhirnya dikhianati juga.

"Oh! Mana mungkin seorang istri membagi ranjang dengan wanita lain. Aku tidak ingin menghabiskan hidupku dengan laki-laki sepertimu." Arisha tidak ingin membagi ranjangnya dengan wanita lain. Apalagi untuk laki-laki macam Erland.

"Dasar dinosaurus otaknya selalu mesum. Gak di kantor sekarang di sini. Harusnya ku paketkan dia ke bulan biar berbagi ranjang dengan alien," batin Arisha kesal. Panas hatinya harus berbicara dengan Erland yang selalu mesum.

"Kalau begitu kita sama. Kau bukan kriteriaku, dan aku bukan kriteriamu. Tapi kita tidak bisa menolak perjodohan ini."

Arisha menarik nafas panjangnya. Benar juga yang dikatakan Erland. Mana mungkin dia bisa menolak perjodohan itu. Mau tak mau bersuamikan dinosaurus mesum.

"Terus?" tanya Arisha.

"Bagaimana kalau kita menikah dulu untuk menenangkan kakek dan nenek kita. Nanti kita pikirkan bagaimana caranya berpisah. Agar mereka tidak terluka. Dan kita bisa bebas tanpa tersakiti satu sama lain. Intinya jalani dulu," jawab Erland.

"Menikah dulu?" Arisha tak paham.

"Iya, aku belum ada ide untuk membatalkan pernikahan ini. Nanti aku cari cara seiring berjalannya waktu. Kau dan aku punya privasi masing-masing. Aku tidak akan mengganggu hidupmu dan kau juga jangan mengganggu hidupku," sahut Erland.

Arisha terdiam. Dia memang tidak menyukai Erland. Akan sakit hati seumur hidup jika dia menjadi istri Erland.

"Aku ingin menikah dengan orang yang ku cintai. Orang yang menghargai wanita dan setia seumur hidupnya. Bukan lelaki yang hanya menganggap wanita seperti pakaian yang bisa gonta-ganti," batin Arisha. Dia memikirkan keputusan yang akan diambil olehnya.

"Bagaimana kau setuju atau tidak?" tanya Erland.

Arisha menarik nafas panjangnya dan menghembuskan perlahan. Keputusan yang akan diambilnya tentu ada resikonya, baik atau buruk.

"Baiklah! Aku setuju." Arisha sudah memutuskan untuk menikah kontrak dengan Erland. Semua ini demi kebaikan dirinya dan semua orang.

"Oya berapa usiamu? Bukan nenek-nenekkan?" tanya Erland penasaran dengan wanita bercadar itu.

Arisha mengepal tangan yang ada di atas pahanya. Menahan emosi yang membara karena disebut nenek-nenek.

"Apa dia pikir aku nyari brondong manis? Seenak jidat menebakku nenek-nenek!" batin Arisha bergejolak. Kalau tak ingat dia mengenakan cadar sudah menyembur Erland dengan lahar panas di dadanya.

"Coba kau tebak?" tanya Arisha balik. Dia ingin tahu Erland akan mengatakan apa.

"Tiga puluh lima mungkin," celetuk Erland tanpa pikir panjang.

"Hm. Sepertinya AC di sini kurang dingin. Tanganku panas dari tadi." Arisha menahan emosi tingkat tinggi.

"Itu karena faktor usiamu, wajar kalau semakin tua lebih cepat berkeringat," sahut Erland.

Arisha membuang nafas gusarnya. Berusaha tenang menghadapi Erland. Kalau tidak identitas aslinya bisa terbongkar.

"Apa kau ingin melihat wajahku sebelum menikah?" tanya Arisha. Lebih baik memastikan dari sekarang dari pada repot ke depannya.

"Tidak, aku tidak tertarik. Lagi pula belum tentu kau cantik. Aku tidak ingin semakin gila karena perjodohan ini," jawab Erland.

"Untung saja dia tidak mau melihat wajahku, baguslah!" batin Arisha. Dia senang Erland tidak ingin melihat wajahnya.

"Oke."

"Kau tidak perlu membuka cadarmu di depanku. Baik sekarang atau nanti. Lebih bagus tetap seperti itu." Erland tidak ingin melihat wajah Arisha. Dia sudah cukup dengan nikah kontrak yang mereka sepakati bersama.

avataravatar
Next chapter