1 Janji Berujung Malapetaka

Zayyan Alviandra Arjuna, atau biasa dipanggil Zayyan, terlihat sedang menatap aneh kerumunan yang sedang menggelar acara penutupan pengenalan lingkungan sekolah pada siswa baru, itu karena mereka menatap dirinya dengan ekspresi aneh, padahal ia baru masuk ruangan ini.

"Ngapain kalian semua ngeliatin gue kayak gitu! kaya ngeliatin pencuri!" Zayyan yang tidak tau apa apa merasa tidak nyaman karena kerumunan melihatnya dengan ekspresi aneh, seolah olah ia telah mencuri barang penting milik mereka.

"Zayyan! Dhita mau jadiin lo pacar!" dengan suara kekeh karena tawa, Dina menerangkan apa yang terjadi. Sebenarnya dirinya juga gak nyangka kalau adiknya Dhita akan menunjuk cowok itu, makanya ia tertawa hebat.

"Eh! berhenti main main sama gue! cari cowo lain aja!" ketus Zayyan sambil melambaikan tangan sebelum menjauh dari kerumunan.

'Gila-gila aja apa gue disuruh jadi pacar cewek itu, kayak gada yang lain aja' pikirnya dalam hati sambil mengambil kesibukan lain agar terhindar dari pusat perhatian.

Sementara itu Dhita yang masih syok karena jawaban adiknya, masih terdiam di atas podium di depan aula acara.

Sontak ia sangat menyesali kata kata yang baru saja ia ucapkan beberapa menit yang lalu sebelum pusat perhatian semua orang tertuju pada Zayyan.

(Beberapa menit sebelum Zayyan masuk ke dalam aula)

"Daffa, kemarilah dan tunjukkan siapa orang yang menyelamatkanmu saat itu. Kakak udah janji akan berikan tanda terima kasih sama orang itu," kata Dhita dari podium di depan aula perkumpulan acara.

Siswa kelas 3 dan kelas 2 lain yang hadir saat itu bersorak ketika mendengar Dhita akan memberikan sebuah tanda terima kasih pada siswa yang beruntung, demi apa tu cewek terkenal cuek dan cukup ketus jika berinteraksi dengan para siswa.

Jadi, nggak heran kalo pengumuman ini buat semua siswa mau meninggoy karena happy. Dalam hati mereka iri sama cowok beruntung itu.

"Boleh kami yang request tanda terima kasihnya!" teriak salah seorang siswi di kerumunan yang tidak lain adalah sahabat Dhita sendiri, Dina.

Merasa tertantang Dhita mengangguk dengan senyum kecil di bibirnya.

"Gimana kalau dia dijadiin pacar" senyum itu langsung berubah menjadi cemberut ketika ia mendengar kalimat lanjutan yang diucapkan Dina.

Apalagi ketika semua orang bersorak mendukung permintaan yang diberikan Dina, itu membuat kepalanya hampir meledak. Tapi bukan Dhita namanya jika tidak bisa mengatasi masalah sepele seperti ini, ia menerima tantangan itu dengan keyakinan mutlak.

"Oke, kalian semua, diamlah! karena kebaikan dan keberaniannya yang telah menyelamatkan adikku, aku akan menjadikan pria itu sebagai pacar!" jantungnya hampir meledak ketika mengucapkan ini tepat di depan podium acara adik kelasnya.

Adiknya pun naik ke podium dan mencari wajah pria jagoan yang menyelamatkannya, dan saat itu kebetulan Zayyan masuk kedalam aula dengan berkas file di tangannya. Lalu dengan spontan Daffa menunjuk ke arah Zayyan, karena memang dialah yang menyelamatkan dirinya saat itu.

"Daf, lo udah gila ya, gue minta lo buat cari cowo yang nyelamatin lo, kenapa malah nunjuk sembarangan." menjauhkan mic dari bibirnya, Dhita berbisik dengan wajah mengerikan, karena ia tidak menyangka kalau adiknya akan menunjuk pria itu.

"Ya, karena memang dia orangnya kak." dengan mic di tangannya yang masih berdekatan dengan bibirnya, Daffa bicara dengan santai dan itu didengar banyak orang.

"Duh, mati gue." Dhita mengumpat hebat dalam hati, apalagi ketika melihat perhatian semua orang sekarang tertuju pada cowok paling dibencinya di sekolah ini. Dhita kehabisan kata kata.

"Dhita, kok lu diam aja sih." panggil Dina dari kejauhan setelah Zayyan menolak mentah mentah niat Dhita yang ia sampaikan barusan.

Suara itu menyentak Dhita dari lamunannya, dadanya kembang kempis menahan emosi pada adiknya, dan entah mengapa emosi pada pria itu juga muncul di benaknya.

"Udah, sekarang turun!" kata Dhita pelan pada adiknya dengan mata melotot ngeri, sebenarnya ia ingin memberikan adik laki lakinya itu pelajaran tapi ia mengurungkan niatnya karena sedang berada di depan umum.

"Ini, sepertinya ada kesalahpahaman disini, aku yakin bukan Zayyan orang yang dimaksud adik saya, jadi aku akan umumkan orangnya jika sudah ketemu nanti – –" Dhita baru aja mau ngeles tapi suara adiknya yang polos terdengar dari kerumunan.

"Aku tanda sama kakak itu kok, kalo ga percaya tanya aja sendiri orang memang dia yang nyelamatin aku waktu itu." Adiknya berpikir kata kata kakaknya barusan bisa menjatuhkan reputasinya dihadapan teman baru, jadi ia langsung mengklarifikasinya.

"Daffa, lu kenapa sih." gumam Dhita dalam hati, nafasnya sudah sangat sesak sekarang. Rasanya ia ingin mengganti adik sekarang juga, yang ini sama sekali tidak berguna baginya.

Dia gak tau apa gue lagi ngalihin isu itu barusan, kenapa dia harus nyantel lagi sih. sampe rumah nanti habis lo sama gue daf! masih berdiri kikuk di depan podium, Dhita kehilangan kata kata sekali lagi.

"Tu orang pada kenapa? Dina juga, ngapain ngomong yang enggak enggak kayak gitu barusan?" tanya Zayyan dengan kesal pada Yuda, sahabat dekatnya.

Siapa juga yang gak kesal kalau diliatin sama orang satu sekolah padahal baru 1 detik masuk ke ruangan dan belum ngapa-ngapain.

"Ini parah sih, kayaknya kali ini lo ga bakal selamat bre." Yuda hanya bisa menggelengkan kepala dengan wajah datar, adegan yang baru aja disaksikannya satu detik sebelum Zayyan masuk benar benar rumit untuk diceritakan ulang.

"Lama-lama lu gua tampol ya, jelasin dulu napa baru kalau mau buat kata kiasan, gue dengerin dah ampe maghrib gue jabanin." Yuda masih mempertahankan ekspresinya dengan gelengan kepala itu, terlalu sulit baginya menceritakan ulang, apalagi langsung pada Zayyan.

"Zayyan!"

"Kak Zayyan!"

"Dhita!"

"Dhita!"

Baru aja Zayyan mau introgasi Yuda lebih jauh, tapi tiba tiba suara bergema dalam ruangan menyebut namanya dan wanita yang paling dihindarinya di sekolah ini.

"Apa-apaan ini, eh berhenti," wajahnya sudah masam sekarang, moodnya rusak karena ulah orang orang dalam aula ini yang ia sama sekali tidak mengerti mengapa bisa begini.

"Kenapa jadi gini sih, habislah gue" sementara itu Dhita yang gak menyangka kalau keadaan akan jadi seperti ini hanya bisa menggigit bibir melihat aksi teman teman dan adik kelasnya.

"Woi bisa diam gak!" emosi melihat orang orang yang terus terusan nyebutin namanya, Zayyan naik ke podium dan membentak dengan mic di tangannya.

Sontak itu mengagetkan semua orang yang ada di sana dan wajah mereka berubah menjadi takut setelah sebelumnya euforia kesenangan.

"Dina kemari lo, jelasin ucapan lo barusan" Zayyan yakin ini semua pasti ada hubungannya dengan penjelasan Dina barusan ketika ia ditatap dengan ekspresi aneh pas baru masuk aula.

Dina hanya bisa menelan ludah sambil berjalan kedepan memenuhi panggilan menyeramkan itu, jujur ia takut melihat ekspresi marah Zayyan saat ini, ya walaupun itu masih terlihat manis.

Tiba di depan, sebelum Zayyan memberikan mic Dina menjelaskan lebih dulu, "lo harus jadian sama Dhita."

avataravatar
Next chapter