1 Mr. Handsome for Breakfast

Semua orang pasti mempunyai kebiasaan mereka sendiri. Lebih tepatnya saat pagi datang pukul 6, kebiasaan orang yang santai, duduk bersinarkan matahari yang tidak begitu menyengat. Menyesap susu hangat dengan pendamping satu slice roti berisikan selai kacang. Masih menggunakan baju tidur yang sedikit tipis dan licin,

Satu desahan muncul beriringan dengan uap panas dari gelas susu tadi, duduk di sebuah kursi yang cukup empuk. Salah satu kakinya terangkat, berpose bak putri anggun. Sosok perempuan berumur 27 tahun itu menyunggingkan senyumnya.

'Hariku sempurna,' membatin sekilas, menempatkan segelas susu tadi, tanpa menyentuh rotinya, Memperhatikan sekitar, mengingat Apartement yang keluarganya tempati berada di lantai 10, dengan kamar yang memiliki jendela kaca besar, memperlihatkan pemandangan kota Jakarta di pagi hari.

Maniknya melirik sekeliling, menghela napas panjang. Salah satu tangannya bergerak anggun, mengambil satu benda kesayangannya. Sunggingan senyum itu perlahan semakin lebar, rona merah di pipinya muncul.

"Ah! Itu dia!" memekik tanpa sadar, matanya membulat antusias . Membuang semua keanggunannya tadi. Rambut hitam pendek itu bergerak perlahan, masih menggunakan gaunnya, wanita itu beranjak dari kursinya.

Satu aib yang Ia rahasiakan dari siapapun, bahkan dari keluarganya. Sosok wanita rajin, serta penurut yang tidak pernah membantah orangtua, kini berdiri memegang sebuah teropong yang Ia beli online dengan harga khusus.

Menajamkan matanya, senyumannya melebar, "Oke, tirainya terbuka!" menahan air liur yang hampir menetes. Bak orang mesum, menggunakan kemampuan matanya dengan baik, saat tirai jendela diseberang sana sudah terbuka sempurna. Sebuah Apartement Elite Type II yang berseberangan dengan Apartnya.

Sebuah keberuntungan mendapatkan kamar dengan kaca lebar dan langsung tertuju keluar.

Tubuh tegap tertutupi sebagian oleh handuk putih, check. Kulit sawo matang dengan tetes air sehabis mandi, check. Rambut seksi yang basah check, dan perut dengan enam kotak menggoda sebagai sarapan paginya, check. Menggantikan semua roti yang dibuatkan untuknya.

Tidak bisa menahan tetesan air liurnya, "Hari ini pun dia tetap sempurna, Tuan tampan-ku~" suaranya berubah, jiwa stalkernya muncul begitu saja."Eh, kenapa dia?!" sedikit kaget saat melihat tubuh tegap itu tiba-tiba menunduk sekilas.

Ternyata hanya sebentar saja, "Kukira kenapa," mengerucutkan bibir, kembali fokus pada pemandangan indah itu.

Dirinya menunggu hidangan utama, 'Ini dia!!!' berteriak dalam hati, bak fangirl. Saat tubuh tegap itu berusaha membuka handuknya, memperlihatkan sesuatu di dalam sana, yang masih tersembunyi rapat.

Reflek meneguk ludahnya, matanya hampir memerah karena tidak berkedip.

"Nona Nara!! Anda sudah bangun?! Cepatlah ke bawah! Nyonya dan Tuan sudah menunggu!" suara teriakan wanita paruh baya yang sangat Ia kenal, menghancurkan semua momentnya. Dilanjutkan dengan ketukan pintu berkali-kali.

Berdecak kesal, pandangannya teralihkan, "Sebentar Bibi! Aku masih sibuk!"

"Sibuk kenapa Non? Tuan sudah nungguin dibawah lho, sekarang tinggal nunggu Non Nara saja!" sekali lagi berteriak, wanita paruh baya itu seolah sudah terbiasa dengan tingkah Nona-nya.

"Ish, iya Bibi! Sebentar lagi!" mencoba melihat pemandangan langka itu sekali lagi, "Non Nara pasti lagi tidur ya? Ayo Non, sudah umur segitu masih malas-malasan, bangun-bangun! Kan Non harus kerja sekarang!"

Astaga! Satu hari saja kegiatannya tidak pernah tidak diganggu oleh wanita itu. "Tunggu sebentar, Bibi-"

"Bi Ina buka pintunya ya, Non!" terdengar suara kunci cadangan bergemerincing, wanita itu panik.

"Ah!! Jangan buka dulu!!" meringsek panik, suara kenop pintu berhasil dibuka, "Bibi masuk," suara itu makin keras,

'Reputasiku!!' membatin, reflek membuang teropong kesayangannya sejauh mungkin, jauh darinya. Suara retakan itu membuatnya nangis darah-

"Non Nara? Oh, sudah bangun rupanya~" wanita paruh baya itu berdiri diambang pintu, dengan wajah lega mengelus dada, melihat Nonanya sudah jauh dari tempat tidur. Berdiri menatap jendela kamar, dan nampak sehat.

"Kan tadi pelayan sudah memberikanku roti dan susu, Bibi. Jadi aku tidak perlu sarapan lagi dibawah," bergerak menutup tirai jendelanya, saat ekor mata itu melirik, melihat pemandangan indah di sebelah sana sudah menghilang. Tubuh tegap itu sudah lengkap dengan setelannya, pakaian kerja berwarna kehitaman.

'Hh, sarapan pagiku~' membatin kecewa, menatap malas Bibi di depannya. "Non Nara harus ikut sarapan sama Tuan dan Nyonya, apapun alasannya." Sosok itu berujar tegas.

Dia menyerah, "Hh, baiklah."

.

.

Vania Nara Keisya, diumur yang ke 27 tahun, berdiri di depan cermin menatap pantulan dirinya yang nampak sedikit berantakan. Mengusap rambut hitamnya yang sengaja dipotong pendek se-pundak, Manik berwarna Amber itu menatap malas. Mengerucutkan bibirnya yang tipis,

'Hh, kenapa Ayah keras kepala sekali?' membatin kesal, mengambil sebuah sisir dan merapikan rambutnya, mengikat rambut pendek itu cepat. Setelah membersihkan diri tadi secara kilat, memoleskan wajahnya dengan make up natural, tidak terlalu berlebihan cenderung menyesuaikan dengan kulitnya yang kecoklatan.

Menggunakan jeans berwarna dongker kesukaannya, dan baju berwarna biru cerah dengan gambar kartun untuk menyesuaikan pekerjaannya yang berhubungan dengan anak-anak.

Satu hal lagi, wanita itu mendesah, "Aku hanya melakukan ini karena suka," bergumam sendiri, mengambil satu buah kacamata bulat kesukaannya, menyembunyikan warna mata yang diturunkan dari sang Ibu. Menyelesaikan semua persiapan pagi yang super cepat.

Bergerak mengambil tas kecil berwarna abu-abu. Menepuk kedua pipinya cepat,

"Hhh, semangat Nara!" tak sengaja tangan itu menjatuhkan salah satu parfum, merutuki kecerobohannya. Tubuhnya bergerak hendak mengambil benda itu, "Ugh-" seperti biasa, rasa sakit itu masih ada saat tubuhnya menunduk terlalu keras.

Meringis sakit, berhasil menempatkan parfum itu kembali, "Hh, kenapa sampai sekarang luka ini tidak sembuh juga," merutuki, reflek memukul pelan bagian perutnya.

Menyingkap sedikit bajunya, menatap sebuah jaritan yang cukup panjang di daerah perut, bersinggungan dengan bagian sensitifnya. "Sejak kapan aku punya luka jaritan seperti ini, kenapa aku tidak mengingatnya sama sekali," mendesah panjang.

Memikirkan itu untuk yang kesekian kalinya, sudah cukup membuat kepalanya pusing. "Ah, sudahlah!" menutup bajunya lagi.

Berjalan meninggalkan kamar, secepat mungkin. Sedikit menyayangkan karena tidak bisa melihat pemandangan laki-laki tampan itu sampai selesai.

.

Sosok sempurna yang baru saja pindah ke sebelah Apartnya beberapa bulan lalu, tepat di samping kamarnya. Setiap pagi memberikan satu pemandangan indah, yang membuat Nara meneteskan air liurnya.

Kalian boleh menyebutknya stalker mesum. Tapi tidak salah kan? Toh, laki-laki itu juga sepertinya single, dia juga sering sekali berganti pakaian atau sekedar berjalan-jalan dengan menggunakan handuk saja. Entah tanpa kaos atau hanya celana dalam saja.

Kan salahnya dia, memberikan pemandangan indah untuk Nara. Dia tidak salah sepenuhnya. Nara hanya memanfaatkan situasi, selama sosok itu tidak menangkap basah dirinya.

"Setidaknya aku sudah dapat tenaga hari ini~" tersenyum kecil, memperbaiki letak kacamata bulatnya.

Sosok tampan yang nampak sempurna, dengan tubuh tegap, wajah tampan dan perutnya yang kotak-kotak. Bak laki-laki di dalam novel, Tuan tampan itu sudah menjadi sarapan pagi untuk mata Nara setiap harinya.

Ini rahasianya, dan tidak ada yang boleh tahu.

avataravatar
Next chapter