6 Liar

"Ck, siapa yang menjemputnya? Nara? Apa dia mengantar Kenan ke kantor?" bergumam sendiri, memasuki area kantornya sekali lagi, memarkirkan mobil dengan cepat. Senyuman anggun tadi menghilang begitu saja, tangan itu menyambet tasnya dan segera keluar dari dalam mobil.

Berjalan menuju pintu masuk lobby, melihat satu orang satpam di depan sana. "Pak, tadi ada lihat Kenan ke sini? Katanya dia diantara oleh Gurunya?" bertanya tak sabaran.

Laki-laki paruh baya itu mengangguk singkat, "Oh, iya Nona. Sekitar dua puluh menit lalu Tuan Kenan diantar ke sini sama-hm-siapa namanya, Nona Nara,"

Ternyata benar, "Oke, terimakasih," tersenyum tipis, membuat satpam itu merona sesaat. Melly bergegas masuk ke dalam lobby.

"Mira," memanggil wanita yang masih ada di tempatnya, sosok itu sepertinya tidak jadi pulang karena menunggu Bosnya pulang. "Ah, Melly! Syukurlah kau datang," berjalan mendekati wanita itu, mengelus dadanya lega.

"Mana Kenan?" pandangan Melly menjelajah mencari sosok mungil Kenan. Sementara Mira hanya mengendikkan bahunya, "Lagi di Pantry," menunjuk kearah Pantry.

"Pantry? Kenapa disana? Katanya dia diantar sama Gurunya ya?"

"Kukira kau yang menjemput Tuan Kenan. Tuan Damian kan belum selesai rapat jadi aku minta mereka menunggu, eh wanita itu malah mengajak Kenan ke Pantry. Katanya mereka ingin buat minuman sama-sama. Kalau Tuan Damian sampai tahu, aku pasti dimarahi habis-habisan!" mengajukan protesnya,

"Hh, kenapa kau biarkan mereka ke sana?" berujar tipis, berjalan menuju Pantry secepat mungkin.

"Ya mana bisa aku menolak permintaan Tuan Kenan!" mengabaikan teriakan temannya.

.

.

"Kenan mau Jus Apel yang banyak," Nara menoleh, menatap sosok mungil di sampingnya, membawa dua buah gelas. Satu gelas dengan motif Spiderman favoritenya dan satu gelas berwarna hijau muda.

"Itu pasti gelas kesayangan, Kenan ya?"

"Iya. Ayah yang beliin," tersenyum tipis, menatap gelas miliknya. Mengambil mixer yang tadi Ia gunakan untuk membuat jus. Bukan hanya warna mata, bahkan minuman kesukaan mereka juga sama.

"Baiklah, ini jus special buatan Ibu Nara!" menuangkan jus Apel dengan campuran sedikit susu ke dalam gelas milik Kenan. Manik anak itu menatap tak sabar.

"Silahkan diminum!"

"Wahh," tangan mungil Kenan berniat mengambil gelas jus tersebut, sebelum suara langkah high heels mengganggu mereka.

"Kenan!" seorang wanita muncul dari balik pintu, raut wajahnya nampak khawatir. Tanpa basa-basi menghampiri mereka berdua, lebih tepatnya mendekati Kenan. Mensejajarkan tubuhnya dengan anak itu. Memegang pundaknya-

"Ibu mencarimu tadi ke Day Care, kenapa tidak mau menunggu sebentar saja, Kenan?" wanita itu seolah mengabaikan keberadaan Nara.

Nara sendiri malah bingung, tidak tahu harus melakukan apa. Melihat dari gerak-gerik wanita itu, sepertinya dia dekat sekali dengan Kenan. Oh, atau jangan-jangan dia Ibunya.

"Tadi Kenan diantar sama Ibu Nara kok," menjawab singkat, Kenan mencoba meringsek menjauh dari depan wanita tadi. Mengambil jus Apel diatas meja, dan menyesapnya sampai puas.

"Enak jusnya," tersenyum kecil menikmati racikan jus Ibu Nara-nya.

"Ibu Nara?" pandangan wanita itu menatap ke arah Nara, seolah sadar dengan keberadaan satu orang di dalam Pantry. "Ah, maaf," bangkit kembali, membetulkan pakaian dan rambutnya yang sedikit berantakan.

Postur tubuh yang melebihi tingginya, persis seperti Nadine tapi sedikit lebih tinggi. Selera berpakaian mereka pun hampir sama, tapi wanita di hadapannya ini memiliki level yang lebih baik. Pakaian yang terkesan anggun dan dewasa.

'Jangan minder, jangan minder, please kamu cantik apa adanya, Nara!' membatin, merasakan tubuhnya mengecil di hadapan wanita itu. Reflek menggigit bibirnya, Nara tersenyum kecil. Menundukkan tubuhnya sekilas.

"Maaf, kalau tadi saya tidak ijin lebih dulu mengantar Kenan ke sini."

"A-ah, maaf saya tidak sadar. Terimakasih karena sudah mau merepotkan diri mengantar Kenan ke sini," sembari mengulurkan tangannya, "Melly Devinta, kita belum berkenalan sebelumnya, dan anda?"

Nara menyambut sedikit kikuk, "Vania Nara, salam kenal,"

Tubuh Melly sedikit menegang, mendengar nama Nara disebutkan lebih jelas dan lengkap. "Vania Nara Kei-ah!" seolah sadar dengan perkataannya sendiri.

"Maaf ? Kei-apa? Saya tidak dengar," sepertinya Nara salah dengar, wanita itu memperbaiki sedikit kata-katanya.

"Bu-bukan apa-apa, salam kenal, Nara."

Jelas sekali Nara melihat gerak-gerik wanita itu sedikit aneh, setelah dirinya menyebut nama tadi. Apa hanya perasaannya saja?

"Ibu Nara," perhatiannya teralihkan saat Kenan kembali menyentuh lengannya, bibirnya penuh dengan bekas susu dan jus, Nara terkekeh.

"Kenapa, hm?" bertanya lagi, tangannya berniat menghapus bekas jus itu di bibir Kenan. Tapi tubuh pemuda kecil itu tiba-tiba ditarik menjauh,

Nara reflek mengerjap polos, menatap sosok Melly yang memeluk Kenan. Masih dengan senyuman anggunnya, "Mm, sepertinya ini sudah larut. Saya tidak enak jika memintamu menjaga Kenan lebih lama.���

Menggantikan posisinya tadi, menghapus lembut bekas jus di bibir Kenan. "Kenan mau jus itu lagi, biar Ibu Melly ambilkan ya?" bergerak halus mengambil mixer berisikan jus tadi.

Mengusirnya dengan halus, tentu saja Nara tahu. Entah karena alasan apa, Nara yang tadinya sempat memegang segelas jus langsung saja menempatkan benda itu kembali. Tersenyum tipis. Menarik napas dalam,

"Kenan, Ibu Nara mau pulang dulu sekarang, setelah minum itu ingat gosok gigi sebelum tidur, oke?" mencoba mendekati Kenan, Melly sepertinya akan menjauhkan anak itu lagi kalau Nara menyentuhnya lebih banyak.

Alhasil Nara hanya menundukkan tubuhnya, tersenyum kecil, "Ibu Nara kenapa pulang?" terlihat raut kecewa di sana.

"Kan sudah ada Ibu Melly-mu di sini, jadi Ibu Nara harus pulang dulu."

Sosok mungil itu menunduk dengan bibir mengerucut, memegang gelasnya dengan kedua tangan, "Tapi kan Ayah belum turun,"

"Lain kali siapa tahu Ibu Nara bisa bertemu dengan Ayah Kenan. Tapi tidak sekarang," berusaha menjelaskan dengan lembut.

"Ibu Nara tidak mau makan bersama kita?"

"Tidak, Kenan. Kalau begitu sampai jumpa besok," tidak ingin memperpanjang percakapan mereka. Nara menegakkan tubuhnya. Melempar senyum pada Melly.

"Kalau begitu saya permisi dulu,"

Wanita itu masih memasang senyuman anggunnya, "Terimakasih sekali lagi. Hati-hati di jalan," melangkahkan kakinya keluar dari Pantry, sedikit melirik ke arah Kenan.

'Hh, aneh,' membatin tanpa sadar.

.

.

Rapat hari ini hanya menyangkut masalah cashflow perusahaan, tidak begitu lama. Yang menghadiri rapat hanya dirinya yang menjabat sebagai Executive Office, mengecek semua pendataan, dua kepala bagian accounting dan keuangan, serta personalia.

"Baiklah, kita akhiri rapat hari ini, terimakasih." Mengakhiri rapat, Arka merenggangkan seluruh tubuhnya yang tegang, saat ruang rapat kini nampak sepi. Tubuh tegap itu beranjak dari kursinya.

'Kenan pasti sudah menunggu,' membatin sekilas, bisa Ia bayangkan bagaimana putranya itu memperlihatkan wajah cemberut karena harus menunggunya selama ini.

Berjalan menuju ruangannya, mengambil tas dan jas berwarna hitam. Laki-laki itu sengaja melepaskannya, merasakan gerah saat berada di luar ruangan. Membiarkan baju berwarna putih itu sedikit mencetak tubuhnya.

Dia terlalu lelah hari ini, mengacak sedikit rambutnya, dan berjalan menuju lift. Apa putranya itu belum makan? Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 7 malam,

.

.

Berjalan menuju lobby, melihat bagian resepsionis sekarang nampak sepi. 'Mungkin dia sudah pulang,' dia jadi punya kesempatan untuk melihat-lihat.

Sembari berjalan, membenarkan letak kacamata bulatnya, melihat sekeliling, interior lobby yang cukup menakjubkan. Ruangan yang terkesan simple modern, dengan fasilitas yang mahal. Tanaman yang dihias di beberapa tempat membuatnya sempurna. Beberapa lampu sudah dimatikan, hanya lampu lobby, pantry dan area luar saja yang masih hidup. Sisanya mereka menggunakan lampu terang yang kecil wattnya.

Bagus tentu saja, berdecak kagum. Meskipun perusahaan Ayahnya juga termasuk besar. Seperti yang Ia katakan tadi, level di sini berbeda. Tanpa sadar pandangannya tertuju ke arah sebuah televisi elektronik yang khusus menayangkan beberapa pekerjaan perusahaan dan pemilik tempat ini-

Meskipun hanya sekilas, manik Ambernya melihat sosok yang familiar di sana. 'Hm?' menjengitkan alisnya penasaran.

Sosok tegap, yang terpampang nyata di sana. Sebuah foto laki-laki dengan postur tubuh sempurna, wajah tampan dan senyuman-lalu-

'Rasanya aku kenal,' mencoba mendekatkan langkahnya, memperhatikan lebih jelas. Sebelum slide layar itu berganti dengan beberapa foto proyek. "E-eh, tunggu dulu aku belum selesai!" bergumam tanpa sadar, bergerak makin mendekat.

Suara lift yang terdengar nyaring sukses menegangkan tubuh Nara. Kaget, Nara reflek menjauhkan tubuhnya. "Astaga, ada yang datang-" kembali bergumam, melangkahkan kakinya cepat keluar dari ruangan.

.

.

Menunggu pintu lift terbuka, hal yang pertama Arka lihat adalah seseorang yang berjalan keluar dari area lobby. Alisnya bertaut, 'Siapa? Aku tidak pernah melihatnya di sini,'

Wanita menggunakan jaket, dia sudah berada di luar sebelum Arka bertanya keinginannya datang ke sini. Tidak mungkin juga satpam di depan membiarkan orang aneh masuk ke dalam gedungnya kan? Memastikan sekali lagi, laki-laki itu melangkahkan kakinya keluar lobby.

"Oh, selamat malam Tuan Damian!"

Pandangan Arka tertuju pada mobil yang baru saja keluar dari area kantornya. "Siapa tadi? Dia bukan pegawai di sini kan?"

"Dia yang mengantar Tuan Kenan tadi, Nona Nara kalau tidak salah namanya."

Alisnya makin bertaut, "Nara?" memandang mobil yang perlahan semakin menjauh. "Ada apa memang, Tuan?" suara satpam itu kembali mengalihkannya.

��Tidak apa-apa, jadi bukan Melly yang mengantar Kenan tadi?"

"Bukan, Tuan,"

Tanpa berbicara lagi, Arka kembali masuk ke dalam lobby. Pikirannya teralih saat melihat lampu dari arah Pantry bersinar terang, melangkahkan kaki. Mendengar suara Melly tengah berbicara dengan putranya.

"Kenan?" masuk ke dalam Pantry, memanggil putranya. Sosok mungil itu langsung saja turun dari sofa. Berlari ke arahnya dengan senyuman mengembang. Tidak seperti bayangan Arka tadi, wajah cemberut Kenan?

"Ayah kok lama? Kenan sudah nunggu dari tadi?" walaupun masih protes tapi wajah manis itu nampak tersenyum.

Bergegas menggendong tubuh Kenan, "Maaf, jagoan Ayah. Tadi ada sedikit urusan kecil, jadi Ayah terlambat. Kenan diantar pulang sama siapa? Tante Melly?" pura-pura tidak tahu.

Manik bulat itu mengerjap polos, "Mm itu-" siapa yang mengira perkataan Kenan dihentikan oleh Melly.Wanita itu berjalan mendekati mereka, dengan kedua tangan bersidekap di depan dada.

"Dummy, kau harus ingat Kenan memanggilku, Ibu Melly. Ingat itu,"

"Hh, terserahmu saja, Melly." Menatap kearah Kenan lagi, "Bagaimana, hm?"

"Tadi Kenan senang diantar sama Ibu Melly, benar kan?" satu kebohongan muncul dari bibir Melly, wanita itu tersenyum anggun, mengelus rambut Kenan. Alis Arka bertaut.

Sementara pemuda kecil itu menunduk, dia hanya mengangguk kecil dan memeluk leher Ayahnya. Manik Arka menatap wanita itu, memberikan isyarat, "Dia kenapa?"

Sementara Melly hanya menggeleng tidak tahu, "Aku tidak tahu,"

Mungkin Arka akan menanyakannya lagi nanti, sekarang dia perlu menaikkan mood putranya yang sedikit terganggu. "Hm, bagaimana kalau kita makan malam sekarang di restaurant tema spiderman kesukaanmu?" mengucapkan kalimat itu dengan jelas.

Tubuh Kenan bergerak, menjauhkan tubuhnya, "Restaurant Spiderman?!" maniknya berbinar,

"Kalau putra Ayah tidak cemberut, Ayah mau mengajak Kenan ke sana."

"Mau!!"

Disebelah mereka, Melly masih bersidekap. Menghela napas panjang, mengharapkan makan malam romantis tadi dan harus digantikan dengan restaurant Spiderman? Lihatlah sekarang, sosok dingin yang tadinya enggan tersenyum pada siapapun bahkan dirinya.

Dengan mudahnya dia tersenyum, mencium dan bercanda dengan putranya. Membuang wajah dingin dan kakunya tadi.

'Hh, jalanku masih jauh. Setidaknya aku sudah meminta Kenan menyembunyikan masalah Nara,'

avataravatar
Next chapter