1 S a t u

"Gue duluan ya"

Gadis bersurai blonde itu mengangguk, sekarang dia sudah berada didalam perpustakaan sekolah.

Ketika kedua temannya memilih untuk menghabiskan jam istirahat kedua dikantin, gadis bernama lengkap Roseanne Anindira Anderson itu lebih memilih perpustakaan.

Iris coklat gelap milik Rosé itu naik turun mencari keberadaan buku yang akan dia pinjam, cukup lama sampai akhirnya wajah seorang laki laki yang tidak asing bagi Rosé muncul dihadapannya, laki laki yang sebisa mungkin dia hindari selama bersekolah di SMA Nusantara ini muncul diantara cela buku buku yang ada didepan Rosé.

"Cari apa?" Suaranya terdengar lembut menyapu indra pendengaran Rosé.

"Ck. Bikin kaget" Rosé mendengus dan langsung beralih ke rak buku yang ada disebelahnya tanpa memperdulikan laki laki itu.

Tidak sampai disitu, laki laki yang sebelumnya berada dihadapannya kini beralih kesebelahnya, entah sejak kapan laki laki dengan perawakan antagonis sekaligus menyebalkan itu menjadi sok akrab dengan Rosé.

Kalau boleh diceritakan sedikit, dari awal masuk sekolah hingga dua minggu terakhir mereka tidak pernah berkomunikasi apalagi sekedar melemparkan senyum, sama sekali tidak pernah.

Tapi sekarang? Terhitung sejak dua minggu yang lalu laki laki itu mendekati Rosé secara tiba tiba seakan akan mengisyaratkan bahwa dia ingin terus berada disamping Rosé.

Aneh.

"Gimana tawaran gue tadi pagi?" Yaps, June terus menerus menanyakan 'soal' itu.

Rosé jengah, memutar bola mata malas, enggan melirik June yang kini tengah tersenyum miring. "Gue nggak minat"

Gadis bersurai blonde itu duduk disalah satu kursi, tangannya membuka lembaran demi lembaran buku secara perlahan.

Pria itu —June— mengambil tempat dihadapan Rosè, sebelumnya sudah mengambil salah satu buku secara random. June menopang kepalanya menggunakan kedua tangannya, menatap setiap inci lekukan wajah Rosé tanpa terlewat sedikitpun.

"Masa diajak pacaran sama cowok ganteng seantero sekolah nggak mau?" June bersikeras. Tapi yang diajak bicara sama sekali tidak peduli.

Rosé mendengus. "Berisik dah lo, gue tabok juga nih! Gue udah bilang berkali kali sama lo, lo b-u-k-a-n tipe gue dan sampai kapanpun gue nggak bakal mau sama cowok berandal seperti lo!" Balas Rose penuh penekanan.

Bukannya menyerah, June malah semakin gemas melihat Rosé merocos tanpa jeda, laki laki jangkung itu beringsut lebih dekat dengan Rosé, senyum miring masih melekat sempurna menghiasi kedua pipinya.

"Gue suka deh liat lo marah-marah gini"

Rosé menautkan kedua alisnya tak paham dengan ucapan yang dilontarkan June kepadanya.

"Gemes aja gitu" Sambungnya.

Ucapan June hanya dihadiahi tatapan sinis dari Rosé, June malah terkekeh.

"Jadi pacar gue ya? Janji deh bakal nemenin lo kemanapun yang lo mau"

Rosè melirik sekilas, harap harap cemas tertangkap basah, namun yang dilirik sudah tahu lebih dulu.

"Kalau mau lihat muka ganteng gue, lihat aja, nggak usah lirik lirik gitu"

"Apaan sih lo nggak jelas!" Rosé beranjak dari tempat duduknya, sebelum benar benar meninggalkan tempat itu, Rosé menginjak kaki June membuatnya meringis. "Rasain!"

Dua buku yang baru saja dia pinjam kini sudah berada dipelukan. Rosé mempercepat langkahnya saat suara speaker yang menandakan jam istirahat telah usai berbunyi menggema disepanjang penjuru koridor.

Sepeninggalan Rosé sepuluh menit yang lalu, June belum berniat bangkit dari tempatnya, padahal perpustakaan adalah salah satu tempat yang menurutnya tidak keren sama sekali.

Melihat beberapa murud yang masih ada disebelahnya berkutat dengan buku buku tebal membuat mata June sakit, pria itu menggeleng lantas melirik buku tebal yang diambilnya asal demi terlihat keren dimata Rosé.

June terbelalak kaget melihat judul yang tertera dicover buku itu. "WTF! Apaan nih"

'Menanti kehadiran sang buah hati'

Sejak kapan buku seperti ini ada diperpustakaan sekolah?

Atensi June beralih pada benda pipih yang sedari tadi tergeletak dihadapannya, ponsel itu berdering dan memperlihatkan sederet nama.

Bramsetyo Wirajaya.

"Oy lo dimana?" Suara bariton dari seberang sana menginterupsi.

"Dimana aja terserah gue, mau apa lo?"

"Serius kampret!"

Tubuh jangkung itu kini sudah bersandar ditembok, salah satu tangannya ia masukkan kedalam saku celana sambil menggoda beberapa siswi yang masih berlalu lalang dihadapannya.

Dia terkekeh. "Depan perpus, kalau nggak penting matiin aja, ntar abis pulsa gue"

"Heh pinter! Ini gue yang nelpon, gimana ceritanya jadi pulsa lo yang abis"

Lagi. June terkekeh. "Becanda elah, tegang amat lo kek kanebo kering"

Terdapat jeda beberapa saat sampai akhirnya suara dari seberang sana kembali terdengar.

"Sini lo"

"Ogah. Siapa lo nyuruh nyuruh gue?"

Kalau saja Bram tidak bisa bersabar mungkin saat ini dia sudah sibuk mengabsen nama nama hewan yang ada dikebun binatang sesekali mengumpat.

Bagaimana tidak, June ini salah satu sahabatnya yang punya tingkat menyebalkannya diatas rata rata. Bram mencebik.

"Untung jauh lo, kalau deket udah gue cekek lo! Sini buruan ke basecamp, anak anak yang lain udah ngumpul, tinggal tunggu lo mau atur rencana buat balas dendam ke anak anak Trijaya"

June tersenyum miring. "Yo tunggu lima menit lagi" Tanpa menunggu jawaban dari Bram, June buru buru memutuskan sambungan teleponnta membuat salah satu pihak disana menghela napas panjang.

"Nggak pernah berubah"

✨✨✨

Dikelas Rosé sudah misuh misuh tidak jelas, curhat panjang lebar dengan Allysa —sahabatnya. Daritadi gadis berponi itu hanya menyimak, mulutnya sibuk mengunyah cilok yang dia beli waktu istirahat, entah kenapa daritadi sebungkus cilok yang ada digenggamannya tak kunjung habis, Rosé jadi kesal sendiri, curhatannya seperti angin lalu yang masuk ditelinga kanan dan keluar begitu saja dari telinga kiri.

"Allysa! Lo denger gue nggak sih?"

Gadis pemilik nama lengkap Allysa Syafira itu hanya mengangguk. "Iya gue denger, June nembak lo, ya terus kenapa? Lo mau gue tembak balik?"

Rosé mendecak kesal. "Ya nggak gitu Lisa, maksud gue—" Ucapan Rosé menggantung diudara. "Ah udahlah, capek ngomong sama lo, dapet solusi enggak, darah tinggi iya!"

Allysa menepuk bahu Rosé, entah kenapa wajahnya menjadi lebih serius.

"Ada banyak hal didunia ini yang nggak bisa dipahami dengan cepat, tapi semua yang terjadi enggak mungkin cuma kebetulan, mungkin ada maksud lain dibalik itu semua, nggak usah pusing, santai aja"

Mendengar penuturan yang tidak biasa dari mulut Allysa membuat Rosé mendelik tak percaya. "Sejak kapan lo jadi bijak gini?"

"Nggak tahu, tadi abis kepentok pintu depan"

✨✨✨

Sebisa mungkin Rosé mempercepat langkahnya, mengambil langkah besar agat cepat keluar dari area sekolah. Sedari tadi Rosé mati matian mencoba menghindari murid berandal seantero sekolah yang mana dua minggu terakhir tidak pernah absen menunjukkan wujudnya dihadapan Rosé.

Namun langkahnya beberapa kali terhenti karena satu persatu murid dari kelas lain juga keluar dari kelasnya.

"Oy Rosé tungguin!" Jauh dibelakang sana gadis berponi itu sibuk merapikan beberapa helai rambutnya yang sudah kusut karena ulah Dito—pacarnya. Teriakan itu hanya dibalas lambaian singkat dari gadis pemilik nama Roseanne Anindira Anderson itu.

"Gue buru buru Lis, duluan ya!"

Lisa mengerucutkan bibirnya dan memilih masuk kembali kedalam kelas, menghampiri Dito yang masih sibuk menyusun buku bukunya didalam loker kelas.

"Aku tarik lagi kata kata aku tadi, pulang bareng ya" Lisa bergelayutan manja dilengan kekar milik Dito itu.

Iris coklat gelap itu menjadi serius, jari jemarinya dengan lihai mengetikkan sesuatu diponsel yang sedari tadi dipegangnya.

Abang Chan : Sorry nih ya, tapi gue ada janji sama Wenda

Roséanne : Aelah, kenapa nggak bilang dari tadi sih? Tau tadi gue pulang bareng Lisa aja

Abang Chan : Ye sorry dek, namanya juga lupa

Roséanne : Tau ah, gue ngambek. Pokoknya pulang harus bawa es krim sekontainer buat gue!

Abang Chan : Nggak sekalian sama toko tokonya?

Roséanne : Nggak, lo kan nggak punya duit

Abang Chan : Ebuset, punya adek satu gini amat

[Read]

Abang Chan : Hati hati dek, kalau udah sampe rumah kabarin gue

[Read]

Rose menghela napas berat, kalau sudah seperti ini mau bagaimana lagi, satu satunya cara buat pulang ya naik ojek online, walaupun terbesit di otaknya sedikit kenangan yang tidak mengenakkan yang terjadi saat dia pulang naik ojek online dulu.

Jujur saja trauma itu terkadang masih menghantuinya, tapi kalau sudah begini ceritanya, mau tidak mau Rosé menepis rasa takutnya.

Disekitar area sekolah juga sudah terlihat sepi dan mustahil jam 5 sore seperti ini akan ada bus yang akan lewat didepan sekolahnya.

Dengan ragu Rosé membuka aplikasi ojek online, belum sempat memesan, Rosé terbelalak kala menangkap sosok June yang entah sejak kapan sudah berada dihadapannya dengan motor CBR miliknya.

Dia menatap Rosé tak lupa dengan senyum khas sambil sedikit merapikan rambutnya.

"Naik"

✨✨✨

Roseanne Anindira Anderson

"Gue nggak pernah nyangka, ternyata lo sejahat itu"

Junevan Algerio Abraham

"Maaf, maaf dan maaf, cuma itu yang bisa gue bilang buat nebus kesalahan gue ke lo"

Allysa Syafira

"Kebahagiaan gue di dunia ini cuma tiga hal, makan, makan dan makan"

Bramsetyo Wirajaya

"Sumpah lo sebego itu, bisa bisanya ngelakuin hal yang nggak bermutu kek gini"

Aldito Damarion

"Gue seneng kalau Allysa seneng"

Chandriawan Felix Anderson

"Nyakitin apalagi bikin adek gue nangis, abis lo sama gue!"

Wenda Tri Beverly

"Lupain sekiranya hal itu nyakitin, buat apa dipertahankan kalau ujung ujungnya juga bakal bubar"

[Palembang, September 09, 2019]

avataravatar