webnovel

SECOND TIME

Mario Pratama, Mahasiswa UI yang meninggal terbunuh di rumahnya sendiri. Mendapat kesempatan kedua untuk menemukan siapa pembunuhnya karena polisi telah menutup kasus ini sebelum kasusnya selesai. Alifya Zahranti, salah satu siswi SMA PERMATA di Jakarta. Hidupnya menjadi berubah semenjak bertemu dengan pemuda aneh dan tampan yang meminta bantuannya untuk mengungkap kasus kematiannya.

dian_nurlaili · Teen
Not enough ratings
18 Chs

Part 16

Setelah menjalani perawatan intensif selama satu minggu, Ify diijinkan untuk meninggalkan rumah sakit. Tentunya dengan berbagai syarat yang membuat Ify memutar bola matanya malas. Oh ayolah ia sudah telalu bosan berbaring terus di rumah sakit. Meski sesekali Gabriel membawanya ke taman rumah sakit dengan kursi roda, tapi ia merasa seperti orang yang mempunyai penyakit parah.

"Aku bisa sendiri, Iel!" Ify mendengus malas. Ia hanya ingin minum tetapi pemuda itu memaksa ingin meminumkan. Hey, ia hanya sakit di bagian perut, bukan lumpuh hingga tak bisa sekedar menggerakkan tangan.

"Iya, iya." Gabriel mengalah.

Keadaan hening beberapa saat sebelum Gabriel membuka percakapan.

"Fy, maaf!"

Ify mengerutkan keningnya bingung.

"Minta maaf buat apa? Emang udah lebaran ya?"

Gabriel berdecak sebal. "Aku minta maaf karena gak bisa melindungi kamu dengan baik, padahal aku sudah menyanggupi untuk menjagamu."

Ify semakin dibuat bingung dengan Gabriel.

"Siapa yang nyuruh jagain aku sih? Kaya bocah aja dijagain," ucap Ify dengan dengusan sebal.

Gabriel tersenyum kecil lalu mengacak rambut Ify membuat sang empunya berontak.

"Rio yang minta."

Badan Ify menegang.

Apa telinganya tidak salah dengar?

"Ma--maksut kamu?"

Gabriel tersenyum penuh arti. "Aku indigo, Fy!"

Ify melotot. Ia sama sekali tidak menyangka jika pemuda yang kelakuannya begitu aneh ini seorang indigo. Tapi kalau dipikir-pikir nggak aneh juga, sih!

"Jadi ...." Ucapan Ify menggantung, tapi Gabriel paham lalu mengangguk pelan.

Ify menghembuskan napasnya.

"Bilang apa saja dia?" tanya Ify yang lumayan penasaran karena Rio menitipkan dirinya pada Gabriel.

Seketika ia juga teringat dengan mimpinya saat ia koma.

Apa mungkin?

Tak ingin berspekulasi lebih jauh, Ify memilih untuk menunggu Gabriel menjelaskan.

Selama lima belas menit, Ify hanya terdiam mendengarkan penjelasan Gabriel yang menceritakan kronologi dimana Rio memintanya untuk membantu Ify dan juga permintaannya untuk menjaga gadis itu.

Ify tertegun. Ada sesak yang menyakitkan terasa di relung hatinya. Ia sadar, tapi ada sedikit perasaan tak rela di hatinya. Meski ia tak bisa untuk mengatakan jika ia juga jatuh cinta sama pemuda yang selama ini merecoki hidupnya. Ia hanya terbiasa, dan saat kebiasaan itu hilang, rasanya hampa.

"Fy!"

Ify tersentak kaget lalu tersenyum tipis melihat Gabriel yang memandangnya khawatir.

"I'm Okay. Bisa ikut aku?" tanya Ify sambil mencoba bangkit dari rebahannya.

Menyebalkan! Ini adalah paksaan dari Ibunya dan Gabriel yang menyuruhnya terus rebahan layaknya ia punya penyakit kronis yang siap mati.

"Eh, kamu mau kemana? Kamu masih butuh istirahat, Fy!" cegah Gabriel namun tangannya cekatan membantu Ify bangkit.

"Istirahat terus sampai kapan, hah?! Aku bukan Nenek-nenek yang harus rebahan tiap hari, aku bukan pasien penyakit kronis, Gabriel! Please, ada yang harus aku selesaikan secepatnya!"

"Tap-"

"Bantu atau aku tidak akan mau mengenalmu lagi, Iel."

Gabriel melotot. Ancaman ini lebih mengerikan dari sekedar ngambek bicara atau ancaman ala cewek lainnya.

"Oke, tapi jangan terlalu kelelahan. Kalau kamu merasa ada yang sakit cepat bilang dan jangan coba-coba sok kuat. Aku akan mengantarmu!"

Ify hanya bisa mengangguk pasrah dengan sederet syarat menyebalkan dari pemuda di hadapannya ini. Tak sepenuhnya salah, sih. Karena bekas jahitan di perut Ify terkadang masih terasa nyeri jika ia gunakan untuk beraktifitas yang membutuhkan banyak tenaga.

*****

Gabriel menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah gerbang tinggi bercat hitam yang melindungi sebuah rumah mewah di dalamnya.

Ify keluar dari mobil Gabriel dan berjalan membuka pagar seolah sudah pernah kemari. Gabriel hanya diam mengikuti Ify yang kini telah berdiri di depan pintu dan memencet belnya.

Tak berapa lama, pintu terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya yang Ify yakini sebagai Ibu Rio. Karena orangnya berbeda dengan bibi kemarin yang menemaninya.

"Siapa, ya? Ada perlu apa?" Wanita paruh baya itu memicingkan matanya. Menatap Ify dan Gabriel bergantian dengan raut wajah yang heran.

"Saya Ify Tante dan ini Gabriel. Kita berdua temannya Rio." Ify menjawab dengan senyuman lebarnya. Meski tak bisa ia pungkiri jika ada sedikit rasa gugup yang ia rasakan.

Ify menangkap raut terkejut yang segera disembunyikan oleh Ibu Rio.

"Silahkan masuk!" Ucapnya sambil memberi jalan agar Ify dan Gabriel bisa masuk ke rumahnya.

Sampai di dalam, Ify melihat lelaki paruh baya yang tengah duduk di sofa dan sibuk dengan laptop di pangkuannya. Nampak acuh tak acuh meski sadar jika ada tamu di rumahnya.

"Duduk dulu, saya ambilkan minum sebentar!"

"Ah, nggak usah repot-repot, Tan. Kita di sini cuma sebentar, kok!" balas Ify merasa tak enak merepotkan tuan rumah.

"Nggak ada yang repot, kok! Tunggu sebentar, ya!"

Tanpa menunggu jawaban Ify, Ibu Rio masuk ke dapur, meninggalkan ruang tamu yang kini hanya berisi keheningan karena canggung yang berlebih.

"Jadi, ada apa kalian kemari?" tanya Ayah Rio sambil melipat laptopnya setelah sekian lama keadaan hening tanpa suara.

Baru saja Ify hendak menjawab, Ibu Rio datang dari dapur dengan nampan di tangannya. Empat cangkir teh dan setoples kacang kini telah tersuguh di hadapan mereka.

Ify berdehem untuk mencairkan kecanggungan yang begitu terasa di ruang tamu itu.

"Begini Tan, saya turut berduka cita dengan meninggalnya Rio. Saya baru mendengar kabarnya, jadi saya baru bisa ke sini."

Ify menjeda ucapannya melihat reaksi kedua orangtua Rio yang terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Sebelumnya, saya mendapat amanah dari Rio, Tan. Katanya saya harus mengambil barang di kamarnya, apa boleh?" Ify harap-harap cemas menanti ijin. Ia adalah orang baru yang mengaku sebagai teman saja. Padahal jangankan berteman, mereka bertemu saja setelah kematian.

"Benarkah kamu temannya Rio?" Ibu Rio memicing curiga.

Ify mengangguk meyakinkan. "Tante bisa mengawasi saya di kamar Rio."

"Baiklah! Ayo ke kamar Rio!"

Senang tak kepalang dirasakan Ify saat Ibu Rio mengijinkan dengan mudah. Dengan begitu, tugasnya akan cepat selesai. Ify hanya tak ingin, ia terbeban dengan rasa bersalah karena tak mampu melaksanakan apa yang sudah ia sanggupi.

"Uh!" Ify meringis kala merasakan bekas jahitannya yang tertarik menimbulkan sensasi seperti ditusuk jarum.

"Kamu nggak apa-apa?" Gabriel menatap Ify khawatir dan menopang tubuh gadis itu. Menuntun dengan pelan untuk naik ke kamar Rio di lantai dua.

Kamar milik Rio sangat nyaman. Dekornya pun khas laki-laki, maskulin dengan cat berwarna abu-abu dan hitam. Sedikit perabotan yang berada di kamar Rio, sehingga Ify merasa kamar ini begitu luas. Harum musk yang tercium memanjakan hidung Ify. Tanpa teras, satu tetes air mata jatuh kala mengingat mimpi yang cukup membuatnya sesak.

"Fy!"

Ify dengan cepat menghapus air matanya dan menatap Gabriel. Satu anggukan dari pemuda itu membuat Ify mulai melangkah ke meja belsjar Rio dan membuka laci dibawahnya.

Sebuah kotak kado yang berukuran lumayan besar berwarna biru dengan pita merah sebagai hiasannya kini berada di tangan Ify.

"Apa itu?" Ibu Rio mendekat dengan wajah keheranan.

Ify menyodorkan kotak kado itu membuat Ibu Rio semakin heran, sementara ayah Rio dan Gabriel hanya melihat saja.

"Selamat ulang tahun pernikahan untun Tante dan Om!"

Ibu Rio menutup mulutnya dengan bendungan air mata yang siap tumpah. Ayah Rio yang sedari tadi hanya bersandar di pintu mendekat dan mengulurkan tangannya yang sedikit bergetar untuk menerima kado itu dari tangan Ify.

Ify berusaha mati-matian untuk menahan air matanya agar tak ikutan jatuh, tapi gagal.

Tetes demi tetes pun ikut terjun dari pelupuk matanya yang terasa panas.

"Rio anakku!" Ibu Rio berteriak histeris hingga pingsan yang membuat semua orang panik.

"Ibu!"

"Tante!"

****

See u next chap 👋👋

Thanks

_Dee

Sidoarjo, 17 Maret 2020