webnovel

SECOND TIME

Mario Pratama, Mahasiswa UI yang meninggal terbunuh di rumahnya sendiri. Mendapat kesempatan kedua untuk menemukan siapa pembunuhnya karena polisi telah menutup kasus ini sebelum kasusnya selesai. Alifya Zahranti, salah satu siswi SMA PERMATA di Jakarta. Hidupnya menjadi berubah semenjak bertemu dengan pemuda aneh dan tampan yang meminta bantuannya untuk mengungkap kasus kematiannya.

dian_nurlaili · Teen
Not enough ratings
18 Chs

Part 14

Karena seringnya dibangunin Rio subuh-subuh, kini Ify bisa bangun sendiri tanpa harus melalui campur tangan Rio ataupun Gina. Hal itu tentu saja membuat Gina senang bukan kepalang. Ia bisa mulai untuk maskeran  karena ia merasa selama membangunkan Ify yang tertidur, kulit wajahnya terasa lebih cepat berkerut karena menahan kesal dan amarah.

Seperti saat ini, Ify sudah sampai di sekolah saat bel masuk masih lima belas menit lagi berbunyi. Setelah mendudukkan diri di kursi, Ify meletakkan kepalanya di meja. Agni belum datang, sehingga ia bebas untuk menguasai seluruh meja.

Entah sudah berapa lama, Ify tiba-tiba mendengar bel yang berbunyi. Ify mendongakkan kepalanya dan benar saja, bel masuk sudah berbunyi. Ia sedikit mengeryitkan keningnya saat Agni belum juga datang.

Ify berniat bolos tapi guru matematika itu terlanjur datang. Dengan mood yang setengah baik, Ify memutuskan untuk tidur saja. Toh, meteri ini sudah ia pahami.

Entah sudah berapa lama Ify tertidur, hingga ia merasa badannya bergoyang. Melenguh pelan, Ify mengangkat kepalanya Dan mendapati Gabriel sudah duduk di sebelahnya.

"Apaan, sih?" sungut Ify sambil kembali menelungkupkan wajahnya ke meja.

"Kantin, yuk!" Gabriel tak henti menggoyangkan badan Ify. Merengek seperti anak kecil yang minta jajan ke ibunya.

Gadis yang masih setengah ngantuk itu mengangkat kepalanya lagi Dan baru sadar jika penghuni kelas tinggal beberapa saja. Rupanya sudah waktu istirahat. Pantas saja Gabriel terus merengek seperti ini.

"Ngantuk, kamu aja yang ke kantin," tolak Ify karena ia ingin melanjutkan mimpinya yang sempat tertunda.

"Ayolah! Udah istirahat ini."

"Aku ngantuk, Iel."

Ify berniat kembali tidur saat Gabriel nekat menggendongnya.

"GABRIEELLLL, TURUNIN GAK??!" Ify berteriak histeris.

"Tapi temenin ke kantin." Gabriel berhenti di dekat pintu.

"Iya, iya." Ify memilih menurut daripada ia menanggung malu karena tingkah Gabriel yang luar biasa ini.

Setelah diturunkan, Satu tepukan keras melayang ke pundak Gabriel.

"Auhhhh ... sakit, Fy!" pekik Gabriel sambil mengusap pundaknya yang terasa getir. Ify memang perempuan, tapi jangan remehkan tenaganya.

"Makanya jangan sembarangan."

"Iya iya maaf," ucap Gabriel dengan bibir yang maju.

Ify hanya memutar bola matanya malas dan berjalan mendahului Gabriel ke kantin.

Sampai di kantin, Ify kembali menelungkupkan kepalanya ke meja membuat Gabriel menggelengkan kepalanya.

"Untung cantik," desis Gabriel pelan lalu memilih untuk memesan makanan sekalian untuk Ify.

Ify hampir saja kembali ke dunia mimpi andaikan ia tak merasakan tiupan lembut yang menggelitik telinganya.

Dengan wajah malas, Ify mengangkat kepalanya dan hampir terjengkang saat mendapati wajah Rio yang sangat dekat dengan wajahnya.

"Lo ngapain?" bisik Ify pelan karena tak ingin mengundang perhatian para siswa yang sedang menikmati makan siang mereka. Untung saja tempat yang ia pilih pas karena berada di pojok dan jauh dari kerumunan para siswa.

"Aku merasa, waktuku hampir habis." kata Rio pelan namun membuat Ify melotot.

"Tapi gue belum berhasil mendapatkan buktinya, Yo!" sahut Ify dengan cemas.

"Makanya jangan tidur mulu," sahut Rio sambil menepuk kepala Ify pelan.

Gadis berdagu tirus itu menghembuskan napasnya kesal dan mendelik sebal ke arah Rio yang tersenyum lebar tanpa dosa. Entah kenapa, Ify merasa ada yang berbeda dari sorot mata pemuda itu.

Ify mengurungkan niatnya bertanya saat Gabriel datang dengan dua mangkuk bakso ditangannya.

"Nih, makan! Biar badannya gak kaya triplek."

"Ups ...." Gabriel menutup mulut saat Ify melayangkan tatapan mautnya. Andai tatapan mata bisa membunuh, mungkin Gabriel tinggal nama sekarang.

"Makan atau mati," desis Ify yang membuat Gabriel bergidik ngeri. Bisa-bisanya ia suka dengan cewek mengerikan seperti Ify.

Dengan patuh, cowok hitam manis itu menikmati makanannya dalam diam, sesekali melirik Ify yang terlihat tengah berpikir keras.

Sedang asyik makan, tiba-tiba ponsel Ify berdering tanda pemberitahuan yang hanya Ify seorang yang mengerti. Buru-buru, Ify memasang earphonnya dan mendengarkan rekaman di ponselnya.

Semua tingkah Ify tak luput dari Gabriel, hanya saja cowok itu memilih untuk diam karena tak mau mengganggu Ify yang sedang serius.

Ekspresi wajah Ify datar, sehingga Gabriel sulit untuk menebak apa yang sekarang sedang didengarkan oleh Ify.

Selang satu menit kemudian, Ify memandang Gabriel penuh arti dan menyeret pemuda itu tanpa mengatakan apapun.

"Eh, pelan-pelan napa sih?" sungut Gabriel saat Ify menyeretnya dengan setengah berlari. Bukannya apa-apa, ia sekarang seperti seorang suami yang ketahuan selingkuh dan diseret pulang oleh istrinya. Terbukti dari beberapa murid yang memandang mereka dengan tatapan geli.

Tanpa mempedulikan Gabriel yang terus menggerutu, Ify tetap menyeret pemuda itu hingga sampai di kelas.

"Ambil!" Gabriel menangkap tasnya yang dilemparkan Ify dan memandang gadis itu dengan rasa heran yang semakin memuncak.

Belum sempat bertanya, ia kembali diseret Ify keluar kelas. Beberapa teman sekelas tampak bertanya namun tak dipedulikan oleh Ify. Sementara Gabriel hanya memandang heran.

"Mau kemana, sih?" tanya Gabriel bingung tapi juga tak berniat melepaskan genggaman Ify. Yah, meskipun istilah yang tepat ia sedang diseret tapi tetap saja Ify menggenggam tangannya.

"Bolos," sahut Ify singkat sampai mereka tiba di gerbang belakang. Untung saja tak ada satpam yang berjaga hingga mereka selamat sampai tepi jalan raya.

"Mobil gue gimana?" protes Gabriel karena mobilnya masih di sekolah.

"Lo kan kaya, masa gitu aja bingung, suruh sopir lo ngambil lah, atau beli lagi!"

Oke. Gabriel memilih untuk tak lagi bertanya daripada ia mati kutu. Sepertinya gadis ini sedang pms.

Ify melambai ke taksi yang kebetulan melintas.

Gabriel memilih diam dan menurut. Tak apa, asal ia bisa terus bersama gadis ini.

Selama sepuluh menit di taksi, mereka tiba di sebuah rumah yang membuat Gabriel kembali menggaruk kepalanya bingung. Pasalnya, mereka kini sedang berdiri di depan rumah Della.

Berkali-kali bertanya, Gabriel tak mendapat jawaban. Alhasil ia hanya mengikuti Ify yang berjalan dengan pasti ke rumah Della. Tanpa mengucapkan salam, Ify membuka pintu dan mendapati Della serta Riko yang masih berbincang di ruang tamu.

Keduanya tampak terlonjak kaget sementara Ify tersenyum miring.

"Lo nggak punya sopan santun, hah?" bentak Riko dengan wajah yang merah padam.

Sedikit banyak, Gabriel paham dan berjaga-jaga jika sepupunya itu berbuat nekat.

"Buat apa gue harus sopan? Justru gue sengaja biar gue bisa mergokin kalian berdua, dan lo Dell, buat apa lo berpura-pura menjadi Dea?" Ify langsung menuding ke arah Della.

"Maksut lo apa, hah?" sentak Della tak terima.

"Maksut gue? Cuma mau bertanya tujuan lo bunuh Rio itu apa?" tanya Ify dengan santai. Berbeda reaksi dengan Gabriel, Della dan Riko yang terkejut.

"Lo punya bukti apa? Gue bisa jeblosin lo ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik." Riko semakin murka.

"Oh ya? Kalau ini apakah masih pencemaran nama baik?" Ify memutar rekaman di hapenya. Rekaman percakapan Della dan Riko yang kebetulan membahas kebusukan mereka.

Della dan Riko pias, sementara Ify tersenyum remeh.

Tak di sangka, Riko merangsek maju hampir merebut ponsel Ify jika Gabriel tak sigap dengan memberikan bogeman mentah ke sepupunya itu.

"KENAPA LO MUKUL GUE, BEGO! GUE SEPUPU LO!" Riko berteriak marah sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah.

Gabriel tersenyum miring. "Gue nggak pernah punya saudara pembunuh seperti lo."

"Lo jangan percaya sama ucapan cewek itu, dia cuma fitnah gue!" elak Riko.

Dengan santai, Gabriel berjalan mengambil sebuah pigura photo di atas nakas.

"Kenapa gue nggak bisa percaya sama Ify?" Gabriel mengambil alat penyadap suara dari balik pigura itu.

"Shit!!!"

Riko baru saja ingin mengambil ponsel Ify lagi tetapi dihalangi oleh Gabriel. Della yang ketakutan pun menghampiri Ify dan berniat menghapus rekaman itu.

"Eits, nggak semudah itu Dell." Ify tersenyum miring sambil memasukkan ponsel ke dalam tasnya.

Della kalap, ia mengambil pisau dan mengancam Ify untuk memberikan ponselnya.

"Berikan ponselnya atau gue bunuh lo!"

Ify menggeleng membuat Della semakin berang dan menyerang Ify dengan brutal.

Beruntung, Ify memiliki refleks yang bagus sehingga bisa menghindar, tapi itu tak membuat Della menyerah.

Gabriel yang tengah menghadapi Riko melihat Ify khawatir karena Della membawa senjata tajam. Hingga saat Ify lengah, Della menusukkan pisaunya.

"IFY!!!!"

*****

_Dee

Sidoarjo, 15 Maret 2020