webnovel

Awal Bertemu

Kegiatan MOS sudah berakhir, dan sekarang adalah hari dimana semua siswa SMA GARUDA memulai lagi aktivitas seperti kurang lebih dua minggu lalu.

Untuk kelas 10 mungkin hari ini adalah hari yang sangat ditunggu tunggu. Karena hari ini adalah hari dimana kita bisa mengenal teman baru, guru baru, dan mungkin pacar baru.

Begitupun dengan gadis yang satu ini. Bahkan dia sangat antusias karena tak sabar ingin bertemu teman teman baru. Dia Banyu, Akhara Banyu Alameta.

"Mi, Pi, aku berangkat dulu. Assalamualaikum." pamit Banyu mencium punggung tangan Dita dan Wisnu.

Dita dan Wisnu mengangguk. "Hati hati, waalaikumsalam."

Banyu berjalan menuju halaman depan, ia tersenyum senang karena Mang Ujang sudah siap dengan mobilnya. Jadi, tinggal berangkat.

"Mang Ujang, Banyu udah siap. Ayo berangkat." ucapnya tersenyum lebar.

Mang Ujang menoleh melihat anak majikannya itu. Tumben sekali anak majikannya ini sudah rapih, padahal baru pukul 6.20. Biasanya pas SMP juga selalu berangkat pukul 6.45.

"Non Banyu tumben, biasanya berangkatnya kalau udah mau jam tujuh."

"Iya dong Mang, ini kan hari pertama sekolah. Jadi harus semangat!" ucap Banyu sambil melambungkan tangannya ala ala superhero.

Mang Ujang tertawa melihat anak majikannya itu. Kadang lucu, kadang galak. "Siap Non. Mang Ujang ambil kunci mobil sebentar."

Dari dulu memang Banyu selalu berangkat sekolah diantar oleh Mang Ujang. Kadang juga diantar oleh Gio, Kakak Banyu. Tapi untuk hari ini tidak. Karena Gio sedang berada di rumah Nenek.

Banyu menatap bangunan besar di depannya. SMA GARUDA, salah satu SMA incarannya. Dan sekarang? Banyu adalah salah satu siswa di sekolah ini.

Banyu mendekatkan ponselnya ke arah telinganya. "Lo udah di kelas, Ta?"

"Udah nih, lo buruan kesini. Jena juga udah berangkat."

"Oke, gue kes-"

TIN!

"HP GUE!" pekik Banyu menggelegar. Bagaimana bisa ponsel satu satunya itu melompat ke arah selokan di dekatnya. Bukan melompat, tapi itu karena Banyu yang tak sengaja melemparnya.

Banyu menoleh ke arah sang pelaku. Arghh, ternyata cowok. "Hp gue! Ambilin gak mau tau!"

Lelaki itu hanya diam diatas motor besarnya. Perasaan ia hanya membunyikan klaksonnya, tapi kenapa ponsel gadis itu bisa jatuh ke dalam selokan?

Banyu mendengus kesal karena tak kunjung mendapat jawaban. "Ambilin! Lo kan yang ngagetin gue!"

"Lo yang ngelempar sendiri ke selokan, bukan gue!" sanggah lelaki itu tak terima.

"Tapi kan lo-" ucapan Banyu terpotong karena lelaki itu langsung meninggalkannya.

"HEH GUE BELUM SELESAI NGOMONG!" pekik Banyu semakin kesal.

Kejadian itu tak luput dari pandangan semua siswa yang baru saja sampai di sekolah. Dan Banyu tidak peduli, karena yang terpenting saat ini adalah ponselnya.

----

"Sumpah, Nyu? Terus gimana tuh keadaan hp lo?" ucap Tata menatap Banyu tak percaya.

"Mati." dengus Banyu.

"Pantesan pas lo nelpon gue tiba tiba mati. Jadi lo tadi ditabrak orang terus Hp lo jatuh ke selokan gitu?" Banyu mengangguk mendengar ucapan Tata. 

Walaupun sebenarnya itu bukan sepenuhnya salah laki laki itu, tapi tetap saja. Masalah utama kenapa ponselnya bisa jatuh itu karena laki laki itu.

Banyu menegakkan tubuhnya. "Gak di tabrak si ,Ta. Tapi cuma bunyiin klakson."

"Tapi kan tetep aja itu masalahnya, lagian gue juga tadi udah dipinggir kok." ucap Banyu masih terima.

Jena menatap ponsel yang sedang ia pegang. "Hp gak murah loh harganya,"

Banyu mengangguk setuju. "Gue gak punya uang buat beli lagi, gue belum kerja."

"Cob- gurunya udah dateng. Gue ke meja dulu Nyu." ucap Tata cepat, kemudian pergi ke mejanya. Begitupun dengan Jena.

"Selamat pagi anak anak." sapa seorang guru yang sedang berdiri di depan, sepertinya dia yang akan menjadi wali kelas.

"Pagi Bu!"

"Perkenalkan nama saya Yuli Fatmawati, kalian bisa panggil saya Bu Yuli. Dan saya yang akan menjadi guru Sejarah sekaligus wali kelas kalian disini."

Setelah melakukan berbagai perkenalan, akhirnya bel istirahat pun berbunyi. Ini kan yang paling ditunggu tunggu semua orang?

"Nyu, lo udah nemuin Kak Maura belum?" ucap Tata di tengah tengah perjalannnya menuju ke kantin.

Banyu menepuk dahinya pelan. "Ya ampun gue lupa!"

"Tapi ntar dulu lah, gue laper." sambung Banyu nyengir.

"Kak Maura kenapa emangnya nyuruh kita buat nemuin dia?" ujar Jena bingung.

Tata mengedikkan kedua bahunya. "Ntar juga tau kalo udah ketemu."

Mereka bertiga segera memesan makanan setelah sampai di kantin. Suasana kantin sangat ramai, untung saja mereka masih mendapat tempat duduk.

Banyu, Tata, dan Jena menikmati makanan dengan sesekali bercanda. Jujur saja, di dalam lubuk hati Banyu yang paling dalam. Banyu masih mencari lelaki tadi pagi yang sudah membuat ponselnya jatuh.

Ponsel itu tidak murah, bahkan harganya berjuta juta. Dan Banyu tidak terima jika ponselnya rusak. Memang banyu tergolong orang berada, tapi tidak seharusnya kan kita membuang buang uang?

Tiba tiba dari arah belakang ada suara seseorang yang sedang berbicara. Sepertinya itu tertuju kepadanya, dan Banyu tidak asing dengan suara itu.

"Kita boleh gabung gak?"

"Ta, kaya suara Kak Maura bukan sih?" ucap Banyu berbisik kepada Tata.

"Emang Kak Maura Nyu." sahut Tata masih belum konek.

Tata mengangguk angguk. "Boleh Kak, duduk aja."

Tata dan Banyu diam sebelum akhirnya, "KAK MAURA?!" pekik Banyu dan Tata setelah sadar.

Semua yang ada di kantin sontak menatap ke arah meja Banyu. Jelas mereka terganggu karena pekikan kedua gadis yang sangat melengking itu.

Banyu dan Tata menutup mulutnya. "Upss."

"Suara lo bikin orang sakit kuping." cibir Jena mengusap kasar telinganya.

"Sirik aja lo."

Banyu, Tata, dan Jena memang baru bertemu sejak MOS diadakan. Tapi mereka bertiga langsung bisa akrab dan dekat seperti sekarang. Apa lagi sekarang mereka juga satu kelas, nikmat tuhan mana lagi yang engkau dustakan.

Bahkan ketika Tata dan Jena bertemu dengan Maura, ketiganya langsung bisa akrab. Jelas sih mereka langsung akrab, secara kan Maura itu orangnya humble dan mudah bergaul.

"Ini temen lo Kak?" ucap Tata menunjuk seorang gadis yang berada di sebelah Maura.

Maura mengangguk. "Temen gue, namanya Desi." Tata hanya ber'oh' ria sebagai jawaban.

"Gue Tata Kak," ucap Tata memperkenalkan diri.

"Banyu,"

"Jena."

Desi tersenyum menatap ketiganya. "Gue Desi, temen Maura."

"Oh ya, Tata bilang lo mau ngomong sesuatu. Ngomong apa? Sorry, gue lupa mau nemuin lo Kak." cengir Banyu menatap Maura.

Maura berpikir sejenak. "Gue mau lo bertiga dateng ke pesta ulang tahun gue minggu depan."

"Ya ampun, gue lupa minggu depan lo ulang tahun Kak." ucap Banyu merasa bersalah.

Maura tertawa kecil. "Santai aja kali, kaya sama siapa aja lo."

Banyu menatap Maura yang berada di depannya. "Kak, gue mau nanya boleh?"

Maura memincingkan kedua matanya, tumben sekali Banyu sepeti ini. Biasanya juga asal ceplos.

Maura mengangguk kemudian meminum es tehnya. "Kenal gak sama cowok yang pake motor gede warna ijo, helm ijo, sama hoodie ijo?"

Maura tersedak es tehnya sendiri. Hei, bisa bisanya dia bertanya seperti itu. Jelas Maura sangat terkejut.

"Yang bener kalo minum, Mau." ujar Desi mengingatkan.

Maura mengambil tissue kemudian mengangguk. "Kaget gue Des, bisa bisanya dia nanya gitu."

Desi diam, ia baru sadar. Pantas saja Maura sampai tersedak minumnnya sendiri, untung saja ia tidak juga sedang minum.

"Apa tadi Nyu?"

"Orang yang pake motor gede warna ijo, helm ijo, hoodie ijo tua." tutur Banyu mengulangnya.

"Maksud lo orang itu, Nyu?" tunjuk Maura ke arah seseorang yang memakai hoodie hijau.

Banyu memincingkan matanya untuk memastikan. "Nah, bener. Hoodie itu yang tadi gue liat.

"Emang ken-"

Ucapan Maura terpotong karena Banyu sudah bangkit dari duduknya. Dan sudah Maura pastikan kalau Banyu akan mendatangi meja laki laki berhoodie hijau itu. Udahlah, sama sama batu cocok.

Banyu berhenti tepat di depan meja lelaki berhoodie hijau itu. "Heh, lo kan yang tadi pagi bunyiin klakson di gerbang?"

Ketiga lelaki yang berada di meja itu diam, karena merasa bingung dengan seseorang yang tiba tiba datang dan berbicara tidak jelas.

"Lo kenal sama dia, Ngin?" tanya seorang lelaki yang ber name tag Fiko Raharja.

Seseorang yang dipanggil 'Ngin' itu menggeleng pertanda tak tahu. Tapi ia seperti tak asing dengan gadis di depannya ini.

"Lo-"

Lelaki itu menunjuk Banyu. "Lo yang tadi pagi Hpnya jatuh ke selokan kan?"

"Ngin, lo kenal dia?" ucap Fiko mengulang, sementara yang ditanya sedang melanjutkan acaranya melepaskan hoodie nya.

Angin Teogani

"Iya! Lo harus ganti rugi! Gara gara lo Hp gue rusak!" sungut Banyu karena merasa kesal mengingat kejadian tadi pagi.

Angin membelalakan kedua matanya. "Hp lo jatoh karena lo yang lempar. Kenapa jadi gue yang ganti rugi?"

"Tapi lo yang udah bikin gue kaget, jadi lo yang harus ganti rugi."

Keributan yang mereka berdua lakukan sontak membuat semua yang berada di kantin menontonnya.

"Cakep juga yang udah bikin Hp Banyu mati." celetuk Tata menatap tak percaya.

"Cakep orang idola. Dahal seangkatan sama gue." dengus Maura menatap Angin malas.

"Gue bunyiin klakson karena ada kucing yang hampir gue tabrak, bukan buat lo. Ya kali gue susah susah bunyiin klakson biar lo minggir, tabrak juga gampang." sudah dibilang bukan kalau sama sama batu.

"Ganti rugi gak!" ucap Banyu menggebrak meja. Untung mereka sudah selesai makan.

"Cewek kuat amat." celetuk teman Angin yang ber name tag Bisma Pamungkas.

Banyu menatap Bisma tajam. "Apa lo ikut ikut? Mau gue gampar?"

"Cewek lo urusin Ngin, serem kalo lagi marah." ucap Fiko bergidik ngeri.

Angin memasang muka sok jijik. "Dih, cewek lo kali."

"Ganti Hp gue, Angin!" pekik Banyu karena sudah sangat merasa kesal.

"Eh, lo jadi adek tingkat blagu amat!" ucap Angin tak terima.

"Ganti gak?"

"Gak."

"Ganti gak?"

"Gak."

"Ga-"

"Aaaaaa!!"

Next chapter