webnovel

P R O L O G

"Kau akan selalu menjadi cintaku

Bahkan jika suatu hari, Aku jatuh cinta lagi

Aku akan selalu mengingat mencintai

Kau yang mengajariku,

Kau akan selalu menjadi satu-satunya"- Utada Hikaru (First Love)

Busan, Spring 2015

"Oppa, sejak kapan kapan tahu kalau aku suka sama kamu?" tanya Sheila. Ia mendongak ke atas melihat ke arah Galael. Ia berbaring di bangku panjang menyandarkan kepalanya di atas paha Galael.

Galael mendongak ke atas menatap langit biru yang terbentang luas. "Aku enggak tahu kalau kamu suka sama aku dari dulu."

"Bohong!" Sheila menyipitkan matanya, menujukan tatapan tajamnya namun dengan vibes bercanda.

Galael menahan diri untuk berkata papaun. Tatapan nakal dibarengi dengan tatapan bombastic side eye nya tetap tak mengurangi ketampanan wajahnya.

"Kamu lucu banget sumpah!" Sheila malah melemparkan tatapan kesal dan jutek yang masih dalam konteks bercanda.

"Lucu kaya kamu maksudnya?" Galael mengelitiki leher Sheila.

Sheila merasa kegelian. "Gala Oppa, geli tahu..." Ia mencoba menghentikan kelitikan Galael dengan menangkap jari- jemari Galael namun tangan Galael lebih lihai untuk menghalau tangkapan tangan Sheila.

"Nggak mau, ngga mau..." Galael tetap menyerang Sheila.

Sheila membalas mencubit tangan Galael. Ia pun bangkit dan berdiri sehabis menyerang balik Galael.

"Ouch. Sakit!" Galael mengaduh pura-pura padahal sama sekali tidak sakit.

"Syukurin!"

Sheila hanya pura- pura menyumpahi sang pacar. Ia pun menggenggam tangan Galael. "Sini mana yang sakit? Kasian..."

Galael malah mengambil kesempatan mencubit gemas kedua pipi Sheila. "Bulet-bulet merah kaya tomat apalagi kalau bukan pipinya Sheila?!" ujarnya sembari tertawa puas.

"Pipi Sheila udah bulet makin bulet kalo gini ceritanya." Sheila membuat nada bicaranya menjadi logat manja anak kecil.

Galael semakin gemas dan ingin mengunyeng-ngunyeng kembali pipi Sheila.

"Ah... sakit..." Sheila mengaduh manja.

"Cium sayang dulu baru Aku mau berhenti." Galael sudah siap menyodorkan pipiya yang putih pucat tersebut.

"Yaudah tutup mata ya syaratnya kalau mau dicium."

"Siap." Galael memejamkan matanya.

"Jongkok lah, sadar diri napa, tiang sama Kamu aja tinggian kamu tahu!" ejek Sheila.

"Oh iya, lupa kalau kamu pendek," ujar Galael enteng tanpa ada beban.

"Enak aja aku pendek! Kamu yang ga normal soalnya jadi manusia ketinggian!" balas Sheila tidak terima dibilang pendek.

"Tinggi kamu berapa sih? Kok Aku jongkok sama kamu berdiri tetep tinggian aku?" ejek Galael.

"Aku 159, ga pendek-pendek banget amat ah! Kamu 188 senti yang ketinggian, udah gitu ga bisa jongkok lagi. Aku kasih paham ya, itu kamu cuma nunduk dikit, curang! Bisa-bisanya ngatain Aku pendek," balas Sheila.

Galael mengikik. Ia pun menurunkan badannya setinggi Sheila. Ia menunjuk pipinya memberikan isyarat minta dicium.

Galael memejamkan matanya menunggu kecupan dari sang pacar.

Kini giliran Sheila yang memiliki rencana untuk mengisengi sang kekasih. Ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ternyata sebuah pena, Ia mencoret pipi pacarnya.

Galael pun merasakan guratan pena di pipinya. "Sayang, Kamu apain muka Aku yang ganteng ini?!" Ia mengelus pipinya dan bergegas membuka kamera handphonenya.

Sheila tertawa puas pasca memberikan tanda silang di pipi Galael. "Gapapa yang, tambah ganteng kok Kamu!"

"Sini mana pulpennya, gantian Aku juga mau nyoret muka kamu!" Galael berusaha merebut pena di tangan Sheila.

"Enak aja, beli sendiri! Banyak tuh di toko!" Sheila mengumpeti penanya di belakangnya, sementara Galael berusaha merebutnya.

Mereka terlarut dalam canda berdua seakan dunia hanya milik Mereka berdua di taman beralaskan rumput hijau dan berselimut langit biru yang ceah di musim panas.

***

Di bawah hamparan langit yang gelap namun dibantu dengan sinar dari bintang- bintang di langit, Sheila dan Galael membangun tenda dan menikmati suasana malam di taman camping GO Busan.

Mereka membawa teropong bintang sembari mengamati benda langit dengan teleskop tersebut.

Galael menitikan koordinat dimana Ia ingin mengarahkan benda langit untuk difokuskan.

Sheila hanya memperhatikan Galael yang sedang mengeker teleskopnya. "Kamu dapat apa yang?" tanyanya.

"Sini, Kamu mau lihat nggak?" Tatapan Galael genit menggoda sang kekasih.

Sheila ragu, Ia takut Galael hanya ingin menjahilinya. "Lihat apa dulu?"

"Sini makanya, nanti Aku kasih tahu..." Galael mengeker teleskopnya kembali.

"Semakin Kamu ga mau bilang, semakin aku yakin untuk ga mau lihat," ujar Sheila sembari memasang raut jutek namun tetap merasa penasaran.

Sheila pun Kembali duduk di depan perapian. Ia membuka handphonenya dan menyalakan melon music dilanjutkan dengan memasang headset di telinganya.

Galael menengok ke arah Sheila. "Ya dia malah dengerin musik!" gerutunya.

Sheila pindah duduk ke bangku goyang sembari mengayunkan perlahan bangkunya.

Galael tak terima diacuhkan oleh Sheila. Ia berdiri dari tempat duduknya lalu menghampiri sang pacar, tepat Ia menghadap wajah sang pacar yang terbarng di atas bangku goyang.

Sheila sontak terkejut dengan posisi Galael yang hampir menindihnya. Ia memukul Galael.

Galael tentu reflek menghindar. "Ga kena!"

"Awas ya kalau Kamu macem-macem!" ancam Sheila.

"Aku satu macam aja kok ga banyak macam!" sahut Galael dengan memasang tatapan isengnya.

"Bisaan ngelesnya! Dasar Oppa duta bombastic side eye!" balas Sheila.

"Heh, berani ya sekarang..."

Sheila merong-merong mejulurkan lidahnya meledek Galael.

Galael memasang mulut manyun dan menjelek-jelekan wajahnya.

"Ih bibirnya biasa aja dong!"

"Kenapa? Mau nyobain ya?" Tatapan Galael mengisyaratkan pikirannya sedang piknik ke luar angkasa.

"Dih bisa gitu..." Sheila hanya cengengesan saja.

Galael dan Sheila pun akhirnya berhasil akur kembali. Mereka menikmati coklat panas yang dibuat oleh Sheila sembari memandang ke arah hamparan langit bertabur bintang.

"Yang, kenapa Kamu suka sama aku?" tanya Galael.

Sheila mukanya bersemu merah tomat. "Emangnya perlu alasan ya suka sama orang?"

"Aku serius tanya..." wajah Galael terlihat memerah seperti tomat. Poninya turun ke bawah semua karena tak memakai pomade membuatnya wajahnya terlihat imut seperti anak kecil.

"Aku juga nggak tahu," Sheila mengingat semua kejadian yang terjadi selama empat tahun terakhir. "Empat tahun lalu saat Aku jadi maba dan Kamu jadi Koordinator lab Program Dasar, saat itu Aku merasa kalau Aku deg-degan pas papasan sama Oppa."

Galael tersenyum sumringah. "Cuma karena deg-degan doang masa?"

"Kamu kegeeran ya Aku kasih tahu begitu?"

"Sekarang masih deg-degan nggak kalau papasan?"

Sheila memalingkan wajahnya.

"Nih, Aku liatin kamu..." Sheila memebelalakan mata belo cantiknya.

Sheila pun ieng mendorong Galael, Galael hampir terjatuh namun tangan Sheila dengan sigap menarik Galael agar tak terjatuh. Galael malah menarik Sheila sehingga Sheila yang jatuh di pelukan Galael.

"Udah ah Oppa!" ujar Sheila dengan pipi yang sudah sangat bersemu tersebut. "Jebal keumanhasseyo!" Ia meminta Galael berhenti membercandainya.

Galael tersenyum hingga menenggelamkan mata sipitnya.

"Ih, matanya hilang!"

"Tahu deh yang matanya belo! Tapi Aku sipit- sipit gini, kamu tetep suka kan?!" goda Galael.

"Terserah kamu aja mau ngomong apa!" Sheila pun bangun kembali memalingkan wajahnya.

"Emang boleh ya jadi sespesial itu di mata kamu?" Galael tak pernah kapok menggoda sang kekasih, ditambah lagi Ia melotarkan tatapan bombastic side eye nya yang seperti aliran listrik tepat ke mata Sheila.

"Iya boleh..." Sheila berbicara dengan nada terbata. "Spesial cuma karena kamu pacar pertama aja!" Ia memerong.

"Emang Kamu punya rencana berapa kali ganti pacar?" goda Galael lagi.

"Aku ngomong apa aja salah, emang Kamu pinter silat lidah." Kini Sheila mulai terpancing, hidungnya pun kembang-kempis.

Galael malah senang dan makin gemas melihat ekspresi kesal Sheila. Ia memeluk erat Sheila. "Godain Kamu lucu sih, Aku jadi gemes pengen godain terus."

"Ga adil ya, Kamu udah berkali-kali ganti pacar, Aku baru cuma sama kamu!" ujar Sheila menegakan dagunya sedikit ke atas.

Galael melepas pelukannya. "Coba kamu bilang lagi?!" Ia kembali mencubit pipi Sheila.

Sheila memukul- mukul tangan Galael. "Lepasin Oppa, sakit tahu!"

Galael mesem-mesem saja, seakan kesenengan dipukul oleh Sheila.

**

Seoul, Summer 2020

Galael mengirimkan eskrim lemon kesukaan Sheila ke kantornya dengan kartu ucapan berwarna orange, warna kesukaan Sheila. Di kartu ucapan tertulis kata-kata yang membuat Sheila dejavu.

"Meteor telalu cepat jatuh, permintaan kita tak sempat selesai terucap,

Janji yang pernah terucap di masa lalu mungkin hanyalah sebuah janji yang belum terealisasi,

Namun memori kita, makan eskrim lemon, menunggu bintang jatuh, memberi semangat satu sama lain akan menjadi kenangan indah jika Kita bisa mengalah pada ego kita,

Sore ini jam 5 sore, di kedai Seafood Shinpal aku menunggumu."

Sheila memang sama sekali tak membuka pesan kakaotalk dari Galael hari ini. Ia ingin menolak ajakan tersebut namun Galael sudah mengirimkannya pesan duluan jika setiap hari di jam 5 sore Dia akan menunggu Sheila selama 2 jam sampai Sheila datang menemuinya.

Sheila pun membalasnya jika Ia tak akan datang.

Benar saja, sampai hari ketiga. Galael masih memberitahukan Sheila jika Iia menunggu Sheila di kedai Shinpal.

Sheila pun akhirnya luluh di hari ketiga. Ia pun menutuskan pergi ke kedai Seafood Shinpal yang letaknya tak jauh dari kampus Mereka.

Galael telah memesan dumpling kesukaan Sheila yaitu dumpling berisi udang.

Sheila sedikit terkejut dengan tatapan Galael yang berbeda. Tatapan dinginnya kini berubah menjadi tatapan yang hangat. Ia berusaha menetralkan pikirannya dan tak berasumsi macam-macam.

"Aku mengundangmu kesini karena ingin membicarakan sesuatu..." ujar Galael membuka pembicaraan.

"Kalau ingin minta maaf... Aku sudah maafkan." Seperti biasa, Sheila berbicara dengan Galael dengan nada dingin.

Galael menundukan kepalanya. "Aku minta maaf karena tidakanku yang sangat tidak approriate padamu."

Di lain sisi Sheila memperhatikan bibir Galael dan terlihat masih ada bekas luka di bibir Galael. "Bibirmu..."

Galael memegang bagian bibirnya. "Ini hanya luka kecil, lagipula Aku memang pantas ditonjok."

"Baguslah kalau Kau sadar." Sheila memutar bola matanya ke kanan menghindari menatap langsung mata Galael.

"Namun ada hal lain yang Aku ingin bicarakan." Galael berhati-hati untuk berbicara.

"Tentang pekerjaan?"

"Bukan!"

"Lalu?"

"Aku tidak pernah minta maaf padamu karena meninggalkanmu 5 tahun lalu. Sampai detik ini, Aku merasa di titik laki-laki yang sangat brengsek."

Sheila menarik nafas pajang. Ia menahan emosinya agar tak menunjukan ekspresi emosional yang berlebihan.

"Aku minta maaf karena membuatmu menderita, Aku memang pria bajingan dan brengsek yang meninggalkan wanita yang sangat dicintai alam keadan hamil." Galael menatap Sheila dalam-dalam.

Sheila terkejut. "Siapa yang mengatakan hal itu?" Ia menanyakan kembali. "Siapa yang bilang kalau Aku hamil?"

**