webnovel

Bi Inah

Bella baru terbangun dari alam mimpinya, hari ini saatnya dirinya sekolah, dan dimana, seperti biasanya, hari Senin hari yang paling Bella malas.

Bella mengehela nafasnya panjang, "Kenapa hari Senin cepet banget sih, rasanya kek kemarin baru saja Senin, sekarang udah Senin lagi," desis Bella kesal.

Bella mengambil handuknya dan mandi, di dalam kamar mandi, bella banyak menghabiskan waktu disana, biasalah, Bella sering memainkan air jika di dalam kamar mandi.

Di tambah Bella yang malas hari ini, membuatnya enggan untuk melangkah keluar dari kamar mandi.

Namun sudah cukup lama Bella berada disana, Bella pun beranjak keluar dengan baju seragam SMA nya yang biasa digunakan hari Senin.

"Ini dimana sih buku gue," ujar Bella kesal dan mencari buku nya di meja belajar nya, Bella sudah kesal hari ini dan di tambah lagi buku Bella yang berisi tugas tugas nya kini hilang.

"Haduh kenapa pakai acara hilang segala sih?" Tanya Bella kesal dan membuat nya merasa putus asa untuk mencari nya lebih lanjut, perut Bella yang tadi nya berbunyi, membuat Bella langsung keluar dari kamar nya.

Bella menuruni anak tangga, dan melihat kearah dapur, dan teneyata sudah tertata banyak makanan  diatas meja makan.

Bella yang melihat itu hanya bisa menghela nafas nya, "untung sekarang ada Bi Inah, coba kalo nggak? Bisa bisa telat dan nggak sarapan nih perut," jelas Bella dan berjalan kearah Dapur.

"Selamat pagi mbak Bella," ujar bi Inah yang sudah menyambut kedatangan Bella, Bella yang tadinya merasa malas kini berusaha menampakan senyumannya di bibirnya, karena mau gimana pun dirinya harus sopan di depan orang yang lebih tua, dan itu yang diajarkan ayah dan bunda nya selama ini.

"Pagi juga bi," sapa Bella kembali, setelah itu Bella duduk di meja makan yang sudah di siapkan oleh Bi Inah.

"Nih, bi Inah udah masakin masakan yang enak banget, pasti mbak Bella suka," jelas Bi Inah dan memberikan sebuah hasil masakannya yang ia buat tadi.

Bella dengan senang hati menerimanya, dan memakan nya, dan di sangka, masakan yang di buat oleh Bi Inah itu sangat lah enak, tetapi Bella sendiri tidak tau nama nya apa.

"Heum, enak banget bi," jelas Bella dan berhasil menciptakan senyuman di wajah bi Inah, Bella lagi lagi memasukan makanan nya itu kedalam mulutnya dan menelan nya.

Namun tak disadari, bahwa bi Inah tengah menatapi Bella makan, hal itu membuat Bella melupakan sesuatu.

"Bi Inah belum sarapan?" Tanya Bella dan di balas gelengan Kepala oleh Bi Inah. "Belum mbak, tadi bi Inah cuma masakin makanan ini buat mbak Bella," jelas Bi Inah.

Bella yang mendengar itu hanya bisa kagum saja, beginilah perjuangan seorang ibu yang rela mati Marian mencari uang demi menyekolahkan anaknya.

"Oh yaudah ayo kita sarapan sama sama," jelas Bella mengajak nya, namun lagi lagi bi Inah menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah mbak, mbak Bella sarapan saja, saya masih ada kerjaan lain soalnya, saya masih belum menyapu dan beres beres dapur," jelas Bi Inah membuat nya semakin kagum dengan sosok bi Inah.

"Nggak papa bi, sini makan sama Bella," jelas Bella dan lagi lagi bi Inah menolaknya. "Maaf mbak, saya harus beres beres dapur dulu ya, permisi," bi Inah ingin pergi dari sana, namun Bella mencegahnya.

"Tunggu Bi, Bella mau nanya sesuatu," jelas Bella dan membuat Bi Inah memberhentikan langkahnya dan Kembali menatap kearah Bella yang kini sudah jadi majikan nya.

"Iya mbak, ada apa?" Tanya bi Inah. Bella pun tersenyum. "Di kampung, bi Inah punya anak berapa?" Tanya Bella dan di balas senyuman oleh Bi Inah.

"Ada dua mbak, yang pertama sudah dewasa, dia kelas sebelas sama kayak mbak Bella, udah SMA, dan yang kedua masih kecil masih kelas 6 SD," jelas Bu Inah dan di balas anggukkan kepala oleh Bella.

"Bi Inah nggak kangen gitu sama anak Bi Inah?" Tanya Bella dan wajah yang tadi nya terlihat begitu semangat kini tiba tiba terlihat lesu.

"Kalo itu mah, pasti kangen atuh, tapi gimana lagi, ini juga demi kebaikan mereka juga," jelas Bi Inah dan membuat Bella bingung.

"Kalo bi inah kangen kenapa nggak telpon saja anak Bi Inah yang ada di kampung?" Tanya Bella dan membuat Bi Inah menundukan kepalanya.

"Anak saya di kampung nggak punya yang namanya ponsel buat telponan, dan ini saja handpone saya rusak, jadi kalo mau ngehubungi anak saya harus lewat tetangga, tapi di Jam segini tetangga saya pasti kerja, jadi sungkan kalo telpon sekarang," jelas Bi Inah dan membuat Bella merasa kasihan melihat nya.

Bagaimana tidak? Bi Inah yang bekerja di luar kota dan rela meninggalkan anak nya di kampung demi memperjuangkan masa depan anak nya, namun tidak ada komunikasi diantara mereka?.

Mendengar cerita dari Bi Inah itu membuat Bella merasa bersyukur bisa terlahir dan di besarkan di keluarga yang mampu dan keluarga yang baik seperti saat ini.

Meskipun Bella sering kali tidak bersyukur karena tidak bisa membeli ini itu, namun Bella saat ini bisa sadar bahwa ada banyak di luar sana yang masih lebih membutuhkan.

"Ngomong ngomong handpone nya bi Inah bisa rusak kenapa?" Tanya Bella yang merasa penasaran. Dan bi Inah mengeluarkan ponselnya dari dalam kantong nya.

Betapa terkejutnya Bella saat melihat handpone bi Inah yang begitu rusak parah, pecah dari bagian asli nya, layar yang pecah.

Dan lebih parah nya lagi, handpone yang digunakan bi Inah bukan handpone yang biasanya di gunakan anak Jaman sekarang yang layar penuh, melainkan handpone jaman dulu.

"Handpone saya jatuh waktu saya naik bus menuju kesini, dan saya mau bawa ke konter tapi saya nggak punya uang," jelas Bu Inah dan Bella mengaggukan kepalanya.

"Oh gitu ya Bi, Bi Inah yang sabar ya," jelas Bella dan di balas anggukkan kepala oleh Bi inah. "Yaudah mbak, kalo gitu bi Inah pergi ke dapur dulu ya," jelas Bi Inah dan di balas anggukkan kepala oleh Bella.

Setelah itu Bu Inah berlalu dari sana, Bella pun melanjutkan sarapannya, selesai itu Bella langsung pergi ke kamarnya untuk mengambil tasnya.

Karena tadi waktu Bella turun ke bawah, Bella lupa tidak membawa Sekalian tasnya, Bella yang mendengar cerita dari Bi Inah tadi entah mengapa di dalam hati kecil Bella merasa sangat kasihan mengingatnya.

Sangat kasihan sekali, dia rela kerja jauh-jauh dan terpisah dari anaknya, namun tidak ada komunikasi sama sekali dengan anaknya.

Bersambung....