webnovel

kisah klasik

Adalah sebuah kisah klasik yang hendak aku ceritakan.

Ketika aku memandangmu di kejauhan kau begitu bersinar seolah cahaya matahari berpindah padamu, ketika cahaya itu menyinari mataku seolah kaulah matahari itu. Begitulah aku memandangmu, bagai cahaya yang bersinar terang. Pada saat itu memang aku dalam keadaan yang buruk, suasana hatiku memang amat suram tetapi dengan adanya kau, aku mulai merasakan kehangatan dalam diriku, walau aku tahu jarak antara aku dan kau tidak dekat, tapi aku tetap merasakan kehangatan itu. Kau tahu? Disaat senja mulai datang, matahari yang akan tenggelam itu sangat indah. Yah, itulah dirimu. Entah mengapa diparagraf ini aku hanya mengulang-ulang kalimat yang maknanya sama, padahal banyak yang harus aku tulis untuk sebuah kisah klasik ini. Tahu kau mengapa? Akan aku ulangi ya, karena otakku penuh dengan kau.

Ya, awal cerita waktu itu senja tiba diiringi dengan langit yang mendung dan itu adalah pemandangan yang menurutku sangat indah. Pemandangan yang tak asing lagi di bulan Desember, karena memang pada saat itu musim hujan telah tiba. Aku segera cepat sampai rumah, pikirku. Karena tak mungkin lagi aku untuk singgah. Sepulangnya sampai tempat kerja hal pertama yang aku kerjakan adalah pergi ke kamar mandi dan membersihkan semua yang melekat ditubuh. Aku tidak bisa berlama-lama untuk istirahat, bagiku mandiiii adalah hal yang lebih penting dari apapun, barulah aku bisa istirahat dengan tenang.

Tapi semua itu pupus di pertengahan jalan. Hujan saat itu sangat deras, petir yang menyambar sangat membahayakan umat di bumi dan aku pun otomatis langsung meneduh dengan keadaan basah kuyub. Di sebuah coffee shop itu aku singgah, keinginan ku untuk masuk ke dalam amat kuat. Tak ada yang bisa menghalangi seorang pecinta kopi untuk satu tegukan sekalipun, apalagi dengan keadaan yang sangat luar biasa ini. Tapi, aku pikir sang penjual pun akan memarahi ku kalau aku masuk ke dalam dengan keadaan basah kuyub seperti tikus got kebanjiran. Akhirnya aku menunggu seorang barista itu keluar untuk setidaknya aku ijin masuk ke dalam dengan keadaan seperti ini. Tapi, mukjizat tidak menghampiriku barista yang kuharapkan untuk keluar tak kunjung datang 30 menit berlalu dengan sia-sia. Beginilah nasib seorang wanita Jawa, tahu mengapa? Karena dengan kelembutan hati seorang wanita Jawa ini membuat dirinya penuh dengan "ketidak enakan". Itulah kondisi ku saat ini, rasanya aku ingin egois tapi memang hati ini tidak bisa begitu.

Dengan tekad ku coba ketuk dinding kaca yang mengarah pada tempat kasir memberi tanda aku ingin berbicara. Dengan bahasa isyarat, aku melambai-lambaikan tanganku agar barista itu keluar, untungnya dia mengerti maksudku.

"Maaf mas, aku boleh masuk kedalem gak ya? Aku mau kopi sekalian meneduh, tapi ini pakaian ku agak basah" Ujar ku dengan nada belas kasih.

"Oh yasudah mba, gak apa-apa" dengan ramah.

"Eh, serius mas? Soalnya dari tadi nunggu masnya keluar mau minta ijin masuk karena pakaian ku juga basah gini. Gak enak kalau tiba-tiba masuk" sambil senyum dengan perasaan lega.

"Oh, pantesan. Dari tadi mba nya gelisah. Ternyata pengen masuk ya? Yasudah mba masuk aja, gak apa-apa kok" Sambil melucui tingkah ku.

Dengan begitu, aku pun masuk dengan keadaan yang semrawut ini. Coffee shop yang ku kunjungi ini memang tak banyak pelanggannya tapi tempatnya sangat nyaman dengan design mengusung penghijauan, banyak tanaman yang di gantung, ada juga yang menempel di dinding bahkan di meja pelanggan pun ada tanaman kecil di pot. Nuansa asri yang sangat nyaman.

Akhirnya aku memesan hot latte untuk menghangatkan badan ku. Dalam kehangatan itu, aku merasakan seluruh tubuhku kedinginan, entah mungkin AC dalam ruangan ini memandang di bawah suhu ditambah dengan bajuku yang basah. Aku melihat sekeliling, banyak pengunjung yang kemungkinan sehabis bekerja langsung kemari untuk menikmati senja di penghujung Minggu dan baru saja ku ingat, hari ini adalah malam Minggu....

Malam Minggu, kehujanan, basah kuyub, make up luntur, dan sendirian, haha aku seperti ingin menertawakan diri sendiri dengan keadaanku saat ini. Sungguh menyedikan, amat sangat... Karena suhu di dalam ruangan ini membuat ku menggigil, aku baru ingat bahwa aku bawa baju di jok motor. Walaupun baju kemarin, tapi aku tidak memakainya, semoga tidak menimbulkan bau yang menyengat, pikirku. Ku coba mengecek dan ternyata masih ada. Ku ambil dan kemudian ke ganti di toilet.

Di toilet inilah aku secara tidak sengaja bertemu dia, sungguh amat drama memang, tapi yakinlah ini kenyataan yang aku alami. Dia, seorang yang ku anggap cinta pertamaku yang tidak pernah bisa ku miliki.

"Eh, Ade Kurniawan?" Sapa ku terkejut.

"Eh, Fani" sapaannya.

"Kok bisa ke Jakarta?" Tanya ku.

"Iya, liburan. Kan mau tahun baru, tapi nanti mau ke Bandung" terusnya.

"Oh iya? Kalau gitu hati-hati ya. Eh, aku ganti baju dulu ya. Entar kita lanjut di meja aku aja" saran ku.

"Iya, silakan".

Setelah ganti baju, aku banyak mengobrol dengan dia, di meja yang ku pesan sebelumnya.

Dia adalah teman masa SMP ku yang membuat ku canggung selama 3 tahun. Awal aku jatuh hati padanya karena senyumannya yang manis. Dia tersenyum disela-sela barisan sewaktu kita diospek dulu. Entah mengapa itu membuat ku berdebar-debar. Mungkin dulu awalnya aku menganggap hal ini adalah sebuah cinta monyet sekolahan, anak yang bau kencur ini pada suka-sukaan belaka. Tapi, aku rasa, tidak. Benar-benar perasaan yang sungguh dalam. Mungkin kalian pikir ini hanyalah sebuah klise yang berujung pada kisah romantis yang amat dramatis, tapi tidak. Ini kisah dimana aku benar-benar tahu apa arti jatuh cinta, jatuh hati atau semacamnya hanya karena dia.

Tahu kenapa?

Aku tidak pernah memilikinya, tapi sempat dimana dia menyatakan perasaannya tapi aku malah memberinya pada orang lain yang juga menyukainya. Tapi entah mengapa? Aku merasa ini yang terbaik, walaupun ada rasa sesal bahkan aku merasa bodoh, merasa sombong, merasa egois dan semacamnya bahkan merasa baik-baik saja. Ya, kalian bisa bilang itu semua kepadaku sekarang, membuat ku canggung selama 3 tahun, bahkan setelahnya pun aku tetap amat canggung padanya.

Sempat aku merasa kesal dengannya dan sampai akhirnya kita menyalakan keadaan. Saat itu aku kuliah di Jakarta dan dia tetap di Lampung. Aku sudah punya kekasih dan pada masa keadaan buruk. Sedangkan, dia juga memiliki kekasih. Aku sempat membuat story di Instagram dan dia membalas, disitulah aku menceritakan kisah ku dan dia merespon karena emosiku yang meluap-luap dan pada saat itu aku bilang padanya.

👩 Coba kita bisa bersatu ya

  Jangan mulai lagi deh 🧒

👩 Ya, emang kan? Kita tuh gak pernah bisa bersatu

Ya udahlah Fan. Emang gak bisa. Pas aku ada yang ngisi, kamu juga ada yang ngisi. Udahlah. Kita jalani masing-masing aja.🧒

👩 Iya tau, aku cuma gak bisa terima aja

Seketika aku terkejut dengan apa yang aku  katakan padanya dan setelahnya kita tidak pernah berhubungan lagi. Kecanggungan itu ternyata kembali lagi terulang dan aku tau itu salah ku. Banyak kisah masing-masing antara kita berdua setelah kejadian itu. Dia yang putus dengan kekasihnya dan sampai akhirnya punya kekasih lagi dan aku juga punya kisah ku sendiri, memiliki kekasih yang hanya satu hingga kurang lebih 4 tahun.

Selama itu, aku berpikir bahwa dialah belahan jiwaku, tahu kenapa? Karena dia tidak pernah bisa ku miliki tapi aku masih peduli dengan keadaannya, masih ingin menanyakan kabarnya dan aku memahami bahwa dia memang untuk menjadi museum otak ku, dimana aku bisa melihatnya kembali walaupun kenangan aku dan dia tidak ada yang membahagiakan tapi bagiku sendiri dia adalah cinta pertamaku yang tidak pernah hilang. Mungkin aku adalah orang yang amat serakah, tapi aku sendiri tidak bisa membohongi diriku bahkan hati dan perasaanku sendiri bahwa dia adalah kenangan yang tidak akan kulupakan. Bagaimana perasaanku dulu pernah mencintainya, bagaimana kecanggungan itu tetap tertanam hingga saat ini dan bagaimana aku menganggapnya belahan jiwaku. Entah mengapa pertanyaan-pertanyaan itu masih terngiang padaku ketika aku bersamanya.

Sampai saat bertemu dengannya kali inipun aku tetap tidak bisa memilikinya dari ujung rambutnya hingga ujung kuku jari kakinya, tidak bisa. Tapi pertemuan ini membuatku mengulang kenangan-kenangan itu. Bercengkrama dengannya begini bagiku sudah cukup membuatku amat bahagia, walaupun ada sedikit ku bumbui kegenitan ku sebagai wanita. Meledekinya, sebuah hal yang ingin aku lakukan padanya, karena dengan begitu dia akan tersenyum dan itu yang ingin ku lihat selama bertemu dengannya di sebuah coffee shop.

Ya, bagiku kau akan selalu menjadi matahari yang hanya bisa ku pandang. Melihat fajarmu yang menghangatkan ketika terbit dan melihat senjamu yang menyejukkan ketika terbenam.