1 My life

Ku ikuti kegiatan yang satu ini sejak aku duduk di kelas 3 SD. Banyak memang halangan yang aku dapat ketika itu bahkan sampai sekarang, saat aku duduk di kelas 3 SMP, di akhir ujianku.

Aku tidak begitu mengerti kenapa banyak yang menanggap kegiatan ini membosankan, padahal menurutku banyak lho nilai positif yang didapat. Emmm…bingung sih, sampai-sampai kedua sahabat baikku tidak begitu menyukainya.

Rika memberikan contoh padaku, dia bilang pramuka itu sama halnya kenapa wanita tidak begitu suka sama sepak bola, meski tidak semua sih, karna aku dan juga dia -Rika maksudku- sangat menyukai sepak bola.

Rika dan aku bersahabat dari SD, sempat teringat dulu dimana aku yang suka latihan… Upsss, lupa. Kegiatan yang aku maksud itu adalah kegiatan PRAMUKA, ya PRA-MU-KA singkatan dari Praja Muda Karana yang artinya rakyat muda yang rajin bekerja, saat itu aku tahunya begitu.

Kita sambung sama ceritaku tadi, saat SD tuh aku suka sekali latihan pramuka. Padahal aku sadar banget kalau sebenarnya aku tuh selalu jadi penonton. Maksudnya bila ada kegiatan-kegiatan pramuka keluar hanya anak-anak tertentu saja yang diikutsertakan, seperti anak-anak yang berangking, anak yang dekat dengan kakak pembina. Huh, BT memang kalau mengingat itu, namun akhirnya aku sadar juga kenapa seperti itu.

Di SMP, banyak sekali pengalaman-pengalaman sehingga dapat ku jadikan pembelajaran untuk kedepannya, untuk masa SMA ku. Aku pernah menjadi juara 2 dalam lomba tandu dan P3K. Saat itu aku dan partnerku tidak mengira, melihat lawan tanding kami banyak yang berasal dari SMP negeri dan sekolah yang terkenal dengan pramukanya. Aku juga mendapatkan banyak tambahan pengetahuan yang mudah-mudahan dapat tersalurkan di SMA nanti.

Pengumuman kelulusan akhirnya tiba, aku beserta sahabat baikku Dewi, juga tentunya semua teman-teman SMP ku menanti dengan berdebar pengumuman kelulusan. Perlahan dibukanya amplop-amplop yang dibagikan guru kepada kami, dan senyum-senyum pun mengembang menandakan kami semua lulus. Syukurpun kami panjatkan bersama dengan dipimpin oleh guru kami, pak Dedi guru agama kami. Dan dia jugalah yang membantuku dan teman-teman dalam memilih sekolah SMA.

Ngomong-ngomong SMA, aku mendapat saran dari Pak Dedi untuk masuk ke salah satu sekolah MAN 2 di kota ku. Sekolah yang setiap tahunnya aku dan anggota Pramuka mengikuti lomba, juga menjadi sekolah favorit di kota kelahiranku karena prestasi-prestasi yang diukir siswa-siswinya. Aku dan Dewi yang ku ajak sambil nantinya melihat-lihat sekolah favoritnya menginjakkan kaki setelah setengah tahun tidak ke sana.

"Dew, kamu yakin nggak mau daftar disini?" Tanyaku setelah aku mendaftar untuk test masuk SMA ini pada Dewi yang dari tadi sibuk melihat-lihat sekolah yang sudah dua generasi menjadi pilihan kakak-kakaknya.

"Nggak tahu deh bingung, kedua kakakku sekolah disini. Pengennya sih ke SMA Negeri 3, tau dong?" Jawabnya singkat dengan senyuman diwajahnya.

"Ya udah, kita kesana yuk!" Ajakku karena sahabatku itu tidak sabar untuk melihat sekolah favoritnya.

Kami pun menuju SMA Negeri 3 yang tak jauh dari MAN 2, sekitar setengah km dan 5 menit perjalanan dengan berjalan kaki. Sejujurnya aku terkagum-kagum melihat sekolah itu, mulai dari bangunan sekolah, halaman yah meski kalah luas dengan sekolah favoritku hehe...

Mendung menghiasi wajah Dewi setelah ia tahu NEM terkecil yang dapat mengikuti test di sini 28, ya ampun nilai itu cukup besar mengingat nilai Dewi tak lebih dari 25. Sejolinya Dewi anak yang cerdas melebihi aku, tapi masalah nilai itu sepertinya ia tidak seberuntung aku yang dapat nilai 24,80.

"Mungkin ada sekolah yang lebih baik buat kamu Dew," ucapku menghibur Dewi, meski aku sendiri tahu ia pasti sedih sekali karena SMA itu adalah SMA favoritnya.

Ia hanya mengangguk tanpa semangat sambil berusaha tersenyum.

"Asma, Dewi," ujar seseorang mamanggilku dan Dewi yang sedang melangkahkan kaki menuju tempat pemberhentian angkutan umum untuk pulang.

"Eh, Pak Dedi!" Ujarku pada seseorang yang memanggilku dan Dewi tadi dan ternyata orang itu adalah Pak Dedi yang sedang parkir motor di depan sebuah mesjid. Kami pun mengobrol sejenak dan menjelaskan permasalahan yang Dewi hadapi.

"Rencananya bapak juga ingin mendaftarkan kamu dan teman-teman kamu yang lain. Maaf ya Dew, bapak ingin sekali membantu kalian. Tapi tak satupun dari kalian yang memenuhi persyaratan untuk masuk, jadi saran bapak kamu lebih baik memilih sekolah lain. Bapak yakin pasti ada sekolah yang lebih baik buat kamu!" Ujar pak Dedi dan aku tahu sekali kalau dia tidak bermaksud untuk menyakiti hati Dewi, namun ia mengatakan ini agar Dewi tidak menghilangkan kesempatan untuk mencoba ke sekolah Negeri lain.

Mendapat saran itu Dewi pun memutuskan untuk kembali MAN 2 setelah Pak Dedi pamit untuk kembali ke sekolah, tentunya SMP ku tercinta. Hee…

Hari test pun tiba, aku jadi deg-degan. Semalaman aku juga tidak bisa tidur karena menantikan datangnya hari ini. Setelah siap kulangkahkan kaki ini dan tak lupa membacakan doa. Sampai di depan gerbang, perasaanku semakin tak karuan.

"Kira-kira aku bisa nggak ya Dew?" Ucapku dengan debaran dalam dada ini yang tak bisa berhenti bahkan semakin kencang.

"Bisalah, aku yakin kok kamu pasti bisa. Kita berdoa bareng, supaya kita sama-sama lulus test dan masuk sekolah ini!" Dewi memberiku semangat.

Aku dan Dewi memejamkan mata, Ya Allah semoga aku dan Dewi bisa melewati test ini dan bersama-sama mengenyam pendidikan di sini. Aamiin…

Test hari ini berjalan lancar, aku dan Dewi bisa menyelesaikan semua test dengan baik sehingga pulang tanpa penyesalan dan tinggal menunggu pengumuman 1 minggu kemudian. Hari ini kami kembali ke sekolah bersama dengan Pak Dedi yang datang untuk menemaniku dan teman-temanku yang ikut test.

"Bagaimana testnya?" Tanya wali kelasku dan Dewi - Ibu Aisyah - yang kami temui di depan ruang guru.

"Alhamdulillah bu lancar, ya nggak Dew?" Jawabku singkat sehingga menumbuhkan senyum di bibir bu Aisyah.

"Semoga kalian lulus test ya!" Ujar Ibu Anna kemudian.

"Aamiin buuu…" Ujar kami secara bersamaan sambil tersenyum.

Semingu ini rasanya lama sekali, aku benar-benar tak sabar menunggu pengumuman. Tapi sayang hari ini Dewi tidak bisa ikut karena harus pergi kerumah saudaranya yang sakit sehingga hanya aku yang datang untuk melihat hasil, dan ternyata hasil dibagikan melalui amplop sama persis seperti kelulusan SMP kemarin. Ku ambil amplop bertuliskan namaku dan Dewi, dengan segera aku pamit pada Pak Dedi yang selalu setia menemani murid-muridnya untuk pergi ke rumah Dewi.

Ku dengar dari kejauhan suara Dewi, kemudian suara langkah kakinya terdengar terburu-buru, sepertinya ia tahu kalau aku datang. Dewi pun memasuki kamarnya, dan kulihat peluh memenuhi wajahnya, "Gimana, gimana?" Tanyanya tak sabar, aku pun tahu maksudnya.

Aku mengangkat bahu tanda tidak tahu, terang saja karena aku sendiri juga belum membuka amplop, "Ini," ujarku sambil menunjukan amplop kepunyaannya.

Dengan segera ia membuka amplop itu, disusul oleh ku. Dan...

***

avataravatar
Next chapter