1 Prologue

Kenapa diriku tidak dilahirkan lebih awal... Kenapa diriku dilahirkan sebagai seorang pengecut, kenapa... Perkataan itu membuat diriku selalu bertanya tanya.. Seperti tenggelam kedalam lautan yang dalam dan tidak bisa keluar dari sana sekeras apapun aku mencoba, namun semakin aku menyadari arti dari hidupku maka semakin aku bertanya tanya. Kenapa aku dilahirkan? Apakah aku dilahirkan sebagai seorang yang tidak bisa apa apa, apakah aku hanya dilahirkan menjadi seorang yang tidak bisa mencapai apapun, apakah aku hanya dilahirkan untuk menanggung beban yang tidak pernah bisa aku Terima sampai kapanapun. Hah.. Entahlah aku juga bingung, lebih baik aku juga menjalani kehidupan ku yang biasanya terjadi.

Namaku adalah Izumi, yah Aomori Izumi adalah nama lengkap ku, marga ku adalah Aomori. Aku dilahirkan menjadi seorang laki laki yang biasa saja, menjalani kehidupan yang biasa dan juga aku bersekolah seperti anak anak kebanyakan.. Namun diriku tidak memiliki suatu kompetensi khusus yang bisa membuatku menjadi lebih unggul daripada anak anak lainnya yang terkadang aku sendiri lihat mereka memiliki suatu kompetensi  yang bisa dibanggakan, jika kamu bertanya kompetensi muncul dari hobi.. Hobi aku adalah membaca buku dan menelaah sejarah serta seluruh aspek kehidupan yang ada di dalamnya. Aku suka membaca buku sejarah serta menganalisis peradaban peradaban yang ada di dunia pada masa lalu, aku juga suka sekali untuk melihat lihat dan menggemari senjata api.. Menurutku itu adalah suatu hal yang sangat menyenangkan, melihat perkembangan senjata api dari yang awalnya hanya sebuah meriam kecil menjadi senjata pembunuh seperti sekarang ini, memang benar aku adalah seorang Otaku yang menggemari hal hal tersebut. Namun karena itulah diriku menjadi orang yang tidak terlalu tertarik pada penghargaan asalkan hobiku terlaksana, hasilnya diriku tidak memiliki suatu keunggulan apapun dibidang akademik yang membuat nilai ku yahh menjadi biasa saja bagi sebagian orang dan bisa aku bilang itu bagi sebagian besar orang.

Aku berangkat ke sekolah setelah bangun pagi yang segar dan mendengar suara burung berkicauan di dahan pohon, hari ini adalah musim dingin jadi salju yang putih dan murni seperti kesucian menghujani bumi dengan kelembutannya. Hari yang dingin kurasa seperti biasanya, suhu berkisar antara negatif dua derajat celcius hingga antara tiga derajat celcius, setidaknya itulah yang dikatakan berita di televisi yang baru saja aku tonton setelah sarapan yang hangat. Berjalan menginjak jalanan yang dipenuhi salju sambil memakai syal dan sweater hangat berwarna coklat aku berjalan menuju ke sekolah ku yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah ku. Jika dihitung mungkin hanya sekitar 500 meter saja, cukup tepat waktu untuk diriku sampai jika aku hanya berjalan kaki.

Aku berjalan dan berjalan hingga mendekati sebuah perempatan yang tidak terlalu ramai hari ini, mungkin karena hari ini cuaca bersalju dan jalanan yang dingin serta licin membuat kebanyakan orang memilih jalan kaki atau naik transportasi umum, setidaknya itu bagus untuk menghilangkan polusi udara yang makin hari makin parah, untunglah kalau keadaan ini berhasil menyadarkan mereka. Lampu hijau berganti merah dan lampu penyeberangan menjadi hijau tanda kalau diriku dan orang orang yang menyeberang dapat berjalan. Menyeberangi jalanan tersebut diriku mendapati seekor kucing yang sedang lemas tergeletak.. Aku menyimpulkan mungkin kakinya tertabrak mobil karena aku dapat melihat kakinya yang sedang berdarah dan agak pipih dibandingkan kaki normal.

Lalu aku membawa kucing itu ke gendongan ku. Aku menggendong nya dengan kasih sayang dan membawanya menuju ke sekolah ku. Mungkin aku akan mendapatkan maslah jika ketauan membawa kucing ini namun mah biarlah lebih baik begitu kan daripada meninggalkan kucing ini sendirian menderita di jalanan yang dingin dan mungkin akan mati karena kelaparan ataupun kedinginan, aku lalu berjalan mendekati sekolah sambil membawa kucing tersebut.

"Apa kamu kedinginan kucing manis? Aku akan memberikanmu selimut hangat dan makanan yang enak" kataku sambil mengelus dagu kucing itu, aku memang suka dengan kucing terlebih dengan kucing yang menderita seperti dia.

Aku lalu masuk ke gerbang sekolah dengan membawa kucing itu, sambil melihat sekeliling tempat dimana yang bagus untuk menyembunyikan kucing tersebut, aku lalu mengawasi dan mengawasi hingga aku menemukan sebuah semakin semakin di samping gedung sekolah yang cukup tebal untuk menghangatkan dan menjaga kucing ini dari kedinginan.

Sesampainya disana aku menaruh kucing ini dengan gerakan yang lembut berharap tidak menyakiti tubuhnya yang saat ini sedang lemah dan tidak bisa apa apa.

"Aku akan kembali, kamu tunggulah disini" kataku sambil bergegas masuk ke gedung kelas karena jam sudah menunjukkan bahwa sebentar lagi sekolah akan dimulai dan pelajaran dimulai.

Waktu berlalu dan jam sudah menunjukkan siang hari, aku bersiap untuk memberi makan kucing itu yang kurasa sekarang sedang tertidur pulas di bawah semak-semak pohon yang tebal itu, aku berlari ke arah kantin dan membeli sepotong daging ayam yang merupakan lauk dari Rice Bowl.. Akh membayar nya dan langsung menuju ke samping gedung sekolah tempat dimana kucing tersebut beristirahat.

"aku.. Hah hah kembali" aku terengah-engah karena berlari untuk mempercepat dan mempersingkat waktu ku menemui kucing itu, karena dia mungkin sudah lapar sekarang.

Namun saat aku mengecek ke dalam semakin semakin aku tidak menemukan apapun selain bekas tidur kucing itu dan kotorannya yang kurasa baru saja ia keluarkan, terlibat dari asap yang menandakan itu masih hangat. Aku mencari kemana mana hingga saat aku sadar bahwa aku tidak menemukannya, kucing itu berjalan dengan santainya di depan ku dan menoleh ke arah ku sekilas, sebelum akhirnya dia lari ke arah jalan raya.

Aku heran kenapa dia sudah sembuh secepat itu padahal lukanya cukup parah, tidak ingin terlalu lama memikirkan hal ini aku langsung mengejarnya sambil memanggil. "hei hei.. Tunggu aku membawakan makanan".namun kucing itu tidak mau berhenti dan terus saja berlari ke jalan raya yang pada jam jam begini sedang ramai orang dan kendaraan.

Aku menambah laju lari ku dan akhirnya berhasil menyusul kucing itu tepat di sebelah zebra cross, aku melihat kucing itu sedang berdiri diam di sana memandang ke arah lampu merah yang menyala ditengah cuaca salju, tatapannya tajam seperti dia waspada akan suatu hal, namun badannya tidak bergerak sama sekali bahkan ekornya pun kaku.

Perlahan aku menghampiri kucing itu agar tidak menakutinya dan mencoba menggendongnya dengan maksud membawanya kembali ke tempat ku untuk memberinya makan, aku juga tidak bisa terus-terusan berasal di luar karena orang akan mengira aku membolos.

"kemarilah kucing kecil, ayo kembali.. Tidak aman berada di sekitar sini karena banyak kendaraan yang lewat" aku mengatakan itu sambil berjalan pelan kearahnya sembari membuka tangan ku lebar lebar untuk memeluk dan menggendong nya.

Namun tidak sampai aku cukup dekat dengannya, aku melihat nya tiba tiba berlari seperti dia dikejar sesuatu ke arah zebra cross tepat saat lampu hijau bagi kendaraan yang melintas. Aku berlari sekuat tenaga menyelamatkan kucing itu yang berlari tanpa melihat kalau ada sebuah mobil melakukan kencang dari kejauhan yang akan menabraknya.

Braakk, kucing itu selamat dari terjangan mobil sedan berwarna hitam yang melaju kencang. Namun tidak dengan diriku yang terbaring dengan mulut dan hidung yang mengeluarkan darah hingga menetes ke jalanan, membuat salju yang putih menjadi merah akibatnya. Aku merasakan ketakutan dan kedinginan di saat yang bersamaan, tubuhku lemah dan tidak berdaya dalam bergerak maupun berbicara. Tatapan ku kabur mengarahkan ke langit yang mendung dan dihiasi dengan awan awan yang berkumpul membentuk pola yang cantik, dalam hatiku aku berfikir apakah aku akan mati hari ini ataukah akan ada pertolongan yang menyelamatkan ku dan menunda kematian ku..

Aku menghela nafas dan berfikir itu tidaklah penting, apa yang terjadi sekarang adalah takdir yang telah aku Terima.. Aku senang kucing itu berhasil selamat dari kematiannya yang aku gantikan, kepalaku menoleh sedikit ke arah ujung lain Zebra Cross dan melihat kucing itu duduk sambil melihat ke arah ku yang tidak berdaya. Tatapannya sedikit lembut dan ekornya ia taruh di lantai dengan lemas tanpa adanya rasa curiga dan waspada sedikit pun.

Perlahan aku merasakan tubuhku semakin lemas dan mati rasa, aku tidak lagi merasakan dinginnya jalan raya dan salju yang perlahan turun kepada ku, aku melihat dalam tatapan samar ku bahwa orang orang berkumpul di sekeliling ku dan memandangi ku dengan perasaan takut, sedih, dan prihatin sebelum akhirnya aku mendengar suara sirine yang semakin dekat dan semakin dekat denganku.

Ambulan ya... Aku lega rasanya diriku tidak akan mati hari ini dan diselamatkan oleh ambulan. Namun kesadaran ku perlahan hilang dari tunuhku seperti aku yang semakin merasa ringan dan tidak merasakan rasa sakit apapun, mata ku pun tertutup dan semuanya menjadi gelap.

Semuanya gelap, tidak ada satupun cahaya dan suara. Namun tidak berselang lama aku melihat sebuah kilauan cahaya yang banyak menyerupai bintang di langit malam yang indah, aku merasa diriku berdiri di suatu tempat dan mulai berjalan mengikuti arah cahaya itu.

Aku berjalan terus menerus tanpa henti samai entah berapa lama tanpa merasakan lelah sedikitpun, aku mengira ini hanya mimpi semata yang aku rasakan ketika tidak sadarkan diri.. Namun mimpi ini terasa sungguh nyata untuk ukuran mimpi. Apa aku mati? Itu adalah hal yang pertama kali terbesit di pikiran ku saat aku datang ke tempat ini, namun jika aku mati.. Maka apakah ini adalah akhirat.

Berjalan lebih lama dan aku sampai di sebuah gerbang yang tidak memiliki pintu di tengahnya, gerbang ini sangat besar dengan arsitektur ala abad pertengahan, aku memasuki pintu itu dengan langkah yang berani namun sedikit ragu, diatas apapun aku berhasil memasuki pintu itu.

Aku melewati pintu itu dengan perasaan yang cukup ragu ragu, hatiku seakan merasakan sesuatu yang tidak bisa terjelaskan, seperti energi yang sangat besar memancar dari balik cahaya yang menyilaukan dari pintu itu. Sesaat setelah aku melangkah aku mulai bisa melihat apa yang ada di dalamnya sedikit demi sedikit, terdapat ruangan besar seperti gereja atau katedral namun tidak ada bangku maupun altar tempat para pastor dan uskup menyampaikan doa, hanya ada Piano organ dan lantai yang terbuat dari marmer putih berkilau. Cahaya yang melewati lantai seakan terpantul kembali membentuk kilauan cahaya yang tidak terjelaskan keindahannya.

Aku berpikir kalau ini adalah surga yang akan aku tinggali, aku cukup senang bahwa aku meninggal akan memasuki sebuah tempat yang sangat indah bernama surga.. Tanpa harus mampir ataupun berkunjung ke neraka, aku berjalan lebih dalam ke sana dan melihat lihat samping kanan kiri, atap nya terbuat dari emas murni yang dipadukan dengan permata lain seperti ruby, safir, zamrud dan berbagai permata lainnya, mereka dipajang membentuk seperti kaca patri yang menghiasi langit langit dengan bentuk menyerupai kubah.

Dinding nya terbuat dari emas murni dan ditopang dengan pillar pillar yang tak terhitung jumlahnya, memang benar bahwa ini sangat panjang dan aku sudah berjalan sekitar dua sampai tiga menit dan tidak ada tanda tanda bahwa ruangan ini atau bisa aku sebut bangunan ini memiliki ujung, hanya lorong besar yang dihiasi pemandangan yang sama. Sampai pada akhirnya aku berjalan sekitar 10 menit dengan kaki ku yang masih sehat dan tidak kelelahan, mungkin karena aku sudah meninggal makanya aku tidak merasakan apa yang namanya sakit maupun lelah.

"Ini tidak ada habisnya.. Semuanya hanya pemandangan yang sama".

Aku berkata seperti itu dan melihat kalau di depan ku semakin dekat dan dekat seorang sosok dengan baju zirah yang memantulkan cahaya putih dari langit langit. Dia duduk di singgasana yang terbuat dari emas juga, seakan seperti semua ini adalah Emas murni.

Dia lalu berdiri dan menunjukkan sayapnya yang berjumlah enam buah, setiap sayapnya merentang dengan lebar dan warna putih nya seperti kesucian yang sangat murni, buku bulu yang rontok jatuh ke lantai saat sayapnya direntangkan.

Aku terdiam melihat sosok itu, aku menganggapnya seperti malaikat yang diutus oleh Tuhan secara langsung untuk menjaga Surga, sosoknya benar benar terlihat indah namun juga mengintimidasi, dibalik helm nya aku tidak dapat melihat wajahnya yang seperti tidak ada cahaya masuk sedikit pun ke dalam helm nya. Di kepalanya terdapat sebuah Halo berwarna putih dengan motif sayap serta Halo kecil di dalamnya.

Dia mendekatiku namun aku tidak bisa bergerak, bukan karena dia menggunakan semacam kekuatan namun aku tidak bisa bergerak karena efek yang ditimbulkan dari melihat sosoknya yang mengintimidasi, buku kuduk ku merinding namun aku tidak bisa melakukan apapun.. Sampai ada akhirnya dia berkata.

"Selamat datang, savior".

avataravatar
Next chapter