1 Awal Mula

Alexander Gong, pria yang di lahir kan di kota Inggris dan dibesarkan oleh sang kakek tanpa merasakan kasih sayang orang tuanya—yang sudah lama meninggal.

Pria kekar dengan segala pesona dan kesempurnaannya sebagai seorang lelaki, membuatnya merasakan seperti apa pendidikan layaknya seorang bangsawan.

Di mana ia di batasi, tidak diperbolehkan untuk bersosialisasi dengan orang ataupun lingkungan yang tidak berasal dari keluarga bangsawan, terkecuali dengan orang yang punya background terpandang. Didikan itu membuatnya tumbuh menjadi seorang pria yang mewarisi semua sikap sang kakek. Tumbuh menjadi sosok yang tak punya belas asa, dan asih, siapa pun yang berani mengusiknya ... maka saat itu juga akan menjadi riwayat hidupnya yang terakhir untuk menghirup napas.

Di usianya yang baru menginjak dua puluh tiga tahun, Alexander berhasil mengembangkan sebuah anak perusahaan "AG Company" di Italia, Italia di kenal sebagai Republik Italia—adalah sebuah Negara kesatuan republik parlementer di Eropa Terletak di jantung Laut Mediterania. Italia berbatasan dengan Prancis, Swiss, Austria, Slovenia, San Marino dan Vatikan. Italia mencakup area seluas 301.338 km², dan dipengaruhi oleh iklim sedang dan iklim mediterania.

Dia memilih menetap di Negara tersebut, tentunya tak sendirian dan sudah pasti selalu di temani oleh kaki tangan kanannya—Franken.

Franken yang tak lain adalah putra dari pasangan sahabat orang tua Alexander, mereka sama seperti ayah mereka yang dulu, di mana Robert juga begitu setia pada tuan mudanya Ronald—ayah Alexander.

***

Bulan Februari adalah menjadi bulan terkahir dari terjadinya musim dingin sebelum akhirnya memasuki musim yang baru di bulan Maret, seperti yang diketahui bersama jika musim dingin di Negeri ini mencapai -5°C-15°C.

Pagi ini Alexdander baru saja bangun dari tidurnya, dia duduk sejenak lalu turun dari ranjang menyingkap korden dan membuka jendela. Manik hitam pekatnya menatap beberapa penjaga rumah, para penjaga itu mengangguk hormat padanya, Alexander pun membalas anggukan kepala mereka.

Tok... tok... tok...

"Tuan muda, saya datang membawakan bathroob yang baru untuk anda, tuan," suara lelaki paru baya itu berasal dari Bobby—si kepala pelayan di rumah ini, dia yang mengatur segala sesuatu keperluan dan kebutuhan di rumah ini.

"Masuklah, Bob."

Bob, hanya tiga kata itu, ia memanggilnya.

"Baik, tuan..."

Klek!

Pintu kamar pun terbuka Bob melangkah masuk dengan membawakan bathroob putih di atas kedua tangannya, "Silakan tuan muda."

"Bob, beritahu kepada Ken untuk menunggu di ruang kerja jika dia sudah tiba, mengerti?"

Bob mengangguk pelan, "Saya mengerti tuan muda," lalu dia diam sejenak, "Apakah tuan ingin di buatkan makanan yang spesial?"

"Buatkan saja Veal Marsala," lalu Alexander bergegas masuk ke dalam bath room usai meraih bathroob nya.

***

Bob segera memberitahukan Jeff selaku kepala koki di rumah ini, setiap kali tuan muda Alexander ingin makan maka Jeff akan segera menyiapkannya.

Dan, sebelum dia memasak, maka Bob akan menanyakannya menu apa yang ingin di makannya seperti yang barusan, jika tidak, maka makanan yang di masak tidak akan ia makan. Memasak Veal Marsala bukanlah hal yang sulit untuk seorang koki sekelas Jeff, dia mengajukan diri sebagai koki di rumah ini juga harus melalui seleksi yang ketat apalagi seleksi itu membuatnya berhadapan langsung dengan dua sejoli—Alexander dan Ken.

"Jeff, tuan muda ingin makan Veal Marsala..."

"Baik Bob tenang saja, sebelum tuan muda keluar dari kamar dan menapakkan kedua kakinya di ruang makan ... aku akan menyelesaikannya dengan cepat."

"Maka dari itu cepatlah, atau tuan muda akan mendepak mu karena terlalu lama menyajikan sarapan."

"Ya... ya... ya... aku siapkan bahan-bahannya terlebih dahulu."

Jeff mulai mempersiapkannya, Veal Marsala adalah saus anggur Italia yang terkenal dengan campurannya yang berupa jamur dan daun bawang. Saus ini biasanya dimasak dengan daging sapi atau ayam. Daging sapi yang terkenal digunakan untuk masakan dengan saus marsala adalah daging sirloin.

Sementara masih menunggu...

Pintu gerbang bercat cokelat yang menjulang tinggi baru saja terbuka lebar saat mobil Ken tiba, pos jaga yang tak jauh dari pintu gerbang, seorang penjaga berdiri di depan pos dan menganggukkan kepalanya menyapa Ken.

Ken pun membalasnya dengan membunyikan klakson satu kali, semua penjaga itu memakai seragam hitam. Masing-masing dari mereka memakai mono headset di kuping kiri dan mengantongi HT.

"Selamat pagi tuan Ken," seru penjaga pintu rumah menyambutnya.

"Pagi, tuan muda sudah bangun?"

"Saya belum melihat tuan muda turun, tuan..."

"Hm..."

Ken pun segera masuk sesaat setelah pintu utama terbuka.

"Silakan masuk, tuan," imbuh penjaga tersebut yang hanya di angguki oleh Ken.

***

Usai mandi seperti biasanya Bob sudah menunggu di ruangan ganti, ruang di dalam ruangan yang menjadi tempat khusus. Semua pakaian di dalam lemari ada di tempat ini. Bob memilihkan nya setelan jas hitam dengan dasi merah bergaris putih, kemeja putih dan pantofel hitam.

"Silakan tuan."

"Ken sudah tiba?"

"Sudah tuan dan sesuai dengan perintah tuan tadi, saya meminta tuan Ken untuk menunggu di ruangan kerja."

"Hm, pergilah..."

"Baik..."

Pantulan tubuh pada cermin besar di hadapannya memantulkan bayangan tubuh sempurna, dada bidang dan ABS nya yang mengguncang para mata kaum hawa.

Dia membelai tubuhnya sendiri dengan gerakan yang sensual.

Segera dipakainya setelan jas itu dengan rapi, rambutnya di sisir belah kiri—sangat rapi, dia mengencangkan dasi sembari berdehem tampan.

"Ehm..."

Kelopak matanya terangkat menatap tajam pada pantulan wajahnya di dalam cermin, alis tebal yang tercipta dengan indah, mata tajam bermanik hitam pekat walau hanya dengan tatapannya saja dia pun bisa membungkam siapa pun yang tak ia sukai, hidung mancung nya serta bibir merah agak tebal dan rahang tegasnya. Semua yang ada padanya adalah anugerah yang sangat di damba para lelaki yang ingin mendapatkan gadis pujaan hatinya.

***

Setibanya Alexander di ruangan kerja...

Klek!

Pintu terbuka, Ken beranjak dari duduknya, "Tuan muda, selamat pagi..."

"Pagi Ken, kau sudah menangani pembangunan hotel di pusat kota?"

"Tadi pagi saya sudah kontak kepala kontraktor, dan—"

"Sebentar," imbuh Alexander memotong kalimatnya dengan cepat, segera ia menjawab panggilan masuk di hp nya, "Halo, ada apa?" informasi dari suara di ujung telefon itu membuatnya tercengang emosi, "Apa! Kau bodoh bukankah aku sudah menyuruhmu untuk berhati-hati, kenapa kau begitu ceroboh, huh?!" bentak Alexander pada orang itu.

Dengan geram dan tanpa mau mendengar jawabannya, Alexander pun mematikan telepon secara sepihak.

"Ada apa tuan? Apakah terjadi sesuatu yang buruk?"

"Kerahkan anak buahmu dan seret Aldrich kehadapan ku!" suara lantang penuh emosi itu memerintahkannya—Ken.

"Baik tuan muda, saya mengerti," dengan sigap Ken pun segera mengikuti langkah kaki sang tuan muda.

avataravatar
Next chapter