webnovel

Saling Melengkapi

Di tengah kegelapan, Anthony seperti cheetah, seakan-akan dia ingin menjarah seluruh tubuhnya dengan serakah.

Di ruangan yang sunyi, hanya dapat terdengar napas panas dari dua orang.

Tangannya yang besar memegang pantatnya secara tiba-tiba. Dia mendesah pelan, dan tubuh kecilnya melilit tubuh besarnya itu bagaikan ular.

Ujung lidahnya yang panas itu dengan lembut beristirahat di telinganya. Suaranya sexy, rendah dan magnetis. "Sayang, mari kita pergi ke kamar..."

Wajahnya sudah merah padam, Natalie membiarkannya menggendong dirinya ke atas.

Untungnya, kegelapan malam menutupi wajah malunya. Dia membenamkan wajahnya di dadanya, detak jantungnya yang kuat mengacaukan hatinya.

"Bukankah kamu berkata kalau kamu tidak kembali malam ini?"

Dia bertanya dengan suara rendah.

Suaranya sexy dan rendah, dan dia berbisik di telinganya. "Apakah kamu merindukanku?"

Di saat acara fashion show itu berlangsung, Anthony hanya ingin melahap Natalie.

Dia benar-benar sudah menunggu momen intim ini.

Dia benar-benar kecanduan dengan wanita mungil ini.

"Tidak!" Dia menaruh tangannya di sekitar lehernya dan tertawa nakal.

Di tengah kegelapan, Anthony tidak bisa melihat eskpresi Natalie, tapi tawanya membuatnya sedikit kecewa. "Kita lihat saja setelah pertempuran kita nanti!"

Tiba-tiba Natalie melonggarkan pegangannya dan berlari menjauh.

Oh berusaha kabur? Menarik!

"Bonekaku yang kecil, di mana kamu?"

Pada kenyataannya, selama lampu itu dinyalakan, dia pasti dapat dengan mudah menemukannya.

Tapi saat ini, dia tiba-tiba suka dengan permainan "petak umpet" di tengah kegelapan seperti ini.

Itu lebih menarik.

"Hee hee, kalau kamu memang menginginkanku, cari dan tangkap aku!"

Natalie tanpa alas kaki melangkah di karpet. Berbekal dengan ingatannya, dia berhasil bersembunyi di kamar tidur.

Dia sengaja menggoda Anthony.

Membayangkan bahwa dia tidak bisa menangkap dirinya pasti akan membuatnya sangat marah.

Namun rencananya tidak berjalan dengan mulus.

Bayangan pria itu bergegas datang, Natalie dapat merasakan napas berbahayanya dan dia segera berlari ke depan dengan cepat.

Sesaat berikutnya, Anthony terjatuh!

"Penjahat kecil, kita lihat seberapa kuatnya kamu ketika kuhukum nanti!"

Rupanya dia terjatuh untuk menangkap pergelangan kaki Natalie.

Tanpa menyalakan lampu, ciuman panas itu kembali terulang. Napas mereka menjadi lebih singkat, tangan mereka tidak bisa diam ketika menjelajahi satu sama lain. Memeluk otot punggungnya yang kuat, Natalie meraung dengan erotis ketika dirinya 'keluar'.

Malam ini, kedua orang itu bermain sangat gila. Mereka melakukannya di karpet, di belakang sofa, di kamar mandi dan di kasur mereka.

Pada saat lampu menyala, mereka sudah kelelahan dan berbaring di tempat tidur.

Cahaya oranye itu memberikan kamar tidur mereka kehangatan sebuah cinta.

Karpet di bawah mereka penuh dengan pakaian robek.

Dada Natalie masih naik turun tidak berhenti, wajahnya sudah merah seperti tomat, dan rambutnya yang hitam sudah berantakan.

Tangan Anthony masih berada di sekitar pinggangnya.

Menatap bulu matanya yang panjang membuat dirinya tersenyum kecil.

Natalie sudah tidak memakai apa pun di tubuhnya, sekarang dia hanya menutupi tubuh bagian bawahnya dengan selimut. Meski sudah berhubungan intim, dia masih tampak sangat pemalu.

Menatapnya sosoknya yang imut ini, Anthony hanya bisa tersenyum.

Di bawah cahaya lampu, wanita ini terlihat menarik dan menawan. Dia seperti sekelompok bunga indah yang mekar, begitu indah sampai-sampai dirinya enggan melepaskannya.

Ada ribuan perempuan di dunia ini tetapi tidak ada yang seperti Natalie.

Di tengah kerasnya hidup, Natalie adalah orang yang percaya diri dan mempunyai keinginan untuk memperbaiki diri. Ketika diganggu, dia akan meraung bagaikan singa. Dan sekarang, dalam pelukannya, dia meringkuk malu seperti kucing.

Ketika Natalie berusaha pindah posisi, liontin di kalungnya terbuka.

"Bolehkah aku melihatnya?"

"Baik!"

Natalie mencopot kalung yang biasa dikenakannya itu dan menyerahkannya.

Anthony mengulurkan tangannya, dan ada jejak-jejak melankolis di matanya.

"Aku mau mandi!"

Bahkan sebelum mendengar persetujuannya, Natalie sudah berlari ke kamar mandi.

Anthony lalu berbaring seorang diri, matanya menatap sosoknya sampai sosok mungil itu menghilang ke dalam kamar mandi.

Senyum di wajahnya yang tampan segera memudar.

Setengah jam kemudian, Natalie selesai mandi dan menemukan bahwa jubah di kamar mandinya telah hilang.

Ini aneh karena sebelum masuk dia sudah memastikan menggantungnya, tapi itu menghilang secara tiba-tiba.

Apa hubungannya dengan Anthony tadi membuat dirinya pikun?

Mau tidak mau, akhirnya dia melilitkan handuk mandinya itu ke tubuhnya dan berjalan keluar sambil membawa hair dryer.

Pada saat ini, Anthony juga sudah bangun. Dia berdiri di pintu ruang ganti dengan hanya memakai handuk di pinggangnya. Anthony hanya menatap dirinya dari pintu. Kakinya lurus dan tubuhnya ramping.

Dia terlihat sangat sexy.

Anthony tiba-tiba tersenyum. Senyuman itu benar-benar mempesona, yang membuat dirinya merasa bahagia. Tetapi apa yang membuat orang ini tersenyum?

Melewati cermin, Natalie melihat dirinya sendiri. Kecuali untuk gaya rambutnya yang liar, tidak ada yang salah dengan dirinya.

Berusaha tidak memedulikannya, dia membuka lemari pakaian untuk mencari jubah.

Ketika dia melihat hal-hal di dalam lemari, tiba-tiba Natalie merasa menjadi orang bodoh.

Setelah menutup matanya selama beberapa detik, dia kemudian membukanya lagi. Dia tidak salah lihat. Semua pakaian yang ditampilkan di fashion show tadi, termasuk Alice's Dream, ada di dalam lemari!

Dia memegang gaun itu dengan penuh semangat. Sepertinya Alice's Dream terbuat dari sutra murni. Bahannya sangat lembut.

Setelah waktu yang lama, dia berpaling untuk melihat Anthony. "ini, apakah aku boleh mencobanya?"

Anthony mengangkat bahunya sedikit. "Semua pakaian itu adalah milikmu. Kamu bisa memakainya kapanpun yang kamu mau! Oh, sisanya akan datang besok."

"Wow, itu hebat!" Natalie memegang Alice's Dream dan berbalik dengan penuh semangat.

"Hee hee, aku ingin mencobanya sekarang!"

Natalie selalu tidak memiliki ketahanan terhadap gaun yang indah. Dengan cepat dia menutup pintu ruang ganti.

Ketika sudah memakainya, dia berdiri di depan cermin. Cantik!

Lebih indah dari yang dia kira.

Ukuran ini sangat cocok, tapi tinggi badannya tidak setinggi model tadi, jadi itu sedikit lebih panjang ... Jadi bisa dikatakan bahwa gaunnya ini hampir mirip daster, tetapi seharusnya masalah ini bisa teratasi jika memakai high heels.

Natalie memegang pinggangnya dengan kedua tangannya dan berbalik tiga kali. Menatap baju idamannya di cermin, dia sangat bahagia.

Untuk waktu yang lama, dia mengulurkan tangan dan membuka pintu ruang ganti.

Anthony masih bersandar di dinding. Ketika dia mengangkat matanya, bagian bawah matanya juga sangat terkejut.

Dia benar-benar terpesona olehnya.

Wanita kecil ini cocok dengan semua jenis pakaian!

"Anthony, gaun ini pasti sangat mahal!" Wajahnya memerah dengan kegembiraan.

Anthony!! Akhirnya dia tidak memanggilnya Tuan Anthony lagi. Ini adalah sebuah kemajuan yang baik!

"Pasangan dari seorang Anthony Stevano jelas lebih cocok jika memakai baju kelas dunia! Mulai sekarang, kamu jangan pernah membeli baju di toko-toko tidak jelas."

Dengan lembut dia mencubit hidungnya, matanya penuh dengan kasih sayang.

Dia tahu bahwa Anthony mengacu pada kejadian di Pasar Atom yang lalu.

Anthony membelikannya begitu banyak pakaian hari ini untuk membuat Natalie senang.

Natalie tidak bisa berhenti tersenyum, tiba-tiba dia merasa bahwa hatinya terisi oleh kehangatan, itu benar-benar nyaman!

Malam ini, Natalie tertidur lelap. Dia bermimpi bahwa dirinya dipeluk Anthony sepanjang waktu.

Tapi Anthony tidak bisa tidur.

Di bawah cahaya lampu, di telapak kirinya sudah ada kalung milik Natalie. Di tangan kanannya, dia membuka sebuah kotak dan mengeluarkan isinya. Itu juga sebuah kalung yang sama persis. Warna merah di dalam liontin itu berbentuk hati.

Sedangkan di dalam liontin milik Natalie, ada setitik kekosongan di tengah-tengah.

Dua liontin ini jelas saling melengkapi satu sama lain.

Wajahnya yang tampan itu ditutupi dengan kabut tebal, dan telapak tangannya yang tergenggam erat itu hampir menghancurkan kalungnya.

Matanya juga secara bertahap menjadi gelap dan dingin.