webnovel

Satu Kesempatan Lagi (Completed)

Apa ga ada satu kesempatan lagi bagi gue untuk memiliki elo?

Choco_0992 · Teen
Not enough ratings
9 Chs

September : Badai part 1

"Hari kamis nanti kamu ada acara ga, Rei?"

"Ga ada kayaknya, yang. Kenapa emang? Tanya Reinaldi. Dia merapikan rambut Firly yang berantakan karena tiupan angin.

"Nonton yuk. Udah lama kan kita ga nonton bareng."

"Boleh aja sih. Yuk."

"Oke deh, nanti aku pesenin tiketnya ya."

Reinaldi mengangguk.

***

Kamis siang.

Reinaldi sedang bersiap untuk menjemput Firly dirumahnya, ketika ponselnya berbunyi. Panggilan masuk dari Renata.

Sempat ragu, namun akhirnya Reinaldi mengangkat teleponnya itu.

"Halo?"

"Halo Rei. Ini Renata. Aku mau minta tolong."

...

Reinaldi memacu mobilnya di tol slipi menuju rumah sakit Siloam. Tempat Renata berada.

Didashboard mobil, ponselnya terus bergetar, terlihat beberapa pesan WA maupun sms dari Firly dan panggilan tidak terjawab.

Sesampainya di rumah sakit, dia menelepon Firly untuk meminta cewek itu ke bioskop lebih dulu. Baru dia akan menyusul. Reinaldi beralasan kalau kerabatnya tiba-tiba masuk rumah sakit.

Untung saja tanpa banyak bertanya Firly mengiyakan permintaan Reinaldi dan berangkat sendiri ke mall Central Park.

Renata sedang duduk dengan gelisah di selasar rumah sakit.

"Ren."

Renata bangkit berdiri saat Reinaldi menghampirinya. Cewek itu lalu memeluk Reinaldi dan menangis.

"Apa yang terjadi?"

Renata akhirnya bercerita kalau ibunya tiba-tiba saja pingsan dan dia membawanya kerumah sakit untuk mendapat perawatan.

"Lalu mana Ian?"

Wajah Renata berubah muram. Dia lalu mengatakan kalau mereka sudah putus. Renata bingung harus menelepon siapa. Dia tidak punya teman bicara. Ayahnya masih di Surabaya untuk mengurus beberapa pekerjaan dan belum bisa ke Jakarta.

Reinaldi menepuk pundak Renata dan berusaha menenangkan cewek itu.

"Semuanya akan baik-baik aja, Ren."

Renata mengangguk.

"Lo bisa kan temenin gue disini."

"Gue...".

***

Felix mengangkat telepon tiba-tiba dari Reinaldi.

"Kenapa?" Tanya Felix.

"Gue mau minta tolong. Lo ga ada kuliah kan?"

"Sayangnya ada tuh. Emangnya mau minta tolong apa?"

"Tolong temenin Firly nonton di bioskop Central Park. Gue hari ini janjian nonton sama dia tapi gue ada urusan mendadak. Dia udah keburu ke bioskop. Gue ga bisa biarin dia sendirian disana."

"Urusan apa? Kalo urusan lo ga penting gue ga mau."

"Gue..." Reinaldi tampak ragu ingin bicara yang sebenarnya pada Felix.

Felix menunggu dengan tak sabar.

"Jangan bilang kalau ini ada hubungannya sama Renata."

Reinaldi diam.

"Jawab gue, Rei." Kata Felix berubah ketus.

"Iya. Gue lagi temenin Renata di rumah sakit. Nyokapnya lagi sakit dan dia lagi sedih banget. Gue ga bisa ninggalin dia."

"Lo udah gila ya? Renata itu punya pacar. Biarin pacarnya aja yang temenin dia."

"Mereka udah putus, Lix."

"Terus? Lo juga punya pacar Rei. Dan dia sekarang lagi nunggu elo di bioskop. Kok lo tega biarin dia nunggu sendirian."

"Gue ga punya pilihan, Lix. Makanya gue minta tolong sama elo buat temenin Firly. Plis tolong sekali ini aja. Gue ga mau buat Firly kecewa karena dia pengen banget nonton film ini."

"Kalo gitu elo aja yang temenin Firly nonton dan gue yang bakal temenin Renata di rumah sakit."

"Udah ga sempat, Lix. Plis gue ga mau berdebat. Filmnya dimulai 20 menit lagi. Tolong ya, Lix."

Reinaldi mematikan teleponnya dan diujung telepon sana Felix berang.

Felix menatap jam tangannya. "Sial."

Dia bergegas mematikan laptopnya dan memakai ranselnya menuju parkiran mobil. Seharusnya siang ini dia ada presentasi tapi ada hal yang lebih penting dari presentasinya kali ini.

"Moga masih sempat." Batinnya. Dia memacu mobilnya menembus jalanan yang padat merayap menuju mall CP.

***

Didepan bioskop Firly dengan harap-harap cemas menatap jam tangannya terus menerus. Tiketnya sudah dia print, hanya tinggal menunggu kedatangan Reinaldi. Namun, yang ditunggu tidak muncul juga.

Dari arah lift dia melihat seseorang berlari kearahnya, dan dengan nafas yang tersengal-sengal Felix menatap Firly.

"Gue masih sempat kan?"

"Ya?"

***

"Baiklah."

Firly baru saja menerima telepon dari Reinaldi yang mengatakan kalau dia tidak bisa menemaninya nonton. Jadi dia minta tolong pada Felix untuk menemaninya nonton.

Firly menghampiri Felix yang sedang minum air mineral dengan sekali teguk.

"Yuk. Filmnya udah mau mulai."

Felix menatap wajah Firly yang kelihatan biasa-biasa saja. Dia jadi sedikit lega mengetahui cewek itu baik-baik saja.

Mereka berdua masuk kedalam bioskop yang masih memutarkan iklan.

"Kamu ga papa nemenin aku nonton? Aku nonton sendiri juga ga masalah, kok."

Felix mengangguk. "Gue lagi free, kok."

"Bukannya kamu ada jadwal presentasi hari ini?"

Felix tersentak, darimana cewek ini tahu?

"Temanku kuliah di fakultas yang sama dengan kamu. Jadi aku lumayan tahu jadwal kalian." Firly menjelaskan.

"Oh begitu." Felix tersenyum samar. Baru saja dia pikir kalau Firly adalah stalkernya sampai-sampai cewek itu tahu kalau hari ini dia ada jadwal presentasi.

"Oh filmnya udah mulai." Kata Firly. Mereka berdua tidak lagi saling bicara dan sibuk menikmati filmnya.

***

2 jam kemudian mereka keluar dari bioskop. Firly tampak ragu menatap Felix.

"Thanks udah temenin aku, Lix."

Felix cuma bisa mengangguk. "Lo mau kemana? Mau makan atau pulang? Biar gue temenin."

"Aku mau pulang aja. Aku bisa pulang sendiri, kok. Kamu ke kampus aja. Siapa tahu masih sempat buat ikut kuliah."

Felix kelihatan ragu, namun Firly sudah lebih dulu berpamitan padanya dan berjalan menuju lift. Mau tak mau dia mengikuti cewek itu dan mereka turun bersama kearah lobby mall.

"Kalau gitu aku duluan." Firly tersenyum tipis dan berlalu begitu saja kearah pintu keluar.

Felix lalu menatap jam tangannya. Masih ada jadwal kuliah lain setelah ini. Daripada dia membuang waktu lebih baik dia segera kembali ke kampus. Toh, tugasnya sudah selesai.

Awalnya dia berpikir demikian, namun saat keluar dari parkiran mall, dia melihat Firly yang sedang duduk tepekur di bangku halte. Cewek itu menatap layar ponsel dan terlihat muram. Kalau saja Felix tidak fokus memperhatikannya, mungkin dia tidak akan tahu kalau cewek itu sedang berusaha mati-matian menahan tangis.

Felix menepikan mobilnya dan keluar dari mobil menghampiri Firly.

Dia memegang tangan Firly yang tersentak kaget dan mendongak menatap Felix dengan mata berkaca-kaca.

"Ikut gue."

Mereka berdua tidak saling bicara didalam mobil. Firly hanya diam saja sementara Felix kelihatan kesal sekali, dia sangat kesal pada Reinaldi yang menelantarkan ceweknya begitu saja dan memilih menemani cewek lain yang bukan siapa-siapa.

Felix tidak menyangka kalau Firly ternyata menyimpan kekecewaan saat tahu Reinaldi tidak bisa datang memenuhi janjinya. Cewek itu memilih memendamnya sendiri dan menunjukkam wajah baik-baik saja pada Felix.

"Lo udah makan belum?" Tanya Felix memecah kesunyian yang terasa berat.

Firly hanya bisa menggeleng. Felix menghela napas. Dia mencari restoran cepat saji dan memarkirkan mobilnya. "Lo tunggu disini. Biar gue pesen makanan dulu, ya."

"Ga usah, Lix. Aku akan ikut turun sama kamu." Firly bergegas turun dari mobil. Felix bisa melihat kalau mata cewek itu merah. Tapi dia diam saja.

Mereka berdua masuk kedalam dan Firly ikut berbaris bersama Felix untuk antre. Padahal Felix sudah memintanya untuk menunggu saja.

Cewek itu juga menolak Felix membelikan makanan untuknya. Dan memilih membayar sendiri. Felix maklum karena Firly bukan pacarnya, jadi mungkin saja cewek itu sungkan.

Mereka makan dalam diam. Firly memakan burgernya lambat-lambat.

"Reinaldi...,"

Firly mendongak mendengar Felix menyebut nama Rei.

"Lo udah hubungin dia lagi?" Lanjut Felix.

Firly menggeleng. "Handphonenya ga aktif. Terakhir dia bicara dia lagi kerumah sakit karena kerabatnya dirawat."

Felix mengangguk. Reinaldi tidak sepenuhnya berbohong. Cowok itu hanya tidak memberitahu siapa yang sakit pada Firly. Yah, cowok waras mana yang akan memberitahukan pada pacarnya kalau dia sedang menemani cewek lain dirumah sakit.