webnovel

Satu Dasawarsa

Di usianya yang sudah menginjak umur 30 tahun, Savira tidak kunjung menikah. Dia trauma dengan lelaki yang pernah ia kencani lantaran diselingkuhi berulang kali. Penyesalannya pun menyelimuti diri Savira ketika dulu pernah menolak lamaran Riko. Dan ketika dia datang untuk mengemis cinta lelaki itu, ternyata dirinya sudah terluka untuk menerima Savira kembali. Orang tua Savira semakin menekannya untuk segera menikah. Lantaran gunjingan keluarga besar yang mengatakan bahwa Savira tidak normal. Kemudian pertemuannya dengan Raga, lelaki yang sepuluh tahun lebih muda darinya membuat pikiran dan hati Savira terbuka. Raga datang dan mengetuk Savira yang sudah membeku dan penuh luka. Namun cinta mereka harus terhalang restu orang tua lantaran perbedaan usia. Bagaimanakah Savira menghadapinya? Apakah cinta mereka bisa bersatu karena perbedaan usia yang terpaut satu dasawarsa?

Sr_Intan · Urban
Not enough ratings
371 Chs

Tantangan

"Kenapa?" tanya Savira ketika dia sudah masuk ke dalam kos milik Desy. Desy tidak sendiri, tetapi ada satu temannya lagi tapi dia tidak kenal.

Desy belum pernah mengenalkan pada Savira selama ini.

"Vir, tolong ya."

"Tolong apa?"

"Dia, sepupuku. Tolong tampung dia di rumah kamu sementara ya, kamu tau sendiri kalau aku ngekos dan gak boleh bawa temen tinggal di sini."

Melihat raut wajah Desy sebenarnya tidak tega, tapi melihat temannya yang sedang menundukkan wajahnya sejak tadi sepertinya dia sedang ada masalah.

Namanya adalah Dina, sepupu Desy yang saat ini kabur dari pacarnya lantaran terlalu obsesif padanya. Dia kabur karena pacarnya tidak mau putus dengannya.

Dia kabur sejak tadi pagi dan baru malam ini sampai di kos milik Desy.

Memang sih, kos Desy menerapkan aturan kalau tidak boleh membawa teman menginap. Dan kalau sampai ketahuan pasti Desy diusir dari sana.

Kos milik Desy bagus dan murah, jadi mana mungkin Desy merelakannya?

"Dia anaknya gak macam-macam kok," kata Desy mencoba untuk membujuk Savira.

"Mau—sampai berapa lama?" tanya Savira ragu. Dia sudah terbiasa sendiri dengan privasi yang terjaga dan jika tiba-tiba ada orang asing masuk ke dalam rumahnya pasti dia kurang nyaman juga.

"Apa mau di rumahku aja?" Riko tiba-tiba masuk membuat Desy menutup mulutnya dengan tangannya sendiri.

"Kalian—balikan?" tanya Desy terkejut.

"Bukan, jangan ngawur. Dia lagi nyari gadis-gadis, ati-ati aja," ucap Savira asal.

"Wah ati-ati kamu Din."

Dina untuk pertama kalinya mau tersenyum. Umurnya dua puluh tahun tergolong masih muda.

"Gimana?" tanya Desy lagi. "Dia mau cari kerja juga kok. Dia bawa ijazah dan lainnya."

"Wah persiapan yang matang," kekeh Savira. "Ya udah deh."

Akhirnya Savira menerima Dina untuk tinggal di rumahnya. Karena siapa tahu setelah dia berbuat baik, jodoh akan datang padanya dengan lancar tanpa hambatan.

"Wah baik banget Savira," puji Desy.

Kalau bukan karena Desy mungkin Savira akan enggan ke sana dan bertemu dengan Gadis, pacar Doni.

"Ko, sebentar." Savira meraih lengan Riko ketika dia hendak keluar dari kos Desy.

"Kenapa?"

Lalu Savira membisikkan sesuatu di telinga Riko. Dan lelaki tersenyum penuh makna.

"Sip."

Kemudian tak lama, Savira keluar dengan Riko, diikuti oleh Desy dan Dina.

Dan tiba-tiba kelas akting mereka dimulai ketika melihat bayangan Doni hendak masuk ke dalam kosan Gadis.

"Sayang habis ini kita makan ya? Aku lapar," kata Savira dengan suara dibuat-buat.

Desy yang mendengarnya dari belakang antara geli dan jijik dengan kelakuan mereka berdua. Bertemu setelah sekian lama, ia pikir Savira dan Riko akan canggung. Namun nyatanya mereka sangat akrab seperti saudara hilang yang baru saja dipertemukan.

"Iya, mau makan apa? Nanti satu restoran juga aku beli buat kamu." Riko mengusap puncak kepala Savira dengan lembut.

Doni yang melihatnya melirik dengan ekor matanya. Dia tidak cemburu, melainkan merasa aneh dengan sikap mereka berdua yang kekanak-kanakan.

"Gimana? Aktingku bagus kan?" tanya Riko ketika masuk ke dalam mobil.

"Menjijikan," sahut Desy cepat.

"Not bad." Savira menambahkan.

"Jadi curut tadi mantan kamu, Vir? Setelah kamu mutusin aku, kamu pacaran sama dia?" tanya Riko sambil menggelengkan kepalanya.

"Ya begitulah," desah Savira kemudian mengenakan sabuk pengamannya.

"Pasangan aneh," desis Desy.

"Kami gak balikan tau?!" seru Riko dan Savira kompak.

"Tuh!"

**

Malam semakin larut dan tinggal Savira dan Dina yang ada di rumah karena Desy dan Riko sudah kembali lebih dulu.

Mereka berdua canggung apalagi perbedaan sifat dan watak mereka yang sangat bertolak belakang.

"Kamu bisa tidur di sini," ucap Savira ia membuka kamar kecil yang biasanya untuk dia menyimpan barang-barangnya yang sudah tidak terpakai.

"Kamu bisa membersihkan lebih dulu."

"Makasih Mbak."

Savira hanya tersenyum.

"Kalau mau makan, makan aja. Tapi aku jarang masak."

"Oke, Mbak."

Berbeda dengan Desy, Dina ternyata sangat jauh berbeda. Dia tak akan bicara jika tidak diajak bicara duluan. Dan yang membuat Savira aneh, mengapa pacarnya sangat obsesif padanya?

"Aku tidur ya," ucap Savira. Dia kurang tidur, karena tadi pagi harus bangun jam tiga demi mendapatkan bus menuju Jakarta dan dia akhirnya hanya tidur empat jam saja.

Dan kini waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Lumayan untuk dirinya bisa masuk ke alam mimpi, di mana dia bisa mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini.

Tetapi bukannya langsung tidur, wanita itu malah memainkan ponselnya dulu sebagai bentuk ritualnya.

Tangannya sibuk menjelajah sosial media Outstagramnya. Kemudian matanya membeliak ketika menemukan sebuah video dengan seseorang yang baru ia temui beberapa waktu ini.

"Dia kan—" Savira mengingat-ingat.

"Dia bukannya yang kemarin ketemu itu? Yang manggil aku tante?"

Savira ingat dengan pemuda yang kemarin memanggilnya tante. Dia tentu saja ingat, karena Savira tidak akan melupakan wajah orang-orang yang memanggilnya dengan sebutan tante alih-alih kakak atau mbak.

"Wah followernya banyak juga," gumam Savira. "Cewek semua yang komen. Padahal tampangnya—ya lumayan sih."

"Kalau dia mau wawancara dan jadi model di majalah perusahaanku pasti laku banyak," gumam Savira. Tapi dia terlalu malas untuk menghubungi lelaki itu.

Terlalu sombong dan menyebalkan.

"Oh namanya Raga Prameswara."

Dan pada akhirnya Savira sibuk stalking lelaki itu sampai pagi. Niatnya untuk tidur lebih cepat ternyata hoax. Sampai matanya seperti mata panda di pagi harinya.

"Lho kamu bangun jam berapa Din?" tanya Savira ketika melihat Dina sedang membersihkan rumah Savira yang berantakan.

"Jam empat mbak, aku mau bersih-bersih gak apa-apa kan?"

"Oh gak apa-apa kok."

"Aku juga udah buat nasi goreng," kata Dina lagi.

"Wah! Enak nih!" Savira berdecak senang, tentu saja. Karena sudah lama dia tidak makan masakan rumahnya, terakhir sih kemarin ketika dia makan di rumah ibunya.

Dan entah kapan dia bisa makan lagi masakan seperti itu, karena dia biasanya makan makanan cepat saji di kantor maupun di rumah.

"Makasih ya Din, sering-sering deh," ucap Savira dia langsung menepis pikiran tak nyamannya tadi malam.

"Selama aku tinggal di sini, aku bayar pakai tenaga mbak."

"Jangan begitu dong, nanti dikira orang aku yang nyuruh," kekeh Savira.

Dina hanya tersenyum.

**

Di tempat kerja Savira terus menguap berkali-kali karena rasa kantuknya. Dia tak konsen ketika manajernya melakukan rapat di pagi hari.

Kepala Savira terus tertunduk karena tidak kuat menahan kantuknya. Hingga akhirnya …

"Vir di ketek kamu ada apanya?" tanya Ratna teman Savira.

Savira yang terkejut sontak mengangkat lengannya kemudian terdengar tepuk tangan dari semua karyawan yang sedang meeting di pagi itu.

"Bagus Savira! Aku suka karena kamu mau dengan tantangan ini." Manager itu bertepuk tangan untuk Savira yang Savira tak mengerti dengan kondisi saat ini.

"Apa? Kenapa?" Savira bergumam bingung.

"Raga Prameswara, kamu kan yang mau bujuk dia buat mau jadi model kita bulan ini," kata Manajernya.

"Apa?!"

Savira harus membujuk lelaki tak sopan dan sombong itu?