1 1. Lain Waktu

Yeriana Kathisya atau biasa dipangil Riana,gadis pecinta sastra yang terjebak dalam rumitnya materi pelajaran tentang bisnis dan ekonomi demi bisa selalu dekat dengan lelaki tampan yang sudah menarik perhatiannya sejak dirinya masih menyandang gelar mahasiswa baru atau maba.

Riana melirik bangku sebelah kirinya, kemudian sebuah senyum manis terpatri diwajah cantiknya.

"Kok makin ganteng aja sih." Riana berucap pelan, sembari mencondongkan tubuhnya kekiri demi bisa lebih dekat dengan lawan komunikasinya.

Mark memutar bola matanya malas, kemudian melirik Riana dengan sinis. "Bisa diem nggak sih cabe?"

Bukannya tersinggung, Riana malah semakin mencondongkan tubuhnya mendekat pada Mark hingga tanpa sadar kaki-kaki kursinya ikut terangkat.

"Nggak bisa, ada cogan kayak loe masa dianggurin." Riana terkekeh pelan, menggoda Mark adalah salah satu cara agar atensi lelaki itu hanya kepada dirinya.

Namun tanpa Riana duga, Mark malah mengangkat tangannya tinggi agar dosen pengajar mengetahui keberadaannya.

"Pak, cewek disebelah saya berisik banget, mengganggu konsentrasi belajar. Dia udah mengganggu kenyamanan dan fokus saya dikelas pak." Adu Mark pada dosen yang kini menatap Riana dengan tatapan penuh selidik.

Riana hanya bisa tersenyum kikuk, semua mata kini tertuju padanya.

"Yeriana Kathisya, kamu keluar dari kelas saya dan hormat didepan tiang bendera sampai kelas saya selesai!"

*********************

Matahari siang ini seakan mengeluarkan seluruh energinya, membuat keringat terus bercucuran dari dahi Riana. Bahkan baju Riana sudah basah karena keringat, sungguh merupakan hal paling menyebalkan bagi Riana.

"Yer!" Seorang gadis cantik berhoodie pink dan bercelana jeans biru itu berlari mendekati Riana sembari tertawa pelan.

Sedangkan yang dipanggil hanya memutar bola mata malas, seakan tidak suka dengan kehadiran gadis berhoodie pink itu.

"Dyana ih, udah gue bilang jangan panggil gue pake Yeri! Cuma jodoh gue yang boleh manggil gitu, Markazmi!" Ucap Riana dengan nada memperingatkan.

Tawa Dyana pecah seketika, Riana tetaplah Riana yang penuh percaya diri dalam keadaan apapun. Entah kenapa melihat sikap Riana ini malah mengingatkan Dyana ketika dengan percaya dirinya Riana memilih ikut dalam UKM¹ Mapala yang terkenal akan segala hal yang berhubungan dengan kerasnya alam.

_Flashback on_

"Dyana ih, tungguin! Jalannya becek nih." Riana tidak berhenti mengoceh sejak mereka pertama kali menginjakan kaki di lokasi camping yang telah disepakati untuk kegiatan mapala bulan ini.

Semua anak-anak mapala hanya bisa memutar bola mata jengah, begitu pula dengan Dyana yang tidak hentinya melontarkan makian pelan kepada Riana yang berjalan tepat dibelakangnya.

"Temen loe suruh diem deh, berisik banget. Setiap kegiatan selalu ngeluh, suruh keluar aja." Entah Dyana harus menjawab apa, hampir semua anggota mapala mengatakan hal yang sama kepadanya.

Dyana memilih mengabaikan Riana, toh sudah seharusnya gadis itu bersikap mandiri sekarang. Namun, lagi-lagi dia tidak bisa mengabaikan Riana yang sudah jatuh tersungkur dengan wajah dipenuhi lumpur._

"hue...mau pulang ke kost!" Kalau begini Dyana hanya bisa tersenyum malu sembari menenangkan Riana yang sudah menangis kencang.

_Flashback off_

"Idih, kayak Mark mau aja sama loe. Secara nih ya, loe itu tuh manja, cengeng dan-" Ucapan Dyana terpotong ketika Riana menatap tajam kearahnya.

"Itu dulu ya, sekarang gue udah nggak kayak gitu lagi." Bantah Riana cepat.

Dyana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, reflek setiap orang ketika sedang gugup. Setelahnya hanya keheningan yang melanda keduanya, Riana telah selesai menjalani hukumannya begitupun dengan berakhirnya kelas bisnis.

Tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Riana buru-buru menuju toilet untuk mengganti bajunya yang telah basah akibat keringat. Sedangkan Dyana, selaku sahabat yang baik dan pengertian, dirinya dengan suka rela memegangi tas Riana yang teramat berat.

"Untung aja loe nyimpen baju diloker Ri, coba kalo nggak." Dyana terkekeh, membayangkan bagaimana jadinya kalau Riana tidak menyimpan sepasang baju dilokernya.

Ucapan Dyana ditanggapi tawa pelan oleh Riana dari dalam bilik toilet, kebiasaan Riana yang suka menyimpan baju cadangan diloker merupakan salah satu keuntungan yang berguna disaat-saat seperri ini.

Setelah selesai berganti baju dan merapikan kembali riasannya, Riana segera menghampiri Dyana yang sedari tadi menunggunya didepan pintu bilik toilet yang baru saja dia gunakan.

"Gimana? Udah rapi kan?" Tanya Riana begitu Dyana menyerahkan tas biru kesukaan Riana.

Dyana merapikan kerah baju Riana yang yang terlihat belum rapi, kemudian mundur beberapa langkah sembari menatap Riana dengan pandangan menilai.

"Perfect, udah cantik lagi kok." Puji Dyana.

Senyum Riana mengembang, sahabatnya ini memang yang paling terbaik dalam urusan fashion.

Kedua gadis cantik itu berbincang sembari melangkah keluar dari toilet, membicarakan apa saja yang sekiranya menarik untuk dibicarakan. Kegiatan menyenangkan Riana dan Dyana terhenti ketika seseorang memusatkan atensinya kearah Riana.

"Hai Ri, loe habis dari toilet?" Tanya orang itu ramah, sekedar berbasa-basi walaupun dia tahu kalau pertanyaan yang dia ajukan sangatlah tidak perlu.

Riana dan Dyana saling melirik satu sama lain, sedikit merasa tidak nyaman dengan kehadiran gadis yang baru saja menyapa Riana. Sedangkan gadis itu juga dilanda kecanggungan karena pertanyaan bodohnya itu.

"Kita dari kantin kok Rin." Canda Riana yang disertai tawa canggung.

Karina Hangga Pratiwi, atau biasa dipanggil Arin itu meggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.

Riana menatap Arin dengan pandangan menilai, pandangan yang jatuhnya seperti merendahkan.

Arin sadar dengan siapa kini dia berhadapan, gadis cantik yang juga merupakan rivalnya dalam mendapatkan hati seorang Markazmi. Namun, siapapun juga tahu kalau hati Mark sudah jatuh ketangan Arin begitupun sebaliknya.

"Loe bisa aja bercandanya Ri. Eh btw gue duluan ya, ada janji makan siang sama Mark." Entah apakah Arin sengaja atau tidak, namun kini Riana sedang mati-matiam memahan rasa cemburunya.

"Hati-hati ya rin, mungkin lain waktu gue bisa makan siang sama Mark." Balas Riana santai, berusaha menutupi rasa kesalnya pada gadis yang menjadi rivalnya.

"Eh, Ri katanya loe mau ke perpustakaan buat nyari referensi puisi loe. Ayo gue temenin nyari buku, keburu kelas gue mulai." Dyana yang sedari tadi diam dapat merasakan hawa sengit antara Arin dan Riana, membuat gadis berhoodie pink tersebut buru-buru membuka suara sembari menarik lengan Riana.

Riana tetap diam, pandangannya beradu dengan Arin yang juga balik menatapnya. Hingga sebuah suara yang cukup familiar memutus adu pandang mereka.

"Rin, ayo jadi kan ke cafe deket taman?" Mark, datang disaat yang tidak tepat.

Seketika Arin dan Riana merubah tatapan mereka, menatap Mark dengan lembut. Setidaknya suasana tegang yang terjadi antara keduanya berakhir.

"Jadi dong, eh gue duluan ya Ri, Dy." Ucap Arin sembari memeluk erat lengan Mark, seakan menunjukan pada Riana kalau Mark hanyalah milik Arin seorang.

Riana tersenyum miring sembari memandang penuh ejek pada Arin. "Iya udah pergi sana, jaga jodoh gue ya Rin. Mungkin lain waktu giliran gue sama Mark."

Mark mendengus, kepercayaan diri Riana terlampui tinggi hingga nyaris tak tahu malu. Tak ingin lebih lama lagi berada didekat Riana, Mark menarik Arin untuk segera menjauh dari gadis yang terus mengejarnya sejak awal masuk kampus itu. Mark sangat tidak menyukai kehadiran Riana, gadia yang tidak tahu malu walaupun sudah berkali-kali Mark menolak pernyataan cinta Riana.

"Mark! Mark kok pergi sih?! Belum kiss bye loh!" Teriak Riana ketika Mark tidak menghiraukan keberadaanya dan malah pergi tanpa sepatah katapun untuknya.

Riana rasa dia harus lebih giat lagi mendekati Mark, ya dia harus dan kegiatan camping mapala minggu depan adalah kesempatannya mendekati Mark.

UKM¹= Unit Kegiatan Mahasiswa

avataravatar
Next chapter