webnovel

Masa Lalu

Mendengar penuturan putri sematawayangnya itu tampak Bunda berpikir. Pikirannya sudah melayang dengan kejadian bertahun tahun yang lalu.

"Mungkinkah anak ku yang lainnya juga ada di sini." Batin Bunda Azka.

Hati sang Bunda sudah sangat campur aduk. Yasna memiliki wajah yang sangat dominan dengan Ayahnya.

Ekspresi yang aneh tak ingin diperlihatkan pada anaknya. Jika Sang anak gadisnya tahu kebenaran masa lalu Sang Bunda rasa kecewa atau senang menjadi pikirannya saat ini.

Insting seorang ibu? Memanglah tidak pernah salah. Jika ini benar anak gadisnya yang lain akan kah bisa memaafkannya.

"Bunda?"

"Bun."

"Bun."

Panggil Yasna kepada Sang Bunda hingga beberapa kali. panggilkan itu tak disahutnya.

Yasna akhirnya bangun dari tempatnya bermanja, tetapi masih saja Sang Bunda terbayang dengan ingatan masa lalunya yang kelam. Gadis ini memicingkan matanya melihat Bunda yang tidak pernah seperti itu.

Kosong

Kosong

Kosong

Tatapan kosong yang tak pernah terlihat oleh anaknya kini sangat menyolok. Ia tak tahu Bunda sedang memikirkan apa di dalam pikirannya kini.

Saat beralih posisipun Sang Bunda tak menyadarinya. Kini Yasna tidak lagi tidur di pangkuan sang Bunda. Ia sudah duduk di sampingnya.

Cethet Cethet Cechet

Anggaplah suara tangan gesekan antara jari jempol dengan jari tengah milik Yasna sedang dimainkan dengan keras beberapa kali hingga membuyarkan pikiran Sang Bunda.

"Kamu sekarang sudah pandai menggoda ya?" Kata Bunda.

"Apa yang Bunda pikirkan?" Tanya Yasna.

"Gak ada yang Bunda mu pikirkan kecuali kamu sayang." Jelas Bunda Azka untuk menutupi kegundahannya.

"Oh.... sekarang anak mu ini sudah di sini apa yang perlu dipikirkan?" Tanya Yasna.

"Apa Yasna mu yang cuantik ini bikin masalah?" Lanjutnya lagi dengan menatap Sang Bunda dalam.

"Tidak sayang." Jawab Bunda Azka dengan mencubit hidung mancung anaknya.

"Sakit Bun." Keluh Yasna manja sambil memijat hidungnya yang sudah merah.

Bunda beranjak dari sofa tempatnya duduk. Ia pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan kesukaan anaknya.

Setelah kepergian Sang Bunda Yasna pergi ke kamar hendak istirahat. Pandangannya memindah setiap sudut ruangan.

"Tak ada yang berubah sama sekali." Batinnya.

Yasna menuju tempat tidurnya yang cukup besar. Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang sangat empuk.

Ia pun mulai memejamkan matanya. Tanpa sadar sebuah bayangan hinggap seketika saat matanya tertutup.

"Apa aku udah gak waras kali ya? Kenapa aku sampai ingat dengan gadis tadi? Masak sih aku jadi naksir dia? Laki-laki tampan aja banyak kenapa dalam pikiran ku saat ini hanya dia. Ntar bisa-bisanya kayak Nutrisari dong." Cerocos Yasna saat badannya masih berbaring dengan rasa kantuk yang cukup berat menyerangnya.

Sepasang mata memperhatikannya dari pintu kamarnya yang memang lupa ditutup. Terlihat di wajah gadis itu sangat gelisah, tidak berbeda dengan Sang Bunda.

"Apa benar anak gadis ku yang satu lagi di sini? Apa ia mirip dengan ku? Tapi kenapa gadis kecil ku ini mirip dengan Ayahnya?" Pikiran Bunda semakin dalam.

Bunda Azka pergi meninggalkan kamar sang anak dengan berbagai macam pikiran. Tidak lupa ia pun menutup pintu kamar anaknya Yasna tanpa meninggalkan suara.

Bunda meninggalkan kamar Yasna dengan menundukkan kepalanya dengan ingatan masa lalu dalam pikirannya yang saat ini penuh kebimbangan dan penyesalan karena selama ini kebenaran yang telah ditutupinya. Ia ingin melupakan dan menguburnya dalam-dalam.

Tidak pernah disangka kini malah menjadi momok yang menakutkan. Maaf dari kedua anaknya yang diharapkan jika mereka tahu tentang ini semua.

Kakek yang tadinya berada di kebun belakang memetik buah kini sudah berada di dapur membersihkan buah-buahan tersebut. Melihat Bunda Azka yang berjalan dengan lunglai Sang Kakek pun tahu ada beban pikiran yang menghantuinya.

Puk Puk Puk

Tepukan tangan Kakek di bahu Bunda membuatnya tersentak. Ya, karena di Bunda hanyut dalam lamunannya.

"Semua akan baik-baik saja." Kata Kakek yang sudah berdiri di samping Bunda yang duduk di meja makan.

"Anak mu keduanya justru akan bangga pada mu." Lanjutnya untuk memberikan ketenangan pada Bunda.

"Semoga saja Kek." Jawab Bunda dengan memperhatikan wajah kakek dengan mendongokkan kepalanya.

Kakek sudah mengetahui semua cerita masa lalu Sang Bunda. Apalah daya wanita itu pada masa dahulu kala. Jaman mekak raenak itulah kehidupannya di masa lalu.

Mendengar penuturan Kakek, hati maupun pikirannya Bunda lebih tenang. Benar kata Kakek jika semua anaknya pasti akan mengerti keadaannya pada waktu itu.

Kakek berjalan ke dapur menuju wastafel untuk mencuci buah-buahan yang di dapat hari ini. Biasanya buah-buahan itu akan ada tersaji di meja makan dan sisanya di masukkan ke lemari pendingin.

Makanan sebenarnya sudah masak sejak tadi. Bunda yang naik ke lantai atas mulanya mengajaknya untuk makan, akan tetapi melihat anaknya seperti itu diurungkan niat tersebut.