16 Tanda Merah

Pagi ini di kerajaan Moon sedang turun hujan suara gemercik air hujan membuat Putri Jang terusik, ia membuka mata perlahan betapa terkejutnya ia melihat wajah Raja Joon yang manis sedang mendekap tubuhnya. Putri Jang kemudian mengingat ingat apa yang terjadi tadi malam wajahnya memerah kala ia berhasil mengingat kejadian tadi malam. Namun seketika wajahnya berubah masam ketika ia memikirkan bagaimana reaksi Raja Joon jika mengingat ini semua.

Pagi itu Putri Jang segera bangun dari peraduan, ia bergerak pelan agar seseorang disampingnya tidak terganggu. Dengan langkah tertatih ia memunguti bajunya kemudian mengenakannya dan berjalan keluar menuju ruangan miliknya. Mengabaikan rintik hujan yang membasahi bajunya, dan mengabaikan seruan para pelayan yang menawarkan payung kepadanya.

Putri Jang meminta kepada seorang pelayan untuk menyiapkannya air hangat. Ia menanggalkan seluruh pakaiannya lalu menenggelamkan tubuhnya kedalam bak mandi meminta bantuan pelayan untuk memijat tubuhnya. Karena tubuhnya terasa sakit semua. Seorang pelayan menyunggingkan senyuman melihat banyak tanda merah dibagian leher, dada dan pundak Putri Jang. Sementara Putri Jang yang belum menyadari itu pun merasa biasa saja dan percaya diri.

"Sudah cukup, kau boleh kembali." ucap Putri Jang kepada pelayan yang ia beri tugas untuk memijitnya.

"Baik Yang mulia."

Setelah kepergian pelayan tersebut Putri Jang bangkit dari bak mandi dan mengenakan baju. Ia kemudian mematut wajahnya di depan cermin ia terkejut kala melihat lehernya terdapat bercak merah keunguan.

"Astaga."

"Jang kenapa kau bodoh sekali. Huhh pasti pelayan tadi menertawaiku melihat begitu banyak tanda merah yang diberikan Raja Joon padaku."

"Bagaimana ini, aku tak mungkin keluar ruangan dalam keadaan seperti ini."

Putri Jang mondar mandir sembari meremas remas tangannya memikirkan bagaimana cara menghilangkan tanda merah dilehernya itu. Ia kemudian memutuskan untuk mengurung diri didalam kamar dan tidak pergi kemanapun dalam beberapa hari kedepan.

Putri Jang menghabiskan waktu didalam ruangan dengan membaca buku, menulis puisi dan juga menyulam. Ia juga meminta seseorang mengundang Dayang Han dari kediaman ayahnya untuk menemaninya beberapa hari kedepan diruangannya.

Raja Joon menggosok gosok matanya kemudian merenggangkan otot ototnya yang terasa lelah sekali. Ia terkejut kala mendapati tubuhnya polos tak berbusana, ia kemudian mengingat ingat lagi apa yang sudah terjadi semalam. Raja Joon berteriak dan mengumpat marah kepada dirinya sendiri yang telah melakukan itu dengan Putri Jang.

"Arghhhh.... Sial," umpat Raja Joon marah.

"Ini semua pasti ulah ibu. Ibu benar benar keterlaluan."

"Jang, bagaimana dengan dia? apakah dia marah padaku? dimana dia? mengapa pergi begitu saja?"

"Persetan, aku tidak peduli."

Raja Joon bergerak turun mengenakan pakaiannya, kemudian memanggil seorang pelayan untuk menyiapkannya air hangat serta memanggil kasim yang berjaga di depan ruangannya.

"Kasim Bo, semenjak kapan Putri Jang meninggalkan kamarku?" tanya Raja Joon mengintrogasi penjaruangannya.

"Semenjak tadi pagi yang mulia. Yang mulia Putri pergi terburu buru dengan jalan yang sedikit tertatih. Yang mulia Putri Jang mengabaikan semua pelayan yang ingin mengantarnya. Ia juga mengabaikan pemberian payung seorang dayang. Putri berjalan dalam derasnya hujan pagi ini yang mulia." Kasim Bo menjelaskan apa yang ia lihat tadi pagi.

"Baiklah terima kasih? kau boleh pergi."

Kasim Bo melangkah pergi meninggalkan ruangan usai memberi hormat kepada Raja Joon.

"Kenapa dia? apa dia marah?" batin Raja Joon.

Raja Joon pergi mengunjungi ruangan Ratu Ran usai membersihkan diri. Ia melangkahkan kaki memasuki kamar Ratu Ran. Ia melihat seseorang wanita cantik dengan kulit putih pucatnya sedang membaca buku sembari dusuk diranjangnya. Raja bahagia sekali melihat Ratu Ran sudah mulai membaik ia berharap agar Ratu Ran bisa sembuh dan beraktifitas seperti sedia kala. Raja Joon duduk ditepian ranjang kemudian mengecup kening dan bibir sang istri mesra.

"Joon, apa yang kau lakukan disini masih banyak pelayan," ucap Ratu Ran sembari menggembungkan pipinya.

"Maaf aku hanya sesang merindukan istriku."

"Kau ini, kebiasaan."

Sesaat kemudian seorang pelayan datang menghadap Ratu Ran.

"Hormat hamba yang mulia Raja dan Ratu."

"Hemmm bagaimana ?"

"Mohon maaf Yang mulia hamba tidak bisa menemui Putri Jang, kasim penjaga ruangan Putri Jang berkata untuk hari ini dan beberapa hari kedepan Putri Jang hanya ingin sendiri dan tidak memperbolehkan siapa pun masuk keruangan Putri Jang," ucap pelayan tersebut sembari menunduk.

"Baiklah kau boleh pergi," ucap Ratu Ran lembut.

Setelah kepergian seorang pelayan yang ia suruh untuk mengundang Putri Jang Ratu Ran menatap Raja Joon meminta penjelasan seolah ia tahu penyebab Putri Jang mengurung diri di kamar adalah Raja Joon.

"Bisakah kau jelas kan padaku mengapa Jang sampai mengurung diri di kamar?"

"Aku? mengapa kau bertanya pada ku sayang? aku tak tahu menahu perihal itu," jawab Raja Joon santai.

"Benarkah? bukan kah semalam kalian menikmati malam bersama? seharusnya Jang bahagia hari ini bukan malah mengurung diri. Kau yakin tidak ada apa apa padanya Joon?"

"Aku benar benar tidak tahu karena tadi pagi ia pergi meninggalkan ku sebelum aku terbangun dari tidurku."

"Pergi dan temuilah dia Joon. Ku mohon," pinta Ratu Ran khawatir.

"Baiklah aku akan menemuinya tapi nanti setelah kita bersantap siang bersama."

"Hemm." Ratu Ran mengangguk pelan.

Seorang pelayan mengantarkan makan siang keruangan Ratu Ran dan meletakkannya diatas meja kecil didekat ranjang sang Ratu.

"Joon, Jang gadis yang baik jangan pernah melukai hatinya lihat lah pengorbanannya, perlakukan ia sama seperti kau memperlakukanku," ucap Ratu Ran tiba - tiba.

"Kau, bisakah kau tidak membahasnya lagi." ucap Raja Joon sembari menatap tajam Ratu Ran.

"Baiklah, aku tak kan membahasnya lagi, aku hanya mengingatkanmu jangan sampai kau menyesal dikemudian hari Joon."

Raja Joon hanya diam dan tidak lagi menanggapi ucapan Ratu Ran, ia memilih menghabiskan makanannya dan berlalu pergi meninggalkan Ratu Ran.

Seorang Kasim menyampaikan berita dari balik pintu setelah mendapat desakan dari Raja Joon.

"Yang mulia, Yang mulia Raja Joon memaksa untuk bertemu dengan anda yang mulia," ucap Seorang kasim penjaga dari balik pintu.

Putri Jang gelisah, ia takut jika menolak Raja Joon tapi ia malu dengan keadaannya saat ini lehernya dipenuhi tanda merah keunguan membuatnya benar benar tak percaya diri Putri Jang menggerai rambutnya, menarik nafas perlahan menyiapkan dirinya akan kemungkinan buruk yang akan terjadi ketika Raja Joon masuk ke dalam kamarnya.

"Bukakan pintunya, persilahkan yang mulia Raja masuk," ucap Putri Jang sembari meremas ujung hanboknya.

Seorang Pria tampan nan gagah berjubah Merah menyala masuk kedalam kamar Putri Jang.

"Tinggalkan kami berdua," ucap Raja Joon kepada dayang Han yang sedang berdiri disamping putri Jang.

"Mengapa kau mengurung diri di kamar dan menolak untuk bertemu dengan siapa saja? Apa kau ingin membuat ulah dan membuat semua orang berfikir aku telah menyakitimu?" cecar Raja Joon dengan nada ketus.

"Maaf Yang mulia hamba hanya sedang ingin sendiri karena hamba ingin menyelesaikan beberapa buku yang hamba tulis," elak Putri Jang.

"Bukan karena kejadian semalam?"

"Bu-bukan yang mulia." Ucap Putri Jang dengan suara sedikit gemetar.

"Aku minta maaf atas kejadian semalam itu semua di Luar kendaliku dan aku harap kau bisa melupakan malam itu," tegas Raja Joon yang membuat Putri Jang mengepalkan tangannya dibalik hanbok menahan sesuatu di dalam dadanya yang sudah ingin meledak.

"Anda tak perlu minta maaf Yang mulia. Anda tidak bersalah."

"Melupakan malam itu? Ckk tanpa dia minta aku sudah akan melupakannya," ucap Putri Jang di dalam hati.

"Jangan terlalu percaya diri, aku meminta maaf karena Ran yang meminta berterimakasih lah padanya," ucap Raja Joon yang mematahkan hati Putri Jang.

Putri Jang memejamkan mata sejenak menghirup nafas dalam dalam sembari mencengkeram kuat ujung hanboknya.

Putri Jang mengembangkan senyum manisnya " Hamba mengerti Yang mulia.Hamba tidak berani sepercaya diri itu yang mulia. Hamba sangat sadar akan tempat dan posisi hamba."

"Baiklah aku sudah memenuhi permintaan Ran maka aku akan pergi."

"Baik Yang mulia."

Putri Jang menjatuhkan tubuhnya ke lantai ia menangis dengan kepala ia sandarkan di pinggiran ranjang. Dayang Han yang melihat itu pun segera menenangkan hati Putri Jang. Ia meminta pelayan membuatkan teh hangat untuk Putri Jang karena ia tahu secangkir teh hangat dan seseorang yang memberinya semangat mampu membantu menenangkan hati nona yang ia semenjak kecil.

"Putri, apa yang terjadi?" tanya Dayang Han cemas.

"Dia... aku membencinya bi. Aku benar benar membencinya sekarang tapi aku terlalu lemah untuk membencinya bi."

"Dia siapa yang anda maksud Putri?"

"Suamiku, seseorang yang tak pernah menganggapku, seseorang yang selalu mengabaikanku, seseorang yang menganggapku rendah."

"Ku mohon jangan berkata seperti itu putri. Aku tahu kau hanya sangat marah padanya putri. Kau adalah Putri Jang aku yakin hatimu tidak benar membencinya."

"Entahlah bi aku benar benar marah padanya saat ini."

"Tenanglah Putri semuanya akan baik baik saja Putri percayalah."

"Terimakasih bi, aku senang kau berada disini dan menemaniku meski harus melihatku dalam keadaan sesedih ini."

"Panggilah wanita tua ini Putri, ia akan selalu setia kepadamu dan juga keluargamu," ucap Dayang Han menunjuk dirinya sendiri.

"Bibi Han kau membuatku terharu," ucap Putri Jang seraya mendekap erat dayang Han.

"Minumlah teh hangat ini. Ini akan sedikit membantu menenangkanmu bukan."

"Heemmm... Kau benar bi."

Sesaat kemudian Putri Jang sudah terlihat tenang dan kembali ceria. Ia tidur dipangkuan Dayang Han sembari mengobrol kecil dan bercanda.

avataravatar
Next chapter