webnovel

Perasaan Kagum

Tiga orang siswi tengah bersembunyi di bawah tangga sambil memperhatikan seorang dukun yang berdiri di depan lorong kelas. Suasananya lumayan sunyi dan itu merupakan jalur yang sering digunakan Azra untuk ke kantin.

Andhyra sengaja membayar seorang dukun hebat untuk menghadapi Azra sang nenek sihir jahat. Andhyra berpikir dukun yang sekarang berdiri di lorong sekolahnya itu mampu mengalahkan Azra, dan membuat Azra bertekuk lutut di hadapannya.

"Andhyra... kamu yakin nih dengan si dukun itu?" Chya bertanya tanpa menolehkan kepalanya dari si dukun.

"Tenang saja dukun itu terkenal banget di daerah Desa Sembarangan, katanya ia sudah banyak mengalahkan para penganut ilmu hitam!" Mhuty menjawab pertanyaan Chya dengan yakin.

"kita liat saja nanti." Ucap Andhyra.

mereka sudah mengatur rencana untuk membuat Azra dapat berhadapan dengan dukun yang telah mereka datangkan dari jauh.

Bau kemenyan yang begitu menusuk hidung menyebar di seluruh lorong yang tengah di bawah oleh sang dukun di tangannya, berbagai macam jimat-jimat yang bergantung di leher dan tangannya membuatnya terlihat begitu menyeramkan.

Mereka yakin sebentar lagi Azra akan lewat dari jalan itu.

Belum sampai lima menit mereka menunggu Azra, akhirnya seorang siswi terlihat sedang berjalan ke arah sang dukun dan jelas ia adalah Azra.

"Tuh liat dia sudah datang!" ucap Muthy sambil menunjuk ke arah siswi yang sedang mendekati lokasi si dukun berada.

"Rasain kamu orang udik, coba saja kamu lawan dukun itu kamu pasti bakal kalah!" Andhyra berucap dengan senyum jahat di bibirnya.

Azra yang kini berjalan dari kelasnya menuju ke kantin merasa ada seseorang yang tengah menatapnya. Matanya yang semula pokus pada hp nya kini melihat kedepan.

Pemandangan pertama yang ia lihat adalah seorang laki-laki tua dengan giginya yang berwarna hitam sedang mengucapkan mantra yang tidak jelas dari mulutnya.

Bau kemenyan dari tangan si dukun sampai di hidung Azra yang membuat Azra dengan segera menutup hidungnya dengan menggunakan pergelangan tangannya.

Azra hanya bisa terdiam di tempatnya dan memandang sang dukun dengan tatapan heran.

"Mengapa orang seperti ini bisa masuk ke dalam sekolah? dan apa yang sedang ia lakukan?" pikir Azra dalam hati.

tiba-tiba si dukun itu mulai berjalan dan menghampiri Azra secara perlahan ia terus menerus mengucapkan kata-kata yang tidak di mengerti oleh Azra sama sekali.

Azra hanya memandang si dukun tanpa rasa takut ia malah merasa jijik dengan si dukun yang tengah memasukan sesuatu kedalam mulutnya sambil terus mengucapkan kata-kata yang aneh, Mulutnya kini mengeluarkan air liur berwarna merah ketika ia sudah berada di jarak satu meter dari Azra tiba-tiba ia menyemburkan semua yang ada di dalam mulutnya ke arah Azra.

"Keluarlah kamu wahai roh jahat, hadapi aku kalau kamu berani!" teriak sang dukun sambil mengayunkan kemenyan yang ada di tangannya ke hadapan Azra.

Si dukun terus saja mengucapkan mantra-mantra tidak jelas dan sekali lagi menyemprot ke arah Azra.

Azra kini mengepalkan tangannya, wajahnya memerah karna emosinya sudah berada di puncak kesadarannya.

Seketika si dukun merasa udara sekitarnya menjadi begitu panas seakan ia berada di dekat kobaran api yang sangat besar. Entah mengapa kaki dan tangannya bergetar tidak karuan membuat kemenyan yang ada di tangannya terjatuh.

Azra melihat ke arah si dukun yang kini merasa ketakutan ia melihat si dukun dengan tatapan yang menusuk hati si dukun, tiba-tiba jimat yang semula bergantung di leher si dukun tertarik kebelakang dan mencekiknya.

Si dukun terjatuh di lantai ia meronta kesana kemari berusaha untuk melepaskan cekikan yang ada di lehernya, namun usahanya sia-sia. Pada saat si dukun merasa ia telah berada di ambang kematian cekikan yang ada di lehernya terlepas dan tubuhnya melayang ke udara.

Dengan tubuh yang kini berhadapan dengan Azra si dukun mengambang dan terlihat sangat pucat melihat pada Azra.

"Siapa yang menyuruhmu menggangguku?" Azra bertanya dengan geram, ia begitu marah sampai urat nadi di sekitar kepalanya terlihat.

Si dukun dengan gerakan lemah menunjuk ke arah tangga yang ada di belakangnya, tiga orang yang berada di bawah tangga itu tiba-tiba tersentak dan seketika berlari.

Namun setelah tiga langkah tubuh mereka terhenti, mereka berusaha bergerak namun tidak bisa meskipun mereka mengeluarkan seluruh tenaganya namun tetap tidak bisa seolah sesuatu telah menahan pergerakan tubuh mereka.

Tiba-tiba tubuh ketiga siswi itu kini melayang ke arah Azra dengan panik mereka berteriak dengan sekencang-kencangnya namun mereka tidak dapat bersuara seolah suara mereka menghilang entah kemana.

Tubuh si dukun kini terlempar ke samping dan mendarat di tanah dengan begitu menyakitkan posisinya di gantikan oleh ketiga siswi yang tengah berada di depan Azra dan melayang di udara, leher mereka seakan tercekik oleh sesuatu yang kuat.

"Kalau sampai kalian berani menyebarkan kemampuanku dan menggangguku sekali lagi, jangan harap kalian akan hidup lebih lama dari sekarang!" Ancam Azra pada ketiga siswi itu, dan melepaskan mereka di udara.

Andhyra, Mhuty dan Chya kini terjatuh ke lantai, suara mereka yang tertahan dari tadi kini tiba-tiba kembali dan mereka menangis sejadi-jadinya, mereka tidak perna merasakan sensasi berada di ambang kematian. Untuk bangkit dari jatuhnya pun mereka tidak mampu.

Azra kini berlalu meninggalkan orang-orang yang tengah berusaha mencari maslah dengan dirinya itu.

*

Di dalam toilet Azra kini membersihkan dirinya dari kotoran yang telah disemprotkan oleh si dukun sialan tadi. Ia telah kehilangan selerahnya untuk makan di kantin.

Azra berfikir dengan kejadian tadi ketiga siswi yang slalu datang mengganggunya tidak akan berani lagi menampakkan wajahnya di depan Azra.

setelah ia membersihkan dirinya Azra memilih berjalan mengelilingi sekolahnya, ia tidak tau mau kemana lagi. Kembali ke kelas hanya akan membuatnya risih dengan teriakan siswi-siswi yang ada di kelasnya.

setelah beberapa saat Azra berjalan ia terhenti di depan sebuah ruangan. Dari luar ia bisa melihat berbagai peralatan musik di dalam ruangan itu. Mata Azra tertuju pada sebuah gitar yang disandarkan di dinding dekat sebuah drum.

Dengan ragu-ragu Azra melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Ia berjalan dimana gitar itu di letakkan dan mengambilnya, pada gitar tersebut terlihat sebuah tulisan "BEASTIE KING".

Azra memperhatikan setiap detail dari gitar tersebut, tiba-tiba matanya memancarkan sebuah cahaya yang takjub. Tidak di sangka ia telah memegang gitar legendaris yang langkah, jenis gitar itu hanya ada lima di dunia yang dibuat oleh seorang profesional bertangan dewa.

mata Azura kini benar-benar berbinar membuat matanya yang berwarna coklat terang semakin memancarkan aura bahagia yang sangat langka darinya.

*

Afnan kini mengguncang guncangkan hp nya di atas udara ia tidak tau mengapa hp nya tidak dapat menangkap signal, ia sedang mencoba menghubungi seseorang yang sangat penting saat ini.

Ia terus berjalan tanpa memperhatikan langkahnya, ia hanya pokus dengan hp nya yang ia pegang dan di angkat di atas kepalanya. Langkahnya kini menuju ke arah taman karna semakin ia melangkah maju signal yang di dapat oleh hp nya pun semakin bagus.

Afnan semakin mempercepat langkahnya namun tiba-tiba ia merasa sedang menabrak sesuatu. Dengan perlahan ia menurunkan pandangannya kebawah dengan sebelah tangannya yang masih terangkat ke atas. Sebuah mata coklat terang yang begitu indah menatapnya begitu dalam, jantungnya pun kini terasa mengadakan konspirasi untuk melakukan pemberontakan dan melompat keluar.

Semakin dalam ia menatapnya semakin jantungnya berdetak tidak karuan, wajahnya yang halus dengan hidung mancungnya serta bibirnya yang tipis membuat Afnan meneguk Air liurnya. Tidak hanya itu angin yang berhembus pun membuat indra penciumannya merasakan sebuah aroma wangi yang semakin membuatnya terpesona.

Sampai akhirnya sang gadis tersadar dan mundur selangkah darinya, sebelum ia pergi ia mengucapkan kata maaf pada Afnan. Afnan hanya dapat memandanginya sampai gadis itu menghilang dari balik tembok sekolahnya.

"Tidak hanya wajahnya yang cantik, suaranya pun sangat indah!" ucap Afnan tanpa sadar.