39 All is Well

Niko tersenyum melihat langkah cepat Sabine memburu tubuh Akhyar. Langkah penuh kerinduan. Niko mengerti, Akhyar pernah singgah di hati Sabine.

_______

Niko sebelumnya menanyakannya ke Sabine saat masih dalam perjalanan menuju rumah adik Akhyar, Uzma.

"Apa Akhyar spesial di hati kamu, Sabine?" tanya Niko. Pandangannya lurus ke depan saat menyetir.

Perlahan Sabine menyentuh tangan kiri Niko yang masih melekat di setir. "Iya, Om. Dia spesial. Pernah," jawab Sabine. Lalu dia lepas sentuhan tangannya, tapi cepat ditahan Niko.

Niko memelankan laju mobil, ingin lebih relaks sambil menggenggam jari jemari tangan kanan Sabine.

"Sepertinya kamu juga sangat spesial di hati Akhyar."

Sabine menggigit bibirnya. Mungkin. Tapi dia juga tidak tahu apa benar dia spesial di hati Akhyar? Dia juga tidak pernah bertanya tentang hal itu. Dan sikap Akhyar memang agak sedikit berbeda jika berduaan dengannya. Entahlah, Sabine tidak merasa dirinya spesial.

Sabine hanya bersenang-senang, hanya ingin dimanja, ingin dimandikan. Walau dulu sempat menginginkan Akhyar sepenuhnya, sempat merasakan cemburu yang amat sangat ketika Akhyar juga memanjakan gadis-gadis lainnya, tapi cepat dia kubur dalam-dalam keinginannya karena tidak ingin menjadi penghalang mereka.

"Sejauh mana...,"

"Cukup jauh. Dia sudah mengajari aku banyak hal. Terutama melayani keinginannya." Sabine cepat menanggapi pertanyaan Niko. Dia sudah tau ke arah mana pertanyaan Niko.

"Apa perlu aku tanyakan hal yang sama tentang Tante Evi ke Om? Sejauh mana..."

"Status Om menikah, Sayang."

Sabine menelan ludahnya kelu.

"Buat apa Om tanya tentang salah aku dulu? Bukannya itu malah menyiksa?"

Niko mengeratkan genggaman tangannya.

"Itu masa lalu, Om. Dan aku nggak pernah mau kembali ke masa itu. Please, jangan buat aku merasa bersalah..."

Niko terus menggenggam tangan Sabine, matanya terus memandang ke depan.

"Maaf, Sabine. Mungkin Om gugup...," aku Niko akhirnya.

________

Dan perasaan Niko pun lega melihat Sabine dan Akhyar berpelukan. Dia ingin masalah Sabine dan Akhyar berakhir segera tanpa ada sedikitpun pertanyaan yang tersisa. Bahkan Niko membiarkan Akhyar mengajak Sabine ke paviliun kecil di belakang rumah adik Akhyar itu.

Sementara dirinya duduk sendiri di ruang tamu.

________

"Daddy tinggal di sini?" tanya Sabine yang sudah duduk di samping Akhyar. Matanya mengedar ruang yang cukup luas itu. Ada beberapa perabotan yang berasal dari apartemen Akhyar sebelumnya. Sabine masih mengingat detail isi apartemen Akhyar, karena dia dulu memang sering menghabiskan waktu bersama Akhyar di sana.

"Iya. Daddy pindah ke sini. Biar nggak sepi."

"Bukannya Daddy biasa sendiri di sana?"

"Felt more lonely since you're gone,"

Sabine menghela napasnya. Disambutnya gelas berisi air minum dari tangan Akhyar.

"Daddy kurus...," Sabine mulai terisak. Dia tidak kuasa menahan tangis ketika melihat tubuh Akhyar yang tidak tegap seperti sebelumnya.

"Mikirin kamu...,"

Sabine meraih tangan Akhyar, digenggamnya. Dingin dirasakannya.

"Kenapa kamu nggak hubungi Daddy? Kamu malah meninggalkan Daddy dan menikah dengan pria lain. Kita bisa bicara baik-baik dulu. Daddy sudah berencana mengakhiri petualangan Daddy sebenarnya sejak bertemu kamu."

"Aku nggak mau masalah jadi besar, Daddy...,"

"Kamu menyakiti perasaan Daddy, Sabine. Kamu sangat spesial di hati Daddy. Daddy berusaha menahan diri tidak 'menyentuh'mu, karena memang Daddy ingin kamu akan merasa spesial saat menikah dengan Daddy. Daddy sudah atur waktunya, Sayang,"

Tenggorokan Sabine terasa tercekat. Sejenak saat-saat indah bersama Akhyar melintas di benaknya.

"I love you, with all of my heart,"

Sabine hanya menangis. Dia tidak tahu harus bilang apa.

"It is okay. Daddy hanya curhat. Kamu nggak perlu merasa menyesal. Daddy tahu kamu juga sangat cinta Daddy."

"Aku nggak menyesal ketemu Daddy, disayang Daddy. Yang aku sesali kenapa gadis-gadis itu menyakiti keluarga aku. Daddy seharusnya memahami keadaan aku. Kalo memang Daddy berniat ingin hidup sama aku, kenapa nggak Daddy sedari awal mengatakannya. Aku bisa jaga amanat."

Sabine meneguk habis minumannya.

"Daddy kira aku baik-baik saja saat Daddy berkata mesra kepada mereka di depan aku? Dari awal sudah aku bilang ke Daddy bahwa aku cemburu, dan Daddy bilang senang dengan keterusterangan aku. Tapi ternyata Daddy tetap saja melakukannya. Kalau bukan karena keadaan Pakde Yono yang semakin parah, aku seharusnya nggak berada di dekat Daddy."

Akhyar memandang wajah Sabine dengan seksama.

"You love him?."

"I do,"

"You love me?,"

Sabine terdiam. "I do," ucapnya. Galau mulai menerpanya.

Akhyar tersenyum. Dibelainya kepala Sabine.

"Are you happy with him?"

"I am,"

Akhyar tersenyum penuh misteri ke arah Sabine. Ada sedikit dengusan sinis.

"I taught him..., how to be good on bed. Like you taught me," desah Sabine.

Akhyar memasang wajah tanya.

"He is good learner,"

Akhyar menghela lega.

"You are good teacher," pujinya.

"I am,"

Sabine memperbaiki letak duduknya.

"Kalaupun dia tidak bisa melakukannya, aku tetap akan bersamanya. I am his wife."

Akhyar merangkul Sabine. Tiba-tiba saja perasaan bangga dan lega berbaur. Lalu diusap-usapnya kepala Sabine. Dia kembali mengenang saat pertama kali bertemu Sabine di sebuah hotel. Entah kenapa dia langsung jatuh hati kepada Sabine. Bukan karena nasib malangnya. Tapi sikap Sabine yang tulus menyayangi orang-orang terdekat, meski mereka tidak ingin berdekatan dengannya.

Dia masih ingat kisah Sabine, keluarganya, impiannya. Sabine hanya ingin keluarga berdekatan dengan dirinya. Terutama ibu kandungnya.

"You are my baby, my only sugar baby," desah Akhyar. Dikecupnya kening Sabine dengan penuh rasa sayang.

_______

Niko bangkit dari duduknya ketika didengarnya bunyi pintu belakang rumah Uzma seperti dibuka seseorang. Dia mengira Sabine dan Akhyar yang muncul, akan tetapi seorang perempuan berkerudung sedang membawakannya minuman. Wajahnya mirip dengan Akhyar. Niko langsung menebak bahwa perempuan itu adalah adik Akhyar. Sang pemilik rumah.

Niko duduk kembali.

"Nggak perlu repot-repot, Mbak...," ucap Niko.

Perempuan itu tersenyum manis.

"Silakan. Oh iya, saya Uzma, adik Akhyar,"

Uzma lalu duduk di hadapan Niko.

"Saya Niko...," ucap Niko.

Uzma sebentar menoleh ke arah pintu menuju luar, ke arah paviliun kecil rumahnya di mana Akhyar dan Sabine sedang bertemu.

"Akhyar tinggal di sini?" tanya Niko hati-hati.

"Iya. Sejak ditinggal pergi gadis itu,"

"Sabine..., istri saya,"

Uzma mengangguk-angguk. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

"Dia seperti kehilangan semangat hidup sejak Sabine menghilang. Dia banyak cerita tentang Sabine. Dia merasa ada yang membuatnya begitu dekat ketika berdekatan dengan anak itu." Uzma menghela napasnya sejenak. "Dia punya kesalahan masa lalu, yang membuatnya tidak ingin menikah...,"

Belum sempat Uzma melanjutkan ceritanya, Akhyar dan Sabine muncul dari arah pintu belakang rumahnya. Wajah keduanya penuh senyum. Apalagi Sabine, dengan langkah cepat dia memburu suaminya, sampai-sampai dia sama sekali tidak menyadari ada perempuan lain di ruang tamu itu.

Akhyar tersenyum melihat sikap Sabine yang sepertinya tidak sabar lagi ingin pulang.

"Hei..., kenalkan dulu. ini Tante Uzma, adik Daddy Akhyar...," tegur Akhyar ke Sabine yang sudah menggelayut manja di lengan Niko.

"Oh..., Sabine, Tante...," ucap Sabine seraya mencium punggung tangan Uzma.

Uzma tersenyum melihat sikapnya. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa sangat dekat dengan Sabine. Diusap-usapnya kepala Sabine. Ditolehnya Akhyar yang tengah tersenyum ke arahnya, seakan ingin berkata bahwa Sabine gadis yang sangat cantik dan baik.

Akhyar duduk di samping Niko, merangkulnya.

"Dia ini kerja di Kashawn group sekarang...," kata Akhyar ke Uzma.

Uzma terperangah.

"Oh. Paman suami saya kerja di sana. Dia sudah belasan tahun kerja di sana...," sambung Uzma.

Niko mengernyitkan dahinya.

"Gamal Hassan. Kamu kenal?," tanya Uzma.

"Oh..., dia atasan saya, Mbak."

Uzma mengangguk tersenyum.

"Gimana kerja kamu di sana?" tanya Akhyar ke Niko.

"So far so good. Yah, seperti yang bapak bilang ke saya sebelumnya. Mereka gila kerja. Tak perduli siang dan malam,"

Akhyar tertawa.

"Mau balik ke kantor saya?,"

Niko yang tertawa sekarang.

"Nggak, Pak. Saya lebih nyaman di kantor yang baru," tanggap Niko sambil meremas paha Sabine mesra. Sabine membalasnya dengan menggamit lengannya manja.

"Apalagi sejak Pak Igor yang mimpin perusahaan menggantikan bapaknya, banyak yang enggan pindah, Pak,"

"Ah. Masa?"

"Ada kenaikan tunjangan...,"

Akhyar tertawa mendengarnya. Igor adalah sahabatnya yang sebelumnya bekerja di Singapore. Kira-kira dua bulan terakhir dia bekerja di salah satu perusahaan orangtuanya yang berada di kawasan BSD, Tangerang.

"Kata Sabine kamu belum bulan madu...," sela Akhyar tiba-tiba.

"Ya..., tapi..., we enjoyed our nights, right, Babe?" Niko yang malu menyenggol bahu Sabine. Sabine tersenyum menyeringai ke arahnya.

"Daddy mau ajak ke Melbourne...," ujar Sabine manja.

Niko sedikit kaget mendengarnya.

"Kata Sabine kamu punya rencana ajak dia bulan madu ke Melbourne. Belum sempat kamu penuhi,"

Niko tergelak. Dia memang punya rencana untuk itu.

"Iya, Pak. Rencana natal ini, saya perkenalkan Sabine dulu ke keluarga saya di Bantul, lalu setelah itu baru ke Melbourne...,"

"Aku mau cepat, Om...," sela Sabine agak memaksa.

"Om masih kejar target, sayang...,"

"Nggak usah khawatir, Niko. Biar saya yang sampaikan ke Gamal, juga Igor. Kamu ambil cuti awal. Seminggu kita di sana."

***

avataravatar
Next chapter