webnovel

Saat Kita Muda

Follow Instagram @sere_nity_lee untuk info novel terbaru Serenity Lee Ara dan Ghifar tanpa sengaja bertemu karena seekor hamster bernama Onix. Keduanya kemudian berteman selama satu bulan. Namun, sayangnya Ara harus pergi meninggalkan Ghifar karena perceraian kedua orang tua angkatnya. Akankah Ghifar dan Ara bertemu kembali? Dan apa yang akan terjadi saat mereka ditakdirkan berjumpa kembali setelah beranjak remaja? Masihkah mereka mengenali satu sama lainnya? MAMPIR JUGA KE CERITAKU YANG LAIN YA KAK: 1. Mendadak Menikah 2. ALISHA (PRETENDING) 3. Zarina the Abandoned CEO 4. Terpotek Cinta CEO Botak tapi Ganteng 5. Annethaxia Luo Putri Negeri Salju 6. Elegi Cinta Asha 7. Angela the Alpha's Mate TERIMA KASIH

Serenity_Lee · Teen
Not enough ratings
13 Chs

Menyelamatkan Seorang Perempuan

Seorang remaja tengah mengendarai sepeda motornya. Melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Berjaket kulit, lengkap dengan sarung tangan kulitnya. Tidak lupa mengenakan helm untuk melindungi kepalanya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti benturan di bagian organ terpentingnya.

Motor balap berwarna hitam, senada dengan helm dan jaket yang dikenakannya, melintas di jalanan yang sepi pejalan kaki. Tanpa sengaja netranya menangkap sosok seorang remaja perempuan yang tengah berlari kencang, menuju ke arahnya. Rambut kuncir kudanya tampak menari-nari di udara. Bergerak ke kanan dan ke kiri, seiring langkah lebar pemilik rambut kuncir kuda.

Remaja perempuan itu beberapa kali menolehkan kepalanya ke belakang. Seolah-olah berlari menghindar dari sesuatu atau seseorang.

Mata keduanya tanpa sengaja bertemu pandang. Serta merta perempuan yang mengenakan celana jeans yang sobek di beberapa bagian, serta kaos putih lengan pendek, lengkap dengan tas selempang yang menyilang dari bahu kirinya ke kanan pinggangnya, merentangkan kedua tangannya di hadapan motor yang tengah melaju, tanpa takut sedikit pun.

Bertepatan suara dencit ban bergesekan dengan jalanan beraspal, motor itu berhenti. Hanya tinggal sepersekian inci saja, perempuan nekat itu, akan tertabrak motor yang dikendarai remaja laki-laki tersebut. Andai saja, si remaja, pengendara motor tidak lihai mengendalikan laju tunggangannya.

Serta merta, perempuan itu memejamkan matanya, kala laki-laki di hadapannya mengumpatnya.

"Apa kau bodoh? Ingin mati?!" Teriak laki-laki itu dengan nada tinggi, tanpa turun dari sepeda motornya, dan membuka tutup helmnya. Satu jarinya mengarah pada perempuan itu.

Alih-alih menjawab pertanyaan sang pemuda, perempuan nekat tersebut dengan sigap berlari ke belakang sepeda motor milik pemuda itu. Membonceng di belakang. Kemudian berteriak dengan lantang, "Ayo lekas jalan!!"

"Tidak! Kamu turun!!" Seru pemuda itu. Memiringkan tubuhnya, agar bisa melihat perempuan yang telah duduk di belakangnya.

"Kalau aku turun, aku bakal mati. Apa kamu mau tanggung jawab?" Suara lantang perempuan itu terdengar bergetar. Bisa ditangkap oleh sang pemuda, bahwa perempuan ini ketakutan.

Tidak lama, terdengar beberapa orang berseru dari jarak sekian ratus meter. Mereka berpakaian layaknya preman.

"Itu dia! Itu dia! Tangkap dia!" Seru seseorang kepada teman-temannya. Mereka berlari semakin kencang menuju remaja laki-laki dan perempuan di atas motor. Di tangan mereka tergenggam beberapa alat dan senjata tajam. Di arahkan kepada mereka berdua.

"Tolong. Selamatkan aku. Akan aku bayar berapa pun, nanti," lirih perempuan itu.

Pemuda itu tanpa pikir panjang langsung berseru seraya menutup kembali helmnya, "Pegangan yang erat!!" Bersamaan dengan deru motor balapnya. Mereka berdua melesat menjauh dari tempat menyeramkan itu dengan kecepatan maksimal, layaknya pembalap motor GP.

Setelah melalui jalanan yang aman, dan terbebas dari kejaran para preman, sang pemuda baik hati perlahan menurunkan kecepatan laju motor balapnya. Membuka penutup helmnya.

"Siapa mereka? Dan mengapa mereka mengejarmu?" tanya pemuda itu dengan berteriak, agar suaranya terdengar, mengalahkan suara deru motornya.

Perempuan itu diam beberapa saat. Berpikir, apakah menjawab dengan jujur atau berbohong kepada laki-laki yang telah menyelamatkannya itu.

"Umm ... mereka ... orang-orang yang dibayar untuk mengejarku," jawab perempuan itu akhirnya.

"Kenapa mereka mengejarmu? Apakah kamu berbuat salah pada orang yang membayar mereka?" pemuda itu memerhatikan mimik wajah perempuan di belakangnya dari balik kaca spion motornya.

"Aku ... aku kabur dari pria yang akan menikahiku." Spontan tubuh perempuan itu mengenai punggung sang pemuda, yang tiba-tiba saja menghentikan laju motornya dengan cepat.

"Menikah? Berapa usiamu?" Pemuda itu terkejut bukan main. Perempuan yang diboncengnya ini masih terlihat belia, masih sangat muda jika akan dinikahkan. Orang tua mana yang tega menikahkan anaknya semuda ini?

"Kakak! Kenapa kakak berhenti tiba-tiba? Dadaku sakit." Alih-alih menjawab pertanyaan, perempuan itu mengeluhkan sakit di dadanya akibat berbenturan dengan punggung sang pemuda tadi.

"Turun!!" serunya, telunjuknya mengarah ke bawah, mengisyaratkan bahwa ia mengusir perempuan itu dari atas motornya.

"Kakak, tolong antarkan aku ke rumahku. Nanti akan aku jelaskan sambil jalan. Bagaimana?" Perempuan itu tersenyum tulus, lesung pipit terbentuk di kedua pipinya.

"Usiaku enam belas tahun, dua bulan lagi," terang perempuan itu, menjawab pertanyaan sang pemuda.

"Kamu tidak sekolah?" tanya pemuda itu penasaran. Bagaimana bisa, anak di bawah umur, bahkan belum juga tujuh belas tahun, yang seharusnya bersekolah, akan menikah? Ada yang tidak beres dengan orang tua perempuan ini, atau bisa jadi perempuan ini berbohong?

Perempuan itu mengangguk. "Baru lulus SMP, Kak."

Ya Tuhan, bahkan masih SMP, sudah akan menikah? Tanya pemuda itu dalam hatinya.

"Aku dinikahi paksa, Kak. Demi untuk melunasi hutang-hutang ayah angkatku." Perempuan itu melanjutkan penjelasannya.

Selama sisa perjalanan menuju rumahnya, perempuan itu bercerita banyak hal tentang keluarganya yang berantakan.

Orang tua angkatnya yang terdahulu meninggal dalam sebuah kecelakaan di jalan raya, padahal mereka adalah orang tua yang sangat baik dan sangat menyayanginya. Perempuan ini satu-satunya yang selamat di dalam kecelakaan. Dan sialnya, kerabat orang tua angkatnya menuduhnya sebagai penyebab kemalangan saudara mereka, hingga menyebabkan mereka meninggal.

Mereka–kerabat orang tua angkat si perempuan–kemudian mengusirnya dari rumah peninggalan orang tua angkatnya sehari setelah masa berkabung, tidak diijinkan membawa sesuatu apa pun dari orang tua angkatnya, kecuali apa yang dikenakannya saat itu.

Setelah kematian orang tua angkatnya perempuan malang itu tidak memiliki tempat tinggal. Menyusuri jalanan kota, menjauh dari tempat tinggal orang tua angkatnya terdahulu.

Selama beberapa hari, perempuan itu tidur di jalanan. Berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Terkadang di depan toko yang sudah tutup, atau di teras rumah ibadah. Benar-benar kehidupannya sekarang berbanding terbalik dengan kehidupannya terdahulu. Hidup bak gelandangan selama berhari-hari. Makan dan minum bergantung belas kasihan orang-orang di sekitarnya. Tak jarang perempuan itu dianggap orang dengan gangguan jiwa karena penampilannya yang lusuh, kotor, dan kumal, serta bau.

Hingga pada satu ketika ia bertemu dengan sepasang suami istri yang tidak memiliki anak selama dua puluh tahun, di pasar, yang mau menampungnya, memberinya pakaian bekas yang masih layak pakai, setelah memberinya kesempatan untuk membersihkan diri di rumahnya yang sederhana.

Selama beberapa tahun, kehidupannya kembali membaik, meski tidak semewah kehidupannya terdahulu. Semua berjalan dengan baik dan membuatnya bahagia, karena mereka juga menyekolahkannya di sebuah sekolah.

Namun, kebahagiaannya itu tidak bertahan lama, tiba-tiba saja ibu angkatnya meninggal, meninggalkannya hanya berdua dengan ayah angkatnya.

Ayah angkatnya tidak bisa menerima takdir sepeninggal istrinya, kemudian berubah perangainya menjadi sering mabuk-mabukkan, dan berjudi. Kerap kali pulang malam, dari mulutnya tercium aroma minuman keras. Sering kalah berjudi, hingga uang simpanan mendiang istrinya habis. Demi menuruti kebiasaan buruknya itu, ayah angkatnya menjadi sering berhutang. Kalah berjudi berkali-kali hingga hutangnya bertumpuk, dan tidak mampu lagi membayarnya.

Tercetuslah sebuah ide jahat di benak sang ayah angkatnya. Menjual anak angkatnya kepada laki-laki hidung belang yang kaya raya. Agar bisa melunasi hutang-hutangnya.

Hari pernikahan sudah ditentukan. Uang tunai pun sebagian sudah diterima sang ayah angkat, sebagai uang muka. Tanpa sedikit pun perempuan itu mendapatkan uang sepeser pun.

Laki-laki hidung belang itu seumuran ayah angkatnya, bahkan lebih tua. Sudah memiliki istri dan anak. Hal itulah yang membuat perempuan itu menolak dinikahi, akan tetapi sang ayah angkat tetap maksanya, bahkan mengancam akan membunuhnya jika ia tidak menurut.

Perempuan itu akhirnya menyanggupi dengan terpaksa, dan di hari pernikahannya ia berhasil kabur, dengan berpura-pura ingin buang hajat, saat akan dirias menjadi pengantin.

Dan, di sinilah perempuan itu sekarang. Duduk di belakang motor pemuda penyelamatnya.