webnovel

Bab 28

***

Ruri mendengar suara bel pada pintu apartemennya. Dia berjalan dan membuka pintu dan terpaku menatap Daiki.

"Daiki?"

Daiki melangkah masuk sambil menjawab pendek. "Aku menginap di sini." Dia melihat Ruri yang melongo dan ditendangnya pintu agar tertutup.

Ruri mengedipkan kedua matanya. Jantungnya berdetak kencang. "Bagaimana...bagaimana dengan penangkapan tadi..." kemudian dia menghentikan kalimatnya saat beradu pandang dengan tatapan sepasang mata tajam berkabut milik Daiki.

Daiki tertawa. "Aku sedang tidak ingin membicarakan kasus apapun malam ini." Daiki menjawab seraya membuka sepatunya dan berjalan ke arah sofa di depan televisi. Dia melihat sebuah sketsa tersebar di atas meja pendek itu dan lampu rancangan Ruri masih dalam pengerjaan. Lampu itu sudah separuh jadi.

Ruri berdiri di depan Daiki dan menunjuk lampu yang baru berdiri dalam bentuk sebuah gereja mungil. "Bagaimana? Aku sedang mengerjakan patung-patungnya." Tapi Ruri tahu saat itu Daiki tidak sedang ingin membahas lampu.

Pria itu dengan lembut meraih tubuh Ruri ke atas pangkuannya. Daiki dapat menghirup wangi tubuh Ruri saat tubuh mereka bersentuhan. Dengan rindu dia mendongak untuk menatap wajah Ruri yang merona.

"Aku juga tidak ingin membicarakan tentang lampu malam ini. Aku ingin berbicara tentang kita."

Ruri merasakan debur jantungnya semakin kencang seolah ingin menembus bajunya. Dia merasakan bagaimana dengan lembut jemari Daiki mengelus lengannya dan jari jemarinya. Dia bersuara gemetar ketika bibir hangat Daiki menyentuh jemarinya dan mengecup mesra telapak tangannya. Pria itu mengecup tiap titik sensitif disela-sela jarinya dan mengelus lembut dengan belaian lidahnya.

Ruri mendesah diatas pangkuan Daiki yang dirasakannya begitu keras menyentuh bokongnya. Daiki menciumi jemari lentik Ruri dan terus menelusuri pergelangan tangan itu sebelum melepasnya. Diraihnya tengkuk Ruri agar menunduk dan dengan tegas namun lembut bibirnya menyentuh bibir Ruri yang segera menyambutnya. Lidahnya meluncur masuk dan mengelus lembut sepanjang deretan gigi Ruri dan kemudian saling membelit dengan lidah wanita itu.

Daiki melumat dan mengisap lidah Ruri dengan seksi sementara tangannya menyusup ke dalam tanktop Ruri yang rapuh. Dia mengelus mesra sepanjang kulit perut Ruri yang ramping. Memainkan lidahnya dengan ahli di dalam rongga mulut Ruri, melumat bibir ranum itu dengan bergairah. Jemarinya terus bergerak dan menyentuh gundukan lembut milik Ruri.

Ruri mengeluarkan rintihan nikmat saat bibir Daiki semakin dalam melumat bibirnya bersamaan dengan telapak tangan pria itu memutari puting payudaranya dengan lambat. Tanpa sadar Ruri menggesekkan bokongnya pada milik Daiki yang sudah membengkak di balik celana kainnya.

Daiki melepaskan sejenak pangutan bibirnya pada bibir Ruri. Suara geraman keluar dari kerongkongannya ketika merasakan bagaimana Ruri bergerak di atas tubuhnya yang menegang. Kini tangan Daiki menangkup payudara bulat Ruri yang kenyal dan meremasnya lembut.

Keduanya terengah dan Ruri menunduk untuk mencium leher Daiki sambil tubuhnya bergerak mengikuti irama remasan tangan Daiki pada payudaranya. Daiki memejamkan matanya saat bibir seksi Ruri yang panas mengisap sisi lehernya dan kini kedua tangan Daiki meremas kedua payudara Ruri, menggoda putingnya yang menegang dengan ibu jarinya. Dia juga dapat merasakan kini kedua kaki Ruri terbuka sehingga dia dapat merasakan tubuh Ruri yang dibalut hot pants.

Bibir Ruri terus bermain di leher Daiki hingga kelekukannya. Daiki terengah dan berusaha untuk bersuara. "Tidakkah kau berpikir bahwa di sofa terlalu sempit?" Senyuman Daiki terpampang.

Ruri melepaskan bibirnya dan menatap mata Daiki dengan sepasang matanya yang berbinar. Dengan cepat dia turun dari pangkuan Daiki dan pegangan tangan pria itu pada payudaranya segera terlepas. Dia tersenyum dan berjalan ke arah kamarnya.

Daiki membasahi bibirnya dengan lidahnya. Dia tertawa pelan. Malam ini sepertinya dia menyerahkan kendali di tangan Ruri. Dia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar Ruri.

Ruangan itu tampak bercahaya redup dan hangat serta harum. Dari kecil Ruri tidak pernah mematikan lampu di manapun. Ruri phobia dengan gelap sejak dia berada di dalam lemari pakaian. Daiki melihat Ruri berdiri di tengah ruangan dengan menatapnya.

Daiki menutup pintu kamar dengan pelan dan menghampiri Ruri. Diraihnya tubuh indah itu dalam pelukannya dan melumat bibir yang sudah menanti itu dengan erotis. Terdengar erangan dari bibir Ruri. Tapi Daiki terkejut ketika Ruri menggigit lembut bibir bawahnya dan mendorong dadanya dan memutar tubuhnya terlempar ke ranjang.

"Woow...Ruri-chan! Kau mau main kasar heh?" Daiki berkata takjub akan tenaga Ruri.

Ruri tertawa dan naik ke atas ranjang. Tidak hanya itu, dia berada di atas pinggang Daiki dan dengan gerakan erotis dia membuka tanktopnya sehingga kulitnya yang cokelat susu terlihat berkilauan tertimpa cahaya redup lampu yang berwarna kemerahan. Kedua payudara Ruri yang bulat dan padat menggoda Daiki ketika dia menurunkan tubuhnya untuk berbisik di atas bibir Daiki yang penuh. Helai rambut panjang Ruri menggelitik wajah Daiki dan lehernya. Kukunya yang runcing membelai dada lebar dan keras milik Daiki.

"Dari dulu aku ingin menyentuhmu seperti ini." Suara serak Ruri benar-benar membuat Daiki pasrah oleh gairahnya sendiri. Lidah mereka saling bersentuhan sebelum saling membelit dan menggoda satu sama lain.

Tangan Daiki bergerak untuk membelai puting payudara Ruri, memaikannya dengan ibu jari dan telunjuknya hingga menggelenyar. Sebelah tangan Daiki yang lain membelai punggung telanjang Ruri dan turun mengelus bokong bulat milik wanita itu.

Ruri terengah ketika Daiki meremas payudaranya bersamaan dengan bokongnya. Dia membalas lumatan bibir Daiki sementara jari-jari rampingnya mulai membukai satu persatu kancing kemeja Daiki. Kembali terdengar geraman dari kerongkongan Daiki saat Ruri melepas kemejanya dan membelai dada.

Ruri mengisap lembut bibir Daiki dan mulai menelusuri sepanjang dagu dan leher pria itu. Daiki mendesah dan remasannya pada payudara Ruri semakin intens dan jarinya berusaha mencari resleting hot pants wanita itu ketika bibir basah Ruri menggoda dadanya dan mengisap puncak dadanya.

"Sialan!" Daiki tanpa sadar mengumpat saat kini bibir Ruri menelusuri perutnya. Jari-jari Daiki berhasil menurunkan resleting hot pants dan benda itu sudah separuh merosot dari pinggul Ruri. Napas Daiki semakin memburu tatkala lidah Ruri bermain-main di pusarnya, membuat gairahnya semakin memuncak.

Ruri mendengar umpatan Daiki dan dia mengangkat wajahnya. Jarinya bergerak membuka ikat pinggang Daiki berikut celana panjang berikut dalamanya sehingga dia bisa melihat diri Daiki yang sudah begitu tegak dan keras.

Melihat Ruri mulai membelai dirinya dengan tangannya yang lembut, Daiki menggeram kasar saat dirasakannya kehangatan rongga mulut Ruri melingkupi dirinya yang menegang. "Jangan menyiksaku!"

Ruri menghentikan kegiatannya. Dengan sekali gerakan dia sudah melepaskan hot pantnya dan tubuhnya yang indah kini sudah berada di atas Daiki. Wajah Ruri bersemu merah dadu. Entah dari mana asalnya sisi liar dirinya muncul. Keinginan untuk membuat Daiki rileks dan menyentuh pria itu begitu kuat sehingga membuat Ruri melupakan rasa malunya.

Dengan perlahan dia memasukkan dirinya yang hangat dan basah pada milik Daiki yang keras. Dia memejamkan matanya ketika masuk ke dalam dan menggerakkan pinggulnya dengan perlahan. Miliknya berdenyut bersamaan dengan milik Daiki yang berada di dalamnya. Dia mencengkram bahu lebar Daiki dan menunduk di atasnya.

Daiki mendesah saat mengikuti irama gerakan pinggul Ruri. Dia meremas lembut bokong Ruri dan berbisik parau di telinga Ruri. "Ini begitu luar biasa.."

Ruri menatap manik mata Daiki yang pekat. Keringat mereka bercucuran. Daiki tersenyum seraya menangkap bibir Ruri dengan bibirnya. Mereka berdua saling mendesah saat Ruri mempercepat gerakannya. Daiki dan Ruri merasakan bagaimana mereka begitu pas satu sama lain. Ruri melengkungkan punggungnya

Dia merasakan orgasme yang luar biasa begitu juga Daiki. Ruri melumat keras bibir Daiki dan tubuh keduanya bergetar hebat ketika keduanya mencapai orgasme bersama dan terkapar di ranjang Ruri.

Peluh masih membanjiri tubuh keduanya saat Daiki memeluk Ruri yang menelungkup di ranjang. "Aku tak sanggup berkata apa pun. Kau tak memberiku peluang sedikitpun." Daiki tersenyum. Tubuhnya masih bergetar nikmat meskipun kini mereka telah melalui gelombang gairah itu.

Ruri membenamkan wajanya ke bantal dan menggeleng keras. Rasa malu baru menyerangnya dan rasanya dia ingin tenggelam saja. Dia melirik Daiki yang masih tersenyum.

Mereka menyatuhkan jiwa raga mereka dan akhirnya tertidur pulas setelah itu di kamar hangat milik Ruri. Pada akhirnya Daiki merasa sedikit rileks atas kasus yang masih harus dihadapinya besok pagi bersama Hideo. Matanya masih nyalang saat Ruri terlelap nyenyak di dalam dekapannya.

****

Mamoru terpaku mendengar kalimat Sayuri. Dia memberikan jalan bagi wanita itu untuk masuk dan segera mengunci pintunya.

"Onee-san...apakah Junichi-sama tahu kau kemari?" Mamoru bergidik saat mengingat peringatan Junichi beberapa hari lalu.

Sayuri menatap apartemen Mamoru yang terlihat berantakan. Dia tahu Mamoru terlibat dalam rencana Junichi untuk menyakiti Ruri. Namun malam ini dia kemari bukan untuk bertemu "Mamoru" tapi "Hozy Mori".

Tatapan Sayuri beralih pada Mamoru. Dia memeluk kedua lengannya. "Aku ingin bersamamu malam ini, Hozy. Kumohon..aku nyaris tidak sanggup lagi hidup seperti ini." Sayuri terisak.

Melihat hal itu membuat Mamoru segera mendekati Sayuri. Dipeluknya tubuh ramping itu dan berbisik lirih. "Jangan berkata begitu. Kau tahu aku selalu ada untukmu."

Sayuri mendongak menatap Mamoru. Jemarinya yang lentik dan langsing merangkum wajah tampan di hadapannya, membelainya dengan penuh kerinduan. Entah siapa yang memulai, bibir keduanya sudah saling melumat dengan rakus. Sayuri menerima ciuman kerinduan yang diberikan Mamoru dengan rasa rindu yang sama besarnya. Dengan tidak melepaskan ciuman, Mamoru menggedong Sayuri yang ringan menuju kamarnya.

Dengan hati-hati dia meletakkan wanita itu di atas ranjangnya. Sayuri melihat Mamoru melepas sweaternya melalui kepalanya dan dia melihat bentuk tubuh atletis pria itu. Tercetak begitu indah sehingga membuatnya membelai penuh keriduan ketika Mamoru mendekatinya.

"Aku merindukanmu, Hozy... hingga ingin mati saja." Sayuri berbisik parau ketika merasakan Mamoru memeluknya dengan erat. Jari-jari pria itu menurunkan blusnya berikut semua perlindungan terakhir Sayuri.

"Kau bisa pergi sekarang juga." Suara Mamoru bergetar saat menjawab ucapan putus asa Sayuri. Suara Mamoru bergetar ketika melihat keindahan tubuh telanjang di depannya.

Sayuri mengangkat tubuhnya sehingga payudaranya yang kecil padat membusung menyentuh dada keras milik Mamoru. Mamoru memejamkan matanya saat puting payudara Sayuri menyentuh puncak dadanya yang mengeras. Dirasanyakan ujung jari wanita itu menyentuh bibirnya.

Hatinya berada di dua persimpangan. Disatu sisi dia ingin memeluk Sayuri hingga matahari terbit namun disisi lain dia terikat akan janjinya untuk selalu setia dan mematuhi Junichi.

Sayuri berbisik penuh getaran diantara pelukan hangat Mamoru. Dia memberi ruang sedikit agar dia dapat menatap wajah Mamoru yang bimbang. "Aku merindukanmu...jiwa ragaku..sentuhlah aku, Hozy. Milikilah aku. Aku tidak peduli bahkan jika iblis menari di depanku, milikilah aku malam ini. Sentuh aku..seperti dulu..." bisik Sayuri putus asa.

Mamoru menatap Sayuri tanpa berkedip dan dia seolah melihat bidadari di depan matanya. Disentuhnya wajah rapuh itu, dibawanya ke arahnya dan dikecupnya bibir tipis itu penuh haru dan cinta. Disentuhnya semua yang ada didiri Sayuri dengan penuh kasih malam itu. mereka saling menerima dan memberi malam itu sehingga bayangan ketakutan yang menanti di hadapan mereka seakan tak mereka pedulikan lagi. Hanya ada mereka berdua malam itu, mencurahkan segenap cinta mereka yang terpendam selama ini dan terpisah oleh keadaan yang sulit.

Dengan masih bibir menyatu dan melumat, Mamoru membelai leher dan lengan Sayuri yang mulus. Jarinya yang kokoh menyentuh puting payudara Sayuri yang mengeras. Jari telunjuknya melakukan gerakan memutar pada lingkaran puting payudara itu sebelum meremasnya dengan lembut secara berirama.

Napas Sayuri berbaur dengan napas Mamoru. Suara erangan terdengar di dalam ruang kamar luas itu. Tubuh Sayuri bergerak mengikuti gerakan tangan Mamoru pada payudaranya. Kini bibir Mamoru menelusuri leher dan bahu Sayuri. Tubuh Sayuri bergetar ketika jari-jari yang meremas payudaranya digantikan oleh elusan lembut bibir Mamoru.

Lidah Mamoru menyentuh puting payudara Sayuri, menjilatnya dengan lembut di sekitar puting serta putingnya hingga basah. Sayuri mengerang nikmat ketika kini Mamoru mengisap puting payudaranya maju mundur dan memainkannya di dalam rongga mulutnya yang hangat. Mamoru seolah tidak pernah puas menikmati payudara Sayuri. Dia melumat, menggigitnya pelan, menariknya dan kembali mengisapnya hingga berbunyi. Dia melakukan hal yang sama pada payudara yang satunya lagi.

Sayuri mencengkram seprai saat kembali merasakan sensasi luar biasa ketika Mamoru mencumbu puting payudaranya. Mengisapnya dengan erotis sementara jari pria itu semakin bergerak turun menyentuh kewanitaannya. Mamoru terus mengisap maju mundur payudara Sayuri sementara telapak tangannya mengelus kewanitaan Sayuri yang berdenyut. Sebuah jarinya membelai bibir kewanitaan wanita itu sebelum memasukinya dan menggerakkan jarinya di dalam kehangatan kewanitaan Sayuri yang basah.

Mamoru melepaskan mulutnya dari payudara Sayuri dan manangkap bibir Sayuri yang terbuka. Dia melumat bibir itu sambil jarinya bergerak cepat di klitoris Sayuri membuat wanita itu mengelinjang nikmat dan membuka lebar kedua kakinya.

"Ahh...ahh..Hozy..." Sayuri mengerang berulang kali di setiap gerakan jari Mamoru yang makin cepat.

"Buka lebih lebar," bisik Mamoru terengah di atas bibir Sayuri. Ruang gerak jarinya semakin bebas ketika Sayuri semakin membuka lebar kedua kakinya.

Mamoru melepaskan ciumannya dan tubuhnya merosot ke bawah. Dia mengeluarkan jarinya dan menekuk kedua lutut Sayuri dan melebarkannnya. Kemudian dia menunduk dan mencium kewanitaan Sayuri yang sudah basah.

Sayuri menahan napasnya ketika bagaimana lidah Mamoru bermain di klitorisnya dan membuat dia begitu melayang. Pria itu mencumbu kewanitaannya dengan jilatan lidahnya dan isapan bibirnya pada pusat dirinya hingga dia merasa bahwa wanita itu telah siap untuknya.

Mamoru mengangkat tubuhnya dan menyentuhkan miliknya yang sudah sangat keras pada kewanitaan Sayuri. Dia memasuki Sayuri dengan lembut dan memeluk wanita itu. Mamoru semakin mempercepat gerakannya dan memasuki Sayuri semakin dalam. Sayuri menyambut ledakan orgasme antara dia dan Mamoru. Ketika Mamoru mencapai puncak, dia menyerukan nama Sayuri bersamaan dengan cairan hangatnya yang melimpah memasuki rahim Sayuri.

Mamoru dan Sayuri berpelukan di dalam gelap. Suara napas Sayuri yang lelap menyapu leher Mamoru. Mamoru menatap langit-langit kamarnya. Berjuta pikiran muncul di benaknya.

Dua pasang manusia yang sama-sama menjalani cinta yang dibayangi bahaya besar yang bahkan mereka sendiri tidak tahu kapan datangnya. Baik Mamoru dan Daiki akan melindungi cinta mereka mati-matian dengan cara mereka masing-masing. Meskipun dalam hal ini Mamoru lebih dulu bisa memastikan bahwa segalanya akan dimulai dengan selembar kertas kontrak kerja sama yang sudah disetujui oleh Ruri Fujita. Bahkan mungkin sudah dimulai sejak pertemuan di pusat perbelanjaan Koto.

Mamoru menatap wajah pulas Sayuri dan mengecup puncak kepala wanita itu. Matanya berkaca-kaca. Maafkan aku. Aku tidak bisa menjadi Hozy Mori selamanya untukmu, Onee-san. Mamoru mengepalkan tinjunya.

Di bagian lain, Daiki juga menatap wajah damai Ruri dalam tidurnya. Napas wanita itu terdengar teratur. Daiki mengecup dahi Ruri. Mulai besok aku akan mengejar Junichi Kimura dan segala antek kepolisian yang bekerja sama membuat ibumu tidak tenang di sana. Aku juga akan membawa ayahmu untuk meminta ampunmu karena sudah membuatmu menderita.

Next chapter