1 New Rules

Pagi hari yang sejuk seharusnya menjadi momen yang disukai oleh banyak orang. Berbeda dengan Yeonjun dan teman-temannya.

Berada di satu sekolah dan satu kelas yang sama. Kelas 12 - 0, kelas khusus yang dibangun di pojok sekolah. Berisikan murid-murid yang sering sekali melanggar peraturan sekolah. Jika kalian menghitung berapa kali mereka melanggar peraturan sekolah maka kemungkinan akan terkumpul satu buku penuh.

Terlambat, makan saat pelajaran, tak mengerjakan tugas, membolos, mencontek saat ujian, sering melakukan aksi vandalisme. Itu adalah salah satu alasan kenapa mereka ditempatkan di kelas 12 - 0.

Bel sekolah berbunyi tapi terdengar samar karena speaker itu terletak sangat jauh dari kelas mereka.

Mereka - Yeonjun dan teman-temannya - membuka buku mereka dengan setengah hati. Guru yang cantik pun masuk, tanpa senyum tanpa salam, ia menggebrakkan buku yang ia bawa ke meja.

Yeonjun hanya memutar bola matanya malas. Begitu pun dengan yang lainnya.

"Bisakah kalian berubah? Apa kalian akan terus seperti ini?" ucap guru itu yang diabaikan oleh Yeonjun dan yang lainnya.

Guru itu berjalan menuju meja Yeonjun, mengambil secara paksa buku yang sedang dipegang Yeonjun.

"Jika kamu tidak mau sekolah, berhenti merusak buku milik perpustakaan," ujar guru itu tegas. Yeonjun hanya melipat tangannya di depan dadanya. Dia memang sering merusak buku dengan cutter yang selalu ia bawa. Tak peduli apa bukunya, ia akan membuka, merobek, membuat ukiran di cover buku itu dan membuangnya setelah rusak parah.

Guru itu sekarang berjalan ke arah Taehyun, salah satu teman Yeonjun. "Kamu ini mau sekolah atau mau tidur? Ini sekolah bukan hotel!" teriak guru itu tepat di telinga Taehyun setelah ia melepas airpods milik Taehyun.

"Ini, saya sita," guru itu pergi berjalan lagi sambil membawa airpods milik Taehyun. Tapi, dengan santainya, Taehyun mengeluarkan airpods dari lokernya dan memasangkannya ke telinga.

"Lukisanmu itu bagus, Soobin. Tapi jangan melukis di dinding sekolah ini," guru itu merebut spidol yang dipegang Soobin. Dia memang sering mencoret-coret dinding sekolah dengan spidolnya. Memang lukisannya bagus, tetapi ini tetaplah disebut aksi vandalisme.

Soobin hanya menatap kesal dan malas ke gurunya yang menyebalkan itu.

"Entah kamu ini adiknya atau apa, kenapa kamu juga melakukan hal yang sama dengan Soobin?" guru itu mengambil kapur berwarna biru milik Hyuka. Dia mungkin tertular virus Soobin, bedanya Hyuka menggambar menggunakan kapur berwarna.

"Kamu mau membakar sekolah ini, hm? Berhentilah bermain korek api," ucap guru itu sambil merebut korek milik Beomgyu. Ini yang paling berbahaya, Beomgyu suka sekali bermain korek api. Segala sesuatu yang dilihatnya pasti akan dibakar.

"Barang-barang ini akan bapak sita. Dan bapak harap, kalian bisa be-ru-bah," ucapan penuh penekanan oleh guru itu lagi-lagi diabaikan oleh mereka.

Guru itu pergi, berjalan dengan cepat, membanting pintu dengan kasar. Inilah yang tiap hari mereka alami, barang-barang berbahaya akan disita, lalu mereka ditinggalkan, tanpa diberi pelajaran. Jadi, sebenarnya apa alasan mereka datang ke sekolah?

Setelah kepergian guru tadi, mereka semua hanya diam saja tanpa ada satu orangpun yang berbicara. Hingga akhirnya Yeonjun mengatakan sesuatu sambil mengukir tulisan di meja menggunakan cutternya.

"Teman-teman..." gumaman lemah dari Yeonjun membuat yang lain menjadi memusatkan perhatian kepada Yeonjun.

"Apa kita bisa berubah?" Pertanyaan Yeonjun membuat Beomgyu terkejut, ia mematikan korek apinya.

"Apa maksudmu?" Tanyanya sambil mendekati Yeonjun. Yeonjun hanya diam sambil memperhatikan tangannya sendiri.

"Aku lelah." Suara Yeonjun terdengar lumayan keras ditengah-tengah kesunyian kelas itu.

Taehyun bahkan melepas airpodsnya demi mendengarkan perkataan temannya itu.

"Aku lelah dengan semua ini. Mereka memandang kita sebelah mata."

"Aku juga." Taehyun tiba-tiba ikut berbicara sambil bangkit dan memasukkan airpodsnya ke dalam saku celananya.

Soobin mengeratkan tangannya, merasakan apa yang teman-temannya rasakan. Walau dirinya sendiri sudah sering tersakiti, ia lebih sakit saat temannya tersakiti.

Ia keluar dari kelas bersamaan dengan bel istirahat yang berbunyi dan meninggalkan teman-temannya.

Lorong yang berisi loker para siswa dipenuhi oleh siswa dan siswi yang sibuk bolak-balik membuka loker mereka masing-masing untuk mengambil sesuatu.

Soobin membuka lokernya yang tidak terkunci. Dan menghela napas panjang, lagi-lagi terdapat banyak surat di lokernya. Jika itu adalah surat cinta atau surat dari penggemarnya mungkin itu tidak masalah bagi Soobin, tapi ini adalah surat aneh yang selalu ada di loker Soobin.

Tak hanya Soobin, tapi yang lainnya juga.

Surat dengan amplop berwarna merah darah. Berisikan kata-kata kasar dan kata-kata bullying yang selalu menghantui pikiran Soobin.

"Sampai kapan semuanya akan seperti ini?" Gumamnya memandangi tiga amplop di tangannya.

"Kau mendapatkannya lagi?" Tiba-tiba Taehyun datang, memandangi tiga amplop di tangan Soobin dan dua amplop di tangannya sendiri.

Soobin hanya mengangguk dan menutup lokernya. Berjalan menjauh dari Taehyun, dia pergi ke atap sekolah, tempat favoritnya.

Terlihat banyak kaleng cat yang berantakan beserta dengan kuasnya. Ini kebiasaan Soobin yang lainnya. Dia juga suka melukis di dinding. Walau ini melanggar peraturan di sekolahnya, tapi dia tetap melakukan kebiasaannya.

Ia mencelupkan kuasnya ke dalam cat berwarna merah. Mengusapkannya ke dinding, membentuk helaian rambut yang indah. Yang dia lukis kali ini adalah seorang perempuan. Dengan lekuk tubuh yang indah dan rambut berwarna coklat kemerahan. Matanya yang gemerlap dan bibirnya yang menampilkan senyum indah.

Sungguh, tangan Soobin memang ajaib.

Disisi lain, Yeonjun yang tadinya hanya diam saja di kelas setelah kepergian Soobin pun bangkit dan pergi ke perpustakaan. Mengambil beberapa buku dan membacanya. Mungkin untuk kali ini ia tak ingin merusak sesuatu.

Sedangkan Beomgyu, dia pergi ke lapangan. Memantul-mantulkan bola basket di tangannya. Bermain sendiri saat orang lain membicarakannya di belakang. Bisikkan-bisikkan di belakangnya tak membuat dia kesal. Dia tetap fokus memainkan bola basketnya.

Juga dengan Hyuka, dia menarik garis menggunakan kapur berwarnanya. Membuat garis lengkung, lingkaran, segitiga, dan garis-garis aneh lainnya diatas jalan. Daripada di dinding, Hyuka yang tak terlalu pintar melukis pun lebih suka menggambar abstrak di atas jalan.

Berbeda dengan Taehyun, dia lebih suka memandangi langit sambil mendengarkan lagu-lagu klasik.

Tak terasa, entah waktu yang sangat cepat atau mereka yang terlalu menikmati kebiasaan mereka. Bel waktu pulang berbunyi, mereka berlima berjalan keluar sekolah bersama. Tanpa menggendong tas, karena memang tujuan mereka datang ke sekolah bukanlah untuk belajar.

Mereka berjalan ke rumah mereka masing-masing. Soobin membuka tiga amplop yang tadi dia dapatkan di rumahnya, sesuai dugaannya isinya hanya kata-kata kasar.

Dan itulah yang membuatnya selalu berpikir. Apa yang salah dalam dirinya? Apa yang sebenarnya membuat banyak orang membencinya? Apa dirinya seburuk itu?

Sama dengan yang lainnya, mereka juga mendapatkan surat yang hampir sama sehingga membuat mereka memikirkan apa yang salah dalam diri mereka.

Apalagi yang lebih parah, Yeonjun malah mendapat surat yang berisi :

"Sebaiknya kau mati saja."

Dengan dihiasi cairan kental berwarna merah darah. Terlihat menakutkan dan membuat Yeonjun tak bisa tidur semalaman.

Tolong jangan melihat mereka dari sebelah mata saja. Mereka melakukan sesuatu pasti ada alasannya.

Mereka terlambat karena mereka tak bisa tidur di malam hari. Mereka terus memikirkan tentang surat-surat itu.

Mereka makan saat pelajaran karena mereka tak punya waktu untuk sarapan.

Mereka tak mengerjakan tugas karena memang mereka tak punya waktu untuk mengerjakannya. Setiap malam mereka habiskan untuk memikirkan orang-orang yang membenci mereka.

Mereka membolos karena mereka tak kuat lagi dengan apa yang mereka hadapi. Terlalu pusing untuk mendengarkan penjelasan guru di depan.

Dan mereka melakukan aksi vandalisme, semata-mata untuk menghibur diri mereka sendiri. Mereka mencari kebahagiaan mereka sendiri.

Tetapi peraturan di sekolahnya membuat mereka semakin menderita. Membuat mereka terus mendapat masalah.

Tetapi mereka tak pernah menangis, tak pernah mengeluh, tak pernah merasa bahwa semua ini tak adil. Mereka menerimanya, mereka tetap tersenyum.

Karena bagi mereka, rasanya lebih sakit untuk tersenyum daripada untuk menangis.

avataravatar
Next chapter