webnovel

ruang tak bertuan

Mencintai dalam diam, mungkin menyakitkan. Anggara Gera Arishandi Danurdidja, penerus tunggal DANURDIDJA GROUP. Sebuah perusahaan developer properti di Surabaya, memendam cinta sejak SMA pada anak dari rival keluarganya, WASKITO GROUP. Seorang gadis lugu dan pendiam, bahkan teramat diam karna terlalu sulit untuk didekati. Apalagi kedua kakak laki laki nya adalah orang yang begitu posesif dan perfecsionis...akan terlalu sulit untuk mendekatinya, apalagi menggapainya. Akankah Gera bisa menaklukkan hati sang pujaan dan mendapat restu dari kedua belah pihak???

Nasyama_Istarianti · Fantasy
Not enough ratings
30 Chs

Orang yang tak diinginkan

Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Gera bersama Dhani memasuki arena lapangan Universitas Pentra. Kampus terlihat legang karna jam sudah menunjuk pada angka tujuh.

Hanya beberapa mahasiswa yang bersliweran dengan kesibukannya sendiri.

Dari kejauhan terlihat Damar sudah melakukan peregangan otot memulai pemanasan. Barlari mendribble bola dan menshot tepat ke arah ring.

Disisi lain, Rara tampak sedang berkutat dengan ponselnya yang sama sekali tak menyadari keberadaan Gera.

Gerakan dribble Dhani berhenti bersamaan berhentinya langkah Gera tepat di samping Damar.

" Besar juga nyali lo! " Ejekan Damar seraya melempar bola ke atas melakukan shot yang berhenti akibat tangan Gera yang lebih dulu mencekal pergerakan bola.

" Yang sudah diucap tak mungkin ditarik! " jawabnya tegas.

" Apa lo yakin?? "

" Sure! "

" Ok! Tapi asal lo tau, pertandingan ini bukan soal menang dan kalah, bukan juga soal kesepakatan kita. Tapi ada yang lebih penting dari itu! " Damar menatap tajam lawannya, mencari tau keyakinan dan keberanian lawannya.

" Maksudnya? " Gera sama sekali gak paham jalan pikiran Damar, ya karna dia memang buka seorang cenayang!!

" Musuh lo bukan gue, tapi dia! " menunjuk ke arah tiga orang pria yang berbadan tegap.

Gera mengikuti arah telunjuk Damar.

-' siapa mereka? '- batinnya.

Seperti paham, Damar mengangguk pelan menatap Gera.

" Ajisakha Putra Widjaya! Penerus tunggal Widjaya Grup!" jelas Damar.

" Lantas? "

" Ada harga yang harus dibayar! "

Gera menatap lekat manik hitam itu. Tak ada kebohongan sama sekali. Itu artinya, dia memang harus berjuang dan benar benar harus berjuang.

" Wow... ada bantuan baru rupanya!!! Kenapa?? Takut? Mending lo nyerah aja!! Atau kalau gak..... " Shaka menyeringai ke arah Damar, menatap tajam Gera kemudian melemparkan senyum misterius. " Biar rosee yang menyelesaikan! " tegasnya.

Emosi Damar seketika meluap, gemeretak giginya saja sampai terdengar ditelinga Gera. Gera yang tidak tau menahu, merasa dikacangi. Siapa Rosee dan kenapa harus dia yang mengatasi kekonyolan ini.

" Saya ikut, meski saya gak tau masalah kalian. Tapi kupastikan anda tidak akan mendapatkan yang anda mau! "

Shaka mengamati setiap inci tubuh Gera, merasa pernah melihat, dan benar... ingatannya kembali pada memori beberapa tahun lalu. Seseorang yang hampir dia lumpuhkan.

" Anggara Gera Arishandy Danurdidja! Suatu kehormatan bagi saya bisa bermain dengan anda!!! " tersenyum sinis... level yang sepadan_batinnya.

" Ingat, ada kompensasi yang harus dibayar!! "

" three on three! "

Shaka memanfaatkan ketidaksiapan lawannya langsung merampas bola dan menembaknya tepat ke arah ring. Satu kosong, terlihat wajah puas Shaka. Menyadari hal itu Gera dengan gesitnya merampas dan mendribble bola ke arah ring lawan. Dengan semangat yang menggebu terus berusaha menambah point. Tapi malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Shaka dan teamnya bermain sangat apik. Berbekal kerjasama dan kolaborasi ritme yang mumpuni, membuat Damar kewalahan menyamakan skor.

Bagaimana tidak kelimpungan, Gera selalu bermain sendiri, kalaupun dia mengoper, hanya dilempar kearah Dhani.

" Ini ma sama saja nyeburin diri ke lumpur hidup! " gerutunya. Sampai skor 23-12 pun Gera masih bermain sendiri.

Damar meminta jeda waktu pada wasit.

Dia merasa perlu menyadarkan pria bodoh yang terlena dengan ambisinya ini. Peluit ditiup pertanda pertandingan dihentikan sesaat.

Tepat saat Gera menoleh ke pinggir lapangan, seketika itu dirinya terkejut melihat banyak pasang mata yang sedang menatap kearahnya.

Ada perasaan sedih, putus asa dan penuh harapan dari setiap iris. Bahkan tanpa dia sadari, Pandu, duo dewangga dan Rara menatap penuh harap ke arah dia.

" Kalo lo ga niat main, mending keluar dari lapangan biar diganti lainnya! Gue gak mau karna kebodohan lo smua harus hilang! " Terlihat lelah diwajah Damar dengan peluh yang terus menetes. Tatapannya nanar ke arah anak-anak yang berbaris rapi duduk di pinggir lapangan.

" Lo leat mereka.. mereka berharap banyak sama lo!" Menghela nafas seakan berton ton pasir yang menindihnya.

" Gue uda bilang kan, bukan soal kalah menang, bukan pula soal kesepakatan kita! Tapi ini menyangkut mereka! " Damar menatap puluhan wajah yang tersenyum menyemangati.

" Siang tadi andai lo ga ngajak lunch, gue sama Rara mungkin uda nyelesain masalah ini! Lo tau gue mau ngajak Rara kemana? "

Gera hanya menggeleng mendengarkan setiap perkataan Damar.

" Gue mau ke panti kusta buat ngebahas tempat tinggal mereka yang akan digusur Shaka. Dan Rara gak mau sampe terjadi. Tempat mereka cuma panti itu. " Damar menunduk, menyesali keterlambatannya akan informasi penting.

" Dan Shaka ngajak duel ini untuk nentuin digusur tidaknya? " Damar mengangguk membenarkan perkataan Gera.

" Kalo lo gak niat, mending lo keluar! Biar diganti Bara! jawabnya datar. Ada raut kecewa di wajah Damar. Orang yang disegani dan dianggap mampu melindungi Rara ternyata cuma mahluk bloon, tulalit dan gak peka!

Peluit ditiup dan permainan dilanjutkan. Persaingan amat panas, terlihat dari kedua pihak yang tak ingin kalah. Untuk ronde ini Gera lebih bisa mengatur ritme permainan. Tidak lagi mendominasi bola.

Di tengah permainan, Rara sengaja memutar voelvo loco milik abraham mateo untuk menyemangati. Lagu kesukaannya, entah mereka suka atau tidak!! Anak-anak panti berjoget menyemangati.

Gera dan Damar merasa geli melihat tingkah mereka. Ada kehangatan yang menjalar dalam hati Gera. Sekarang dia paham, kenapa Rara selalu mengedepankan CSR saat melakukan kerjasama.

Shaka yang awalnya bisa mengontrol ritme terpancing dengan adegan itu. Bagaimana bisa dia menerima orang yang selama ini dia incar menyemangati orang lain. Kekesalannya membuat dia emosi dan berakhir dengan banyaknya pelanggaran dibuat.

Menyadari hal itu, Gera memanfaatkan kesempatan untuk mengambil skor. Tapi memang Gera bukan player basket, sekuat apapun usahanya tak mampu menyamai skor Shaka.

Pikirannya berkutat dalam ketakutan dan kebimbangan. Takut jika kalah dia akan mengecewakan banyak orang yang menggantungkan harapan padanya.

Bimbang, apakah dia mampu merebut kemenangan dengan keunggulan yang dimiliki lawannya.

Entahlah... tidak tau apa yang harus dilakukan. Gera hanya mampu bermain amam, tanpa semangat. Menyerah.... soo immposible!!!! Tak ada kata menyerah dalam kamusnya.

" Apa ada cara lain untuk membatalkan penggusuran? " Gera memastikan second option yang mungkin bisa diambil.

" Ada! " Sambil terus mendribble bola dan melemparkan tepat dalam ring!

" Hanya satu yang dia inginkan agar panti tidak digusur! " Damar menatap penuh emosi seolah Gera telah salah bicara.

" Rara tidur sama dia dan jadi milik dia selamanya! " Devil... option macam apa itu!!

Wajah Gera memerah mendengar pilihan itu. Shaka merasa menang telah membangunkan singa tidur kali ini.

-' Sekarang lo tau kan maksud gue'- batinnya.

Gera bermain membabi buta penuh emosi tanpa kendali. Dan Shaka sangat beruntung dengan emosi itu.

Banyak kesalahan dan shoot yang tidak terarah. Amarah Gera semakin memuncak melihat ketertinggalan skor yang jauh saat peluit dibunyikan.

" Ahk....!!! " teriaknya membanting bola ditangannya sampai bola itu pecah. Tanpa peduli banyak pasang mata yang menatapnya saat mencengkeram kaos Shaka sampai tubuh itu terangkat.

" Saya peringatkan sekali saja! Jangan coba-coba menyentuh milik saya! Atau kalau tidak.... "

" Atau kalau tidak apa? " tersenyum mengejek dan meludah tepat di sepatu Gera.

" Kupastikan semua yang kamu punya hancur!" tegasnya tajam.

" Silakan... gue lebih rela ngelepas apa yang gue punya dibanding ngelepas rosee! Kalo lo gak bisa jaga, serahin ke gue! " menghempaskan kasar cengkraman Gera dan berlalu menghampiri Rara.

" How your fell Rosee??? stay with me ok... "

" Never! " jawab Rara datar.

" Ok.... gue tunggu besok harus kosong!! " see you Rosee....! " Berjalan melewati Rara dan tepat saat berada di samping Rara, didekatkannya bibir itu ketelinga Rara.

" Gue gak akan dengan mudah nglepasin kamu.... apapun akan gue lakukan buat ngedapatin kamu! Meski gue bukan orang kamu inginkan" .

Tubuh Rara menegang saat bibir itu mengecup telinga Rara. Antara benci, takut dan khawatir menyelimuti tubuh mungilnya yang semakin kaku. Dia sadar, apa yang dikatakan Shaka pasti dilakukan. Dan dia tidak punya kekuatan untuk melawannya, bahkan kakak dan papanya pun belum tentu mampu.

Gera berjalan sempoyongan penuh lesu menghampiri Rara dan anak-anak panti. Raut penyesalan terlihat jelas diwajahnya.

" Maaf... " tertunduk lesu menatap tanah.

" Never mind... mungkin sudah waktunya juga mereka harus pindah... tempatnya juga tidak terlalu layak buat mereka! " Rara berusaha meredam tangisnya. Rasa bersalah pada anak panti sangat mengiris hatinya.

Gera berjalan lesu keluar lapangan tanpa menengok pada kakak ataupun lainnya. Ada beban yang sangat menyesakkan dadanya. Melangkahkan kaki ke area parkir sampai dia melupakan Dhani yang masih tertinggal di lapangan.

Diam sesaat memandangi mereka, maaf hanya itu yang selalu dia rapalkan dalam hatinya.

Kupastikan dia tidak akan pernah bisa mendekatimu Ra... batinnya. Dengan sangat kasar dia memutar kemudi meninggalkan kampus. Decit ban bergesek terdengar sangat keras membuat semua orang menoleh. Ditancapnya gas dengan kecepatan penuh melaju kencang tanpa arah.

" Woi... gue masih disini kampret!!! " Dhani berteriak keras saat dia sadar Gera telah pergi sendiri... Pandu dan lainnya hanya geleng-geleng. Sementara Damar merasa cemas, dia tau meski tak terlihat ada luka dihati Gera. Luka yang kembali berdarah.

"Maafin gue Ra" batinnya.