webnovel

Ada Apa Ini?

"Om Malik, bisakah kita berhenti dan istirahat sejenak?" Robby menarik tangan Malik dan bicara dengan napas tersengal. Dia merasa sudah berlari sangat lama. Kakinya sudah perih karena luka saat menerjang semak belukar. Malam sudah sangat pekat, tidak ada lampu yang menerangi dan mereka harus berlari seperti orang kesetanan.

"Sabarlah, sebentar lagi kita akan berhenti. Jika kita berhenti sekarang, aku kuatir mereka akan menemukan kita lalu menghabisi kita tanpa ampun," Malik menjawab terbata dan napas tersengal-sengal. Malik juga lelah, sudah satu jam dia berlari tanpa henti. Entah sudah berapa jauh dia berlari. Saat ini hanya satu yang menjadi tekadnya. Dia harus menyelamatkan dirinya dan Robby.

"Om, aku lelah... kakiku sudah tidak kuat lagi berlari." Robby menjatuhkan dirinya, rasa lelah yang mendera tak lagi bisa ditahannya.

Malik berhenti sejenak lalu berjongkok dan melihat ke arah Robby.

"Naiklah ke punggungku. Kita tak boleh berhenti di sini. Kamu dan aku masih dalam bahaya."

Robby terlihat putus asa dan lemas, dia memeluk leher Malik dan melingkarkan kakinya ke pinggang ketika Malik bangkit berdiri.

Terseok langkah Malik terus menyusur pinggiran hutan. Mereka sudah jauh meninggalkan kota, namun Malik belum merasa aman.

Terbayang kembali peristiwa beberapa jam lalu.

Sore tadi dirinya dan Arman, bos sekaligus sahabatnya sejak kuliah, masih duduk di bangku taman sambil ngopi. Masih berbincang tentang rencana lanjutan untuk menyempurnakan teknologi kecerdasan buatan yang sedang dikerjakan. Bila rencana berjalan lancar maka akan segera hadir robot yang 'sempurna'.

Arman sempat mengatakan bahwa dia curiga pada Anita, istrinya. Sepertinya Anita mempunyai rencana jahat ingin mengambil chip kecerdasan buatan yang sedang dikembangkannya. Arman mengatakan dia mendengar Anita berbicara dengan seseorang di telepon, mereka menyebut-nyebut chip itu dan akan menghancurkan siapapun yang menghalangi.

Dan kecurigaan Arman terbukti. Tepat setelah makan malam, datang orang-orang tak dikenal yang menerobos masuk rumah dan memaksa Arman untuk menyerahkan chip kecerdasan buatan. Ketika Arman bersikeras mempertahankan chip, tanpa ampun mereka menghajar Arman sebelum kemudian menebas lehernya.

Meskipun Malik ingin menyelamatkan Arman, dia memilih untuk memenuhi janjinya pada Arman. Bila sewaktu-waktu terjadi hal yang dikuatirkan maka Malik harus menyelamatkan diri dan membawa Robby sejauh mungkin. Maka inilah kondisi mereka sekarang, terus berlari menghindari kejaran Anita dan komplotannya.

Ketika sisa-sisa tenaga Malik hampir habis, dia tersenyum lega melihat gerbang desa yang nampak dikejauhan. Dipaksanya kakinya terus berlari memasuki desa dan berhenti di sebuah rumah sederhana di ujung desa.

Malik mengetuk pintu dengan tidak sabar. Pintu terbuka lalu menyembul kepala dari baliknya.

"Siapa?" suara perempuan tua menanyai Malik.

"Aku Mak... Malik." Malik menjawab dengan napas yang ngos-ngosan.

Begitu mendengar nama Malik, perempuan itu segera melebarkan pintu dan mempersilahkan masuk.

Tanpa banyak bicara Mak Inah mengambil teko air minum dan menuang isinya ke gelas yang dipegangnya, lalu menyodorkan pada Malik.

Malik yang sudah menurunkan Robby dari gendongan di punggung, mengambil gelas yang disodorkan lalu meneguk habis isinya. Dia berjalan ke meja tempat teko, menuang air ke gelas lalu memberikan pada Robby. Robbypun menyambut dan meminum air hingga meninggalkan gelas kosong. Keduanya mulai mengatur napas yang masih agak tersengal.

"Apakah mereka benar-benar melakukan itu?" Mak Inah bertanya pada Malik.

"Iya. Mereka menyerbu lebih cepat dari perkiraan, sehingga aku tidak sempat menyiapkan mobil. Aku sedang di kamar mandi ketika mereka menyiksa pak Arman. Aku menyelinap keluar membawa Robby dan berlari sekencang mungkin karena mereka menebas pak Arman dan mulai mencariku." Malik menceritakan dengan singkat kejadian sore tadi.

"Robby, ini mak Inah. Mulai sekarang kita tinggal di sini. Setelah keadaan aman, aku akan membawamu ke tempat baru." Malik mengenalkan mak Inah pada Robby. Robby hanya mengangguk.

Sampai dengan sekarang Robby masih belum paham apa yang sebenarnya terjadi. Dia baru beberapa hari tinggal di rumah Arman karena selama ini dia tinggal bersama mamanya.

Beberapa hari lalu papanya menelepon meminta agar Robby menghabiskan liburan di rumahnya. Ya, orang tua Robby bercerai setelah mamanya menolak dipoligami. Papa Robby terpikat pada sekretarisnya, dan tanpa ragu menceraikan mama Robby.

Diawal perpisahan orang tuanya, Robby memilih tinggal dengan papanya karena dia sangat menyukai dunia kerja papanya. Papa Robby adalah seorang ilmuwan yang membidangi kecerdasan buatan, dengan kata lain papa Robby adalah pencipta robot yang mempunyai kecerdasan selevel manusia bahkan bisa diatas manusia.

Dan Robby sangat suka belajar membuat robot sejak masih berumur 6 tahun. Di usianya yang 10 tahun sekarang, Robby sudah bisa membuat robot sederhana yang membantu menyelesaikan pekerjaan rumah mamanya.

Namun Robby hanya sanggup bertahan 3 bulan saja tinggal bersama papanya karena perlakuan mama tiri yang tidak manusiawi.

Ketika papanya ada di rumah, Anita memperlakukan Robby sebagai anak kesayangan, dan bila papanya sedang tidak di rumah, kelakuan Anita berubah 180°. Dia berkata kasar, memperlakukan Robby seolah gembel yang menumpang hidup di rumahnya.

Sehingga ketika mamanya menelepon, Robby meminta agar dijemput dan tinggal bersama sang mama.

Robby tidak tahu apa sebab keributan yang sore tadi terjadi di rumahnya. Yang dia tahu ada 4 orang lelaki bertampang seram yang membentak-bentak papanya, meminta agar chip diserahkan pada mereka. Anita, mama tiri yang jahat itu tidak membela papanya bahkan ikut menendang dan membentak papa yang sudah diikat. Sebenarnya chip apa yang diminta dan mengapa diminta?

Robby masih terpaku melihat penyiksaan di depan matanya ketika Malik menarik tangannya dan berlari lewat pintu belakang, lalu mereka terus berlari hingga tiba di rumah ini.

"Robby, angkatlah kakimu. Sini kubersihkan lukamu dan diobati agar tidak menjadi parah." Malik menepuk pahanya menyuruh Robby menaruh kaki untuk diobati.

Robby susah payah mengangkat kaki, dia meringis-ringis kesakitan waktu Malik membersihkan lukanya dengan cairan steril lalu mengoleskan salep luka.

"Om, aku sangat lelah dan ingin tidur. Apakah kita tidur di sini?" mata Robby sudah redup kelelahan.

Malik mengangkat Robby masuk kamar yang ada di sebelah kiri tempat duduk mereka sekarang.

"Tidurlah. Besok kuceritakan mengapa kita tadi harus terus berlari dan mengapa mereka membunuh papamu." Malik menyelimuti tubuh Robby dengan selimut yang terlipat di pinggir ranjang.

Robby menggumamkan doa tidur lalu memejamkan mata. Tak berapa lama napasnya terlihat tenang dan teratur sebagai pertanda bahwa dia sudah pulas terlelap.

Malik merebahkan badan di sebelah Robby, dia juga butuh istirahat setelah semua tenaganya terkuras untuk berlari dan menggendong Robby.

Mak Inah melihat ke dalam kamar, menghela napas panjang dan tersenyum lega melihat anak kesayangannya kembali pulang setelah bertahun-tahun merantau ke kota. Malik, anak tunggal yang merantau ke kota demi melunasi hutang peninggalan bapaknya.

Mak Inah mendekati Malik lalu mengelus rambut lelaki berusia dipertengahan 30 itu. Wajah suaminya yang telah berpulang diwariskan pada Malik, tampan dan berkulit putih. Dan dia menurunkan kecerdasan pada Malik. Ya, tak beda dengan dirinya semasa sekolah, Malik selalu berada di peringkat pertama setiap semester sehingga mendapat beasiswa untuk kuliah dan dia memilih teknik sebagai jurusannya.

Lalu setelah selesai kuliah, Malik bekerja di perusahaan milik temannya, sebuah perusahaan penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan. Hanya itu yang diketahui mak Inah, sampai beberapa pekan lalu tiba-tiba Malik pulang dan memberi kabar akan tinggal kembali di desa...