1 Prologue

Alunan akustik gitar mulai terdengar. Itu bukanlah dari sebuah pemutar kaset yang memberikan beberapa musik dengan vibe yang membuat tenang. Itulah yang menunjukan dimana dirinya sekarang. Sebagai salah satu wanita muda yang sudah begitu matang dari segala segi.

Dia adalah wanita muda yang baru saja mendapatkan pekerjaan yang bagus. Masih fresh graduate. Dan juga kecantikan akan usia mudanya. Kulitnya putih seperti bunga lily yang bermekaran di ladang bunga. Kedua matanya yang tampak sedikit sipit namun terlihat sangat bercahaya di bawah sinar remang lampu cafe. Bibirnya yang merah seperti buah plum, mengidentifikasikan betapa seksi mulutnya itu. Dan rambut hitamnya yang panjang selalu terurai begitu rapi di balik kepalanya.

Namanya adalah Daisy. Ya, salah satu nama bunga yang selalu dipakai untuk hiasan apapun. Memang bunga daisy tidak semencolok dan tidak secantik bunga mawar merah, tapi bunga daisy tetap menjadi bunga yang cukup menarik untuk dilihat.

Seperti dirinya yang cukup menarik untuk dilihat.

Kini dia sedang sendirian di salah satu meja. Dia hanya ditemani oleh sepiring makanan penutup dan segelas minuman panas yang telah dipesannya. Sesuai dengan tema pakaiannya yang dipakai, dia memesan segalanya dalam warna yang gelap. Termasuk piring dan cangkir di depannya.

Meskipun dia terlihat dengan warna kemurniannya, tapi hatinya sedang tidak berbicara demikian. Hatinya masih menangisi sesuatu yang sangat berharga di dalam kehidupannya. Dia, orang itu, sudah berjuang mati-matian selama Daisy hidup hanya demi menunjang masa depannya.

Perjuangannya takkan pernah sia-sia. Daisy selalu berjanji dengan semua perjuangan ayahnya sampai meninggal.

Semuanya masih sama, untuk anak kesayangan satu-satunya di keluaga Yin, yaitu Daisy.

Susah empat bulan berlalu semenjak dikabarkan tentang ayahnya. Keadaan Daisy secara psikologis masih kurang baik sejak saat itu. Apalagi melihat kondisi ibunya yang masih menutup diri membuatnya merasa tertekan.

Sepertinya, kehidupan yang indah diusia mudanya menjadi tantangan besar baginya. Karena sosok ayah telah menghilang dan menuntutnya untuk lebih kuat dan menerimanya.

Daisy selalu datang ke cafe tersebut jika dia teringat dengan rasa pedih di dalam hatinya. Dia terpaksa harus membakar uang lebih untuk menenangkan hatinya sendiri. Bahkan di rumah saja, dia merasa bahwa suasana duka tak kunjung menghilang. Yang diperlukan Daisy adalah tempat untuk melarikan diri dari semua kedukaan itu.

Kembali ke suasana cafe yang tenang dan diiringi oleh sebuah alunan akustik yang lembut. Daisy sangat tahu lagu apa yang sedang dimainkan oleh penyanyi panggung itu.

Meski tak banyak orang mengetahui lagunya apa, tapi lagu itu menjadi lagu yang sangat menyentuh hatinya yang terdalam.

...

In the end, you are the one who taught me that some happiness can't be reclaimed...

Without you, they would have remained forever in dark...

Even the sadness from that day, even the pain from that day, I love it all together with you.

The bitter scent of lemons remains embedded in my heart.

Can't make my way home 'till the rain lets up.

Even now, you remain my light...

This I pray for from the bottom of my heart...

More that I knew, I was in love with you.

Since then I can't breathe easy.

It seems so unreal.

How you were always by my side back then.

But I will never forget.

That is the certain truth.

.

Lemon - Kenshi Yonezu

(English Translation)

...

Daisy tak pernah meminta penyanyi itu untuk menyanyikan lagu kesukaannya. Tapi entah mengapa malam ini penyanyi itu bisa tahu apa yang dirasakannya dan mempersembahkan sebuah lagu yang sangat dia mengerti.

Dadanya terasa perih dan sesak. Hampir saja dia kesulitan untuk bernafas. Dan untungnya, dia masih bisa bertahan untuk mendengar musiknya sampai akhir.

Tidak ada yang salah dengan penyanyi panggung itu. Tidak salah karena menyanyikan lagu tersebut. Sebaliknya, lagu itu mengingatkan Daisy dengan semuanya yang begitu menyakitkan. Benar-benar menyakitkan dan menyayat hati! Semakin lama dia memahami betapa sakitnya, semakin dia harus berterima kasih dengan apa yang telah terjadi.

Sebab, semua pengalaman tersebut tak seburuk itu. Saking sakitnya kehilangan, tandanya kenangan itu sangat berarti baginya. Kenangannya terlalu indah, dan dia tak akan berani untuk melupakannya.

Itulah janjinya. Perjuangan ayahnya takkan sia-sia.

Lagu yang menyedihkan itu akhirnya telah selesai. Itu bersamaan dengan air mata Daisy yang akhirnya menetes. Daisy segera mengusapnya karena dia tak ingin ada orang lain yang melihatnya termehek-mehek karena sebuah lagu. Toh, dia juga merasa lebih baik sekarang.

Kini Daisy akhirnya bisa melahap satu potong crepes yang dihidangkan di depan matanya. Makanan itu sudah didiamkan sejak dihidangkan padanya. Karena perasaannya yang kacau, Daisy tidak memakannya.

Harusnya rasa crepes itu nikmat. Daisy tidak makan sebelumnya, dan dia sangat kelaparan. Makanan penutup yang hanya potongan kecil itu pasti terasa nikmat sampai lupa dengan rasa aslinya.

Bagaimanapun, orang lapar selalu menganggap semua makanan itu enak.

Dan satu lagi yang tertinggal. Daisy akhirnya bisa tersenyum kembali.

Alunan akustik mulai terdengar kembali. Sepertinya, penyanyi panggung itu sudah siap untuk membawakan lagu yang lain. Mendengar intro musiknya, Daisy bisa menebak lagu apa yang sedang dinyanyikan.

...

When your legs don't work like they used to before.

And I can't sweep off of your feet...

Will your eyes still smile from your cheeks?

And Darling, I will be loving you 'till we're seventy.

And baby, my heart could still fall as hard at twenty-three.

.

Thinking Out Loud - Ed Sheeran

...

Oh tidak, itu adalah lagu yang dulu pernah dia sukai waktu dia masih lebih muda. Lebih tepatnya saat dia sedang jatuh cinta dengan seorang senior dari jurusan lain. Dia pernah menyanyikan lagu tersebut untuk seniornya itu dan mendapatkan balasan yang begitu manis.

Pada waktu itu, mereka akhirnya bernyanyi bersama.

Daisy tidak merasa senang mendengar lagu itu sekarang. Selain sudah menjadi mantan, dia sudah tak ingin memiliki apapun tersisa untuk seniornya itu. Apapun itu, dia tidak ingin segala sesuatu tentang mantan pacarnya.

Dan dia hampir menangis lagi karena mendengar suara mantannya.

Laki-laki itu berada di sini, di cafe ini. Tidak mungkin orang seperti dirinya tak bisa menemukan Daisy yang selalu melarikan diri ini. Dan dia sengaja datang kemari untuk menemuinya. Semoga untuk urusan yang penting.

Rasanya cukup menyakitkan apalagi laki-laki yang bernyanyi, bukan penyanyi panggung yang mungil itu.

Semakin lagunya dibawa dengan penuh perasaan, semakin mendekatlah laki-laki tersebut ke Daisy yang duduk sendiri. Dia membawa gitar dan mic yang menggantung lewat telinganya. Sambil melihat Daisy yang menolak untuk melihatnya, dia bernyanyi seperti berbicara langsung kepada Daisy.

Adegan ini pasti terlihat sangat romantis. Apalagi para gadis muda yang melihatnya langsung merasa iri. Bagaimana tidak? Seorang pria muda nan tampan sedang merayu seorang wanita muda yang begitu cantik. Pria muda itu melakukannya dengan penuh totalitas, seperti membawa gitar sambil bernyanyi serius untuk sang wanita.

Selain karena tindakan tersebut, para gadis-gadis ini tahu siapa dirinya. Tidak ada yang tidak mengenalnya sekarang. Di umurnya yang masih muda, pria ini sudah berani mengambil penuh perusahaan besar Tomioka yang berkuasa di kota itu. Padahal papanya belum meninggal dan masih mampu menangani perusahaan tersebut.

Inilah yang membuat para gadis menggila dan semakin iri. Mereka bertanya-tanya tentang wanita muda yang beruntung itu.

Setelah lagu yang dinyanyikan telah usai, pria itu melepaskan semua peralatan musiknya dan mulai meraih tangan wanita itu.

Oh tidak! Siapapun yang melihatnya pasti tahu apa yang akan dilakukan oleh seorang Benedict Tomioka itu.

Ben mulai berlutut di samping kursi di mana Daisy duduk. Dia mencium tangan Daisy begitu dalam sambil diam-diam mengambil sesuatu di balik saku celananya dengan tangan yang lain. Setelah mendapatkannya, dia melepaskan ciumannya dan memandang Daisy yang masih tak ingin melihatnya.

Dari tubuhnya yang bergetar, dia tahu bahwa Daisy sedang menangis.

"Daisy-ku, bunga kecilku," Ben mulai bersuara. Dia meletakan sebuah kota perhiasan kecil di atas telapak tangan Daisy.

Seisi cafe sangat terkejut melihat apa yang ada di dalamnya. Benda itu sangatlah mahal untuk ukuran sebuah cincin. Tapi, tidak dipungkiri juga untuk seorang CEO mau membelikan barang termahal untuk calon istri yang paling dicintainya.

Siapa lagi yang tak iri melihat ini.

"Daisy, sayangku... Menikahlah denganku." Ben akhirnya mengatakannya, melamarnya dalam keadaab Daisy masih tak bisa melihatnya.

Ben melepaskan cincin dari kotaknya dan akan memasangkannya langsung ke jari manis Daisy. Tapi pada saat itu, Daisy menarik tangannya dan menyembunyikannya. Dia berhasil memanfaatkan waktu saat Ben melepaskan tangannya sebentar.

Pria itu takkan pernah menang darinya.

"Daisy-ku sayang, kau akan menikah denganku, bukan?"

Daisy akhirnya menatapnya. Dia menatapnya dengan penuh amarah kepada Ben.

"Sudah kuberitahu berapa kali, Ben Tomioka. Aku tidak akan pernah menikahi seseorang yang bertanggung jawab atas meninggalnya papaku! Takkan pernah!"

.

Prologue

avataravatar
Next chapter