1 Terlahir Bersama

Suara ucapan syukur dan tangis bayi mengalun dari salah satu kamar operasi yang ada di salah satu rumah sakit terbesar di kota Bandung.

Rumah sakit Mahardika menjadi saksi akan lahirnya sepasang bayi yang dilahirkan dari dua keluarga yang berbeda.

Satu bayi perempuan cantik lahir dari keluarga terpandang dengan segala kemewahan yang siap menyambutnya.

Satu lagi bayi laki-laki tampan yang terlahir dari keluarga sederhana tetapi sarat akan cinta.

Keduanya lahir dimenit, jam, hari, bulan dan tahun yang sama. Mereka bernama Liona dan Lion.

Liona Anggraini Prasetya anak dari pasangan suami istri yang memiliki berjuta kerajaan bisnis di Indonesia. Terpandang dengan kemewahan dan kesejahteraan. Liona lahir di ruang operasi kelas VIP dengan bantuan tenaga medis yang ahli. Ia merupakan emas berlian dalam keluarga yang telah dinantikan selama kurang lebih 5 tahun.

Liona lahir dengan berat normal, kulit putih bersih, hidup mancung, bulu mata lentik, bibir berwarna peach dengan kelompok mata indah dan bola mata coklat terang. Bayi mungil itu sangat cantik ditambah dengan kain tipis yang membalut tubuh mungilnya. Kain yang ditaksir berharga ratusan juta.

Belum lagi box bayi yang kini ia tempati. Liona kecil terbaring dengan nyenyak di atas kasur yang berada dekat dengan Maminya berbaring.

Liona merupakan anak tunggal dari pasangan Raditya Prasetya dengan istrinya Ranum Anggraini.

Di lain sisi ada Lion Anggara, putra satu-satunya keluarga Anggara. Terlahir dari keluarga sederhana. Bunda dan Ayah hanya seorang guru di salah satu sekolah SMA negeri yang ada di Bandung.

Lion sangat tampan dengan wajah khas laki-laki berketurunan Sunda. Hidung pesek, kulit kuning Langsat, iris mata coklat gelap dengan lesung pipit yang ada di kedua pipinya.

Dalam selimut tipis yang membungkus tubuhnya Lion terbaring di dekapan Bunda.

Bunda Sinta dan Ayah Satria Anggaran yang kini menjadi tempat dimana Tuhan akan menitipkan satu mahluknya untuk dididik secara baik oleh keduanya.

Berbeda itu mulai terbentang dengan status sosial yang ada dan melekat pada dirinya keduanya.

Namun, masa depan tak dapat dirubah dan jelas tak dapat diterka.

Siapa yang mengira bahwa diusia 5 tahun mereka kembali dipertemukan kala Liona dan keluarga pindah rumah ke salah satu perumahan elit yang menjadi tempat Lion tinggal.

Walaupun Lion berasal dari keluarga sederhana tetapi Kakek Lion dulunya merupakan pebisnis yang cukup maju. Namun, sayang ia mengalami kebangkrutan dan meninggalkan dengan menyisakan satu harta yang masih ia miliki yaitu rumah keluarga Anggara.

Rumah warisan turun temurun. Begitu dengan Liona ia juga tinggal di rumah warisan pemberian kakeknya yaitu Kakek Prasetya.

Tanpa mereka ketahui sebenarnya kedua kakeknya saling bersahabat.

Liona kecil saat itu tak memiliki teman untuk bermain dan kebetulan Lion datang bersama Bundanya untuk menyapa tetangga barunya itu.

Lion sangat terkesima dengan kecantikan Liona kecil, "canti," ucapnya polos.

Bunda Lion langsung tersenyum. Ia mengelus lembut rambut Liona yang digerai panjang itu, "Iya. Liona emang cantik kan perempuan, Liona mau kan temenan sama Lion?" tanya Bunda dengan lembut.

Mami Liona hanya tersenyum dengan kelakuan anak tetangga barunya yang juga merupakan anak dari istri sahabat suaminya itu.

Liona mengangguk dan itu membuat pipi Lion merah padam tersipu malu.

"Pipi ka--mu kenapa?" tanya Liona cadel.

Lion semakin tersipu ia menyembunyikan wajahnya yang merah di balik badan Bunda.

Bunda tersenyum simpul sembari merengkuh Lion untuk keluar dari persembunyiannya dan menyapa Liona secara langsung.

Tangan kanan Lion dipaksa untuk menyentuh tangan kanan Liona.

"Enggak Bun!" ucap Lion tegas.

"Loh kenapa?" tanya Bunda heran.

Liona dan Maminya menatap bingung ke arah Lion yang tengah tertunduk.

"Kata Ayah, Lion gak boleh sentuh tangan perempuan kecuali Bunda dan guru Ion nanti," jelas Lion dengan suara kecilnya.

Bunda tersenyum dengan manis. Suaminya itu benar-benar berhasil dalam mendidik anak semata wayangnya.

Bunda teramat bangga dengan hal yang baru saja dilakukan putranya itu.

Liona menatap iba kala ia mendengar kata 'Ayah' terucap dari mulut Lion yang tampan, "Lio juga mau diajarin sama Papi," lirihnya dalam hati.

Liona kecil tumbuh tanpa cinta yang lengkap walaupun kedua orang tuanya masih ada di sampingnya.

Mereka sibuk dengan pekerjaan yang tiada habisnya. Liona hanya tumbuh dengan beberapa asisten rumah tangga saja.

"Liona kenapa sayang?" tanya Bunda khawatir. Ia melihat raut wajah Liona berubah sendu saat Lion berkata soal Ayahnya.

Lion menatap Bunda Lion dengan mata yang berbinar sarat akan kata 'baik' tetapi hanya sebatas topeng, "enggak papa, Lio baik kok Tan," jawabnya.

"Jangan panggil Tante. Panggil Bunda aja, supaya sama kayak Lion," ujar Bunda Lion.

Lion tersenyum sumringah, "Yeh! Bunda telbaik," ucapnya cadel.

Bunda tak hentinya tersenyum dengan tingkah yang putranya lakukan. Ia yakin Liona bisa menjadi sahabat Lion bahkan mungkin lebih.

"Yaudah sana main," ujar Mami Liona.

Kedua bocah itu mengaku dan pergi menuju halaman belakang rumah Liona. Di sana terdapat ayunan berwarna putih dengan rumah pohon yang dibangun di dekat kolam renang.

Lion duduk diujung ayuna dengan tertunduk.

"Kamu kenapa nunduk telus sih?" tanya Liona cadel.

"Kata Ayah, aku harus bisa jaga pandangan," jawab Lion.

Liona tak menjawab ia kini juga ikut terdiam. Membayangkan bagaimana rasanya ketika dinasehati oleh Papinya, "Papi kapan pulang?" tanya Liona lirih.

Lion bisa mendengar lirihnya Liona yang kecil itu.

"Papi kamu kemana?" tanya Lion polos.

"Sibuk. Kelja," balas Liona.

Lion terdiam. Ia sedikit menggeser posisi duduknya menjadi mendekat ke arah Liona yang duduk di tengah.

"Jangan sedih," ucap Lion.

Liona menatap Lion dari samping. Ada suatu hal yang membuat Liona bingung kini, "Kenapa dia beda," ucap Liona membatin.

Lion tetap diam tertunduk. Ia sebenarnya ingin berkata banyak tetapi urung ia lakukan karena kini hatinya tengah berdebat dengan kencang.

"Ion mau janji gak?" cicit Liona meminta penjelasan.

Lion mengangguk, Liona kembali bersuara, "Ion harus ada bareng Lio terus ya. Kita main bareng sampe gede. Terus Nikah deh!" ucap Liona kecil dengan polos.

Bocah berusia 5 tahun itu berkata tanpa mengetahui akan resiko yang akan mereka terima di masa depan.

"Lion gak bisa janji! Tapi InsyaAllah kalau Allah mau Lion terus sama Lio pasti Lion tepati," balas Lion.

Liona sedikit kecewa. Mengapa Lion tak ingin berjanji.

"Tapi Lion janji! Lion akan selalu ada buat Ion. Itu janji Lio, Ion harus Ingat ya!" ujar Liona.

Liona memang keras kepala. Sekalinya memiliki keinginan maka ia harus bisa mendapatkannya.

Berbeda dengan Lion yang sangat fleksibel dan cenderung tertutup.

"Lion pulang dulu. Besok kita ketemu lagi," ucap Lion.

Liona mengangguk dan membiarkan Lion pergi.

Lion pergi dengan hati yang tertinggal pada Liona. Hati yang telah jatuh tanpa diminta, hati yang akan selalu melambung satu nama. Sampai di detik berikutnya nama Liona yang akan selalu ada di hati Lion.

Lain halnya dengan Liona ia masih terbelenggu dengan luka yang tak ingin sembuh. Kasih sayang yang kurang di masa kecil membuat Liona buta akan cinta Lion.

Akankah cinta Lion bisa berujung manis?

avataravatar
Next chapter