webnovel

RICIE & PROMISES

Cindy Anastasya Adnerson, seorang gadis blasteran Indonesia-London yang memiliki sifat dingin. Namun semua itu berubah saat ia mengenal seseorang lelaki yang berstatus sebagai Ketos disekolahnya. Gabriel Mahardika Filer. Lelaki yang membuat hidup Cindy berwarna. Dikarenakan keinginan mereka untuk melanjutkan studi di university impian mereka. Akhirnya perpisahan pun terjadi. Awal LDR, semuanya berjalan baik, hingga suatu saat Ariel mulai menghilang entah karena apa. Lalu, Kedua orang tua Cindy mengatakan bahwa mereka telah menjodohkan Cindy dengan anak dari rekan bisnis ayahnya. Keluarga Nedson. Ethan William Nedson. Seorang CEO perusahaan yang akan menjadi suaminya. Tanpa Cindy tahu, bahwa perjodohannya dengan Ethan-lah yang menjadi penyebab hilangnya Ariel. Saat semua itu terungkap, Cindy bingung. Akankah ia mempertahankan pernikahannya dengan Ethan, yang menjadi alasan Ariel pergi. Atau ia akan memilih kembali kepada Ariel, cinta pertamanya.

khansa_jalilah · Fantasy
Not enough ratings
11 Chs

PART 8

Hari ini adalah hari kebarangkatan Cindy. Hari yang ditunggu-tunggunya sedari setahun lalu. Cindy bahagia, tapi di sisi lain dia merasa sedih karena untuk pertama kalinya harus pergi jauh dari kedua orang tuanya.

Livia merasa bahagia, tapi dia juga sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu. Livia tidak bisa tenang. Bahkan sejak kemarin malam Livia sulit untuk memejamkan matanya karena terlalu khawatir atas keberangkatan putrinya. Leonard berusaha menenangkan Livia. Tapi tetap saja tidak bisa. Akhirnya Leonard menawarkan satu cara agar Livia bisa tenang. Mereka segera menyusun rencana dengan benar-benar matang agar hati mereka bisa tenang.

~

SWISS

"The real struggle has just begun," bisik Cindy lalu menarik nafasnya dalam-dalam untuk mengawali langkahnya.

Cindy saat ini ditemani oleh seorang pembimbing wanita. Saat sampai di Swiss, pembimbing itu langsung mengajak Cindy ke apartement tempat Cindy tinggal selama berada di Swiss. Sorenya, pembimbing itu membawa Cindy berkeliling sekedar untuk melihat-lihat lingkungan tempat ia tinggal. Setelah berkeliling, Cindy kemudian diantar ke University Lausanne. Disana Cindy disambut baik oleh staf-staf kampus. Cindy Anastasya Adnerson, siapa yang tidak mengenal Adnerson. Perusahaan yang sudah memiliki cukup banyak cabang, termasuk di Swiss.

Bukan karena kekayaannya maupun tahtanya Cindy di hormati, melainkan karena kemampuan otaknya yang membuat dia diterima di university ini. Cindy memang masuk ke tempat ini dengan usahanya sendiri, Cindy juga menolak bantuan dari kedua orang tuanya. Selain itu, Cindy meminta agar semua orang memperlakukannya sama seperti yang lain.

~

Sudah beberapa bulan di Swiss, Cindy kini memiliki banyak kawan. Wajar saja karena Cindy sudah mempelajari gaya hidup serta kebiasaan orang-orang di negara ini. Dosen-dosen disini juga sangat baik, tidak seperti Indonesia, disini tidak ada satu-pun dosen killer.

Disana Cindy memfokuskan dirinya agar dapat lulus dengan waktu singkat. Tidak ada yang dipikirkannya selain semua materi yang diberikan oleh dosen. Berbeda dengan para Mahasiswi yang berasal dari negara yang sama dengan Cindy. Kebanyakan dari mereka yang yang bertujuan untuk kuliner, terutama karena Swiss adalah penghasil coklat terlezat di dunia. Dan yang lainnya ada yang berniat untuk sekalian mencari jodoh.

Cindy sama sekali tidak berfikir ke arah itu. Cindy masih setia menanti janji seseorang. Tapi untuk pertama kalinya Cindy berhenti sejenak untuk memikirkan orang itu, karena saat ini Cindy sedang fokus untuk berkuliah.

~

Setiap hari selepas kuliah, Cindy selalu mempersiapkan dirinya untuk hari esok. Cindy belajar secara terus-terusan, begadang bahkan sampai lupa untuk makan.

Drtt...drtt...drtt.....drtttt....

Bunyi panggilan dari ponsel Cindy, ia segera mengangkatnya...

"Bagaimana keadaanmu sayang?" tanya Livia di telfon dengan nada khawatir.

"Cindy baik maa," jawab Cindy sambil tetap membaca bukunya.

"Kau sudah makan?" tanya Livia lagi.

"Belum," jawab Cindy singkat.

"Jadi sedari pagi kau belum makan? Jika kau begini terus, mama akan meminta orang disana untuk mencabut beasiswamu," ucap Livia dengan nada khawatir bercampur marah, yang berhasil membuat Cindy menghentikan aktivitasnya.

"Jangan maa, iya ini Cindy mau makan kok," bujuk Cindy karena takut akan ucapan mamanya tadi.

"Segera!"

Tutt..tuttt...tutt....

"Mmhhhh, mamaa mamaa," pasrah Cindy lalu menuju dapur untuk memasak. Kini Cindy tinggal sendirian, karena sang pembimbing itu hanya menemaninya selama dua minggu saja. Cindy hidup mandiri, ketika ia ingin makan, ia harus memasak sendiri. Cindy tidak ingin memesan makanan karena ingin menghemat pengeluarannya. Beruntung Cindy pernah meminta Livia untuk mengajarinya cara memasak beberapa makanan.