webnovel

REWRITE THE STAR'S

"Kamu adalah kata semu, yang tak jua menemukan titik temu." Arunika Nayanika, gadis cantik pemilik netra hitam legam dan pipi bolong disebelah kiri. Terkenal tidak bisa diam juga asal ceplas-ceplos saat berbicara, membuat gadis itu banyak memiliki teman, meski hanya teman bukan sosok yang benar-benar berarti dalam hidupnya yang disebut sahabat. Gadis yang sering menguncir kuda rambutnya itu adalah gadis yang rapuh. Dibalik sifat bar-bar dan asal ceplosnya, ia memiliki trauma berat dengan segala hal yang disebut 'rumah'. 'Rumah' yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk kembali, saat dunia menyakiti. Namun tidak, untuk sosok Arunika. Sekolah, menjadi tempatnya melepaskan luka dan trauma pada 'rumah'. Hingga, Tuhan mengirimkan sosok luar biasa bernama Sandyakala Lazuardi. Sosok dingin, ketus, pedas dan misterius. Yang mampu membuat Arunika menemukan arti 'rumah' sebenarnya. Namun, berbanding terbaik. Menurut Sandyakala bertemu Arunika adalah kesialan dalam hidupnya, yang tak seharusnya tertulis dalam lembar cerita.

Mitha_14 · Teen
Not enough ratings
214 Chs

Terima Kasih, Alterio

Goresan 16; Terima Kasih, Alterio

Kamu adalah alasanku tersenyum, lalu bagaimana aku bisa menjadikan kamu alasan itu, jika kamu sedih?

- Unknown

----

Keduanya masih dalam posisi yang sama, berpelukan tanpa berniat melepaskan. Isakan Arunika bahkan semakin kuat, baru kali ini gadis itu mau terlihat lemah dihadapan sosok yang bahkan baru gadis itu temui, ia tidak perduli jika setelah ini Alterio akan mengatakan jika Arunika lemah atau bahkan Arunika adalah perempuan gampangan.

Karena nyatanya, ia bahkan tidak bisa menahan rasa sakit jiwa dan raganya lebih lama lagi.

Mama Alterio yang baru saja ingin mengetuk pintu kamar dengan tangan yang memegang nampan terhenti, kala melihat anak tirinya sedang berpelukan dengan Arunika. Gadis itu sudah tidak bisa menahan tangis, ia bahkan melihat kesedihan yang mendalam.

"Ma.." Alterio memanggil Mamanya, membuat Arunika menyelesaikan pelukannya.

Bukannya Alterio tidak suka, lebih tepatnya tidak baik untuk kesehatan jantungnya yang berdetak tidak normal dan terlalu cepat.

Mama Alterio mendekat kearah mereka berdua dengan senyuman hangatnya, menaruh nampan dimeja sisi ranjang.

"Mama buatin kamu bubur, kamu makan ya." Arunika menatap Mama tiri Alterio dan tersenyum sopan.

"Maaf Tante, saya jadi ngerepotin." Wanita itu menggeleng dan duduk disebelah Alterio.

"Jangan sungkan untuk ngomong sama Alterio dan Mama ya sayang." Wanita itu mengelus puncak kepala Arunika dan mengerutkan dahi, kala suhu badan gadis itu terlihat tidak normal.

"Kamu panas sayang." Mama Alterio menempelkan punggung tangan kedahi Arunika.

"Sebentar."

Mama Alterio berjalan keluar dari kamar, dan menuruni tangga dan berjalan menuju dapur untuk mengambil kompres.

"Gue minta maaf tadi asal peluk, kalau lo risih gue pulang sekarang. Dan jangan anggap gue cewe lemah cuman karena nangis didepan lo." Alterio memutar bola matanya malas mendengarkan perkataan Arunika.

"Diem aja disini, gue nggak mau masuk dalam masalah lo lebih jauh." Alterio menatap Arunika dingin.

"Gue juga nggak mau dibantu sama lo." Arunika memutar bola matanya malas.

Setelah itu hanya ada keheningan yang terjadi diantara keduanya, Arunika yang fokus dengan pikiran bercabang dan Alterio yang fokus menatap diam-diam Arunika. Ia merasa kasihan, tapi kasihan dalam artian lain. Ya, ia kasihan karena Arunika adalah sosok yang sangat berarti dalam hidupnya.

Mama tiri Alterio kembali masuk kedalam kamar, dengan alat kompres dan obat untuk Arunika.

"Sayang, Mama kompres dulu ya, habis makan baru minum obat." Arunika mengangguk dan mulai merebahkan kembali tubuhnya diatas ranjang Alterio.

"Mama rasa kok atmosfer disini dingin banget ya, kalian nggak lagi berantem kan?" Mama Alterio menatap wajah dua muda-mudi itu bergantian.

Keduanya kompak menggeleng bersamaan, membuat Mama tiri Alterio itu tersenyum.

"Alterio bantu Arunika makan buburnya ya, habis itu minum obat dan kamu harus tidur Arunika." Gadis itu mengangguk patuh.

Mama Alterio melangkahkan kakinya keluar kamar, kembali meninggalkan mereka dalam keheningan.

"Mama gue tadi nyuruh ya, jadi lo jangan geer." Alterio meraih mangkuk berisi yang masih mengepulkan asapnya dan mulai menyuapi bubur itu untuk Arunika.

"Makan yang banyak, Nyokap gue udah bilang."

Arunika yang mendengarkan perkataan-perkataan Alterio hanya bisa memutar bola matanya malas, kenapa laki-laki didepannya ini cerewet sekali layaknya ibu-ibu kompleks yang menyebarkan gosip terhangat? Untung saja Arunika sedang tidak bertenaga sekarang, jika tidak sudah Arunika sembur laki-laki itu dengan perkataan super sarkas milik Arunika.

Setelah isi bubur didalam mangkuk tandas dan Arunika sudah meminum obat, Alterio menarik selimut hingga sebatas dada gadis itu.

"Thanks.." lirih Arunika, dengan senyum simpulnya.

Alterio diam sejenak, terpaku akan senyuman yang sudah lama sekali tidak Alterio lihat. Hingga, detik berikutnya ia mengangguk dan berlalu meninggalkan Arunika yang mulai masuk kedalam alam mimpinya.

°°°

Laki-laki dengan rambut acak-acakan menuruni tangga dengan wajah yang terlihat frustasi. Membuat wanita yang sedang duduk disofa sambil memangku majalah itu, menatap anak semata wayangnya dengan alis sebelah kanan terangkat.

"Mama baru kali ini lihat wajah kamu frustasi, biasanya muka kamu kaku kaya kanebo kering."

Sandyakala mendengus sebal mendengarkan perkataan frontal milik sang Mami. Ia melangkahkan kaki duduk disebelah sang Mami yang mulai kembali fokus dengan majalahnya.

"Mi, lebih baik menjelaskan atau nggak?" Pertanyaan Sandyakala membuat sang Mami menutup majalah dan menatap sang anak.

"Menjelaskan kalau memang harus, nggak kalau memang nggak perlu." Sandyakala mengangguk-angguk kepalanya.

"Berarti supaya orang itu nggak salah faham, Kala harus jelasin ya." Mami Sandyakala mengangguk.

"Oke."

Sandyakala berdiri dari duduknya dan mulai berjalan menuju dapur, untuk mengambil cemilan. Besok ia harus menjelaskan pada Arunika, supaya gadis itu tidak salah paham. Tanpa Sandyakala sadari, jika sejak tadi sang Mami menatap putra semata wayangnya itu dengan tatapan memincing.

°°°

Arunika terbangun kala tenggorokannya terasa sakit, ia menatap jam didinding yang menunjuk keangka satu malam. Sudah berapa jam ia tertidur?

Gadis itu bangkit dari tidurnya, menatap buah dan air putih yang ada diatas meja samping ranjangnya.

"Ternyata Alterio dan keluarganya nggak sejahat yang gue pikirkan." Gumam Arunika.

Setelah meminum air putih yang ada diatas meja samping ranjang, Arunika melangkahkan kakinya menuju pintu penghubung balkon dan membukanya, angin malam langsung menerpa dirinya, membuat tubuh Arunika sedikit mengigil.

Alterio yang baru saja menaiki tangga setelah dari dapur melihat pintu kamarnya yang sedang ditempati Arunika, niatnya laki-laki itu ingin menutup pintu yang terbuka sedikit, namun terhenti kala tirai putih yang menutup pintu penghubung balkon melambai-lambai, menandakan tirai itu diterpa oleh angin dan berarti pintu penghubung terbuka.

Netranya tak menemukan sosok yang ia cari, hingga akhirnya ia memilih untuk lebih masuk kedalam kamarnya, ia melihat Arunika yang berdiri dibalkon dengan tangan yang menggenggam pembatas balkon.

"Lo bisa pakai Hoodie atau pakaian apapun yang cocok buat tubuh lo, dilemari."

Suara Alterio membuat Arunika berbalik dan menatap laki-laki itu yang menyampirkan jaket hitam ketubuhnya.

"Gue ngerepotin lo terus," Arunika tertawa dan mulai menggenakan jaket itu.

"Gue nggak pernah ngerasa direpotin." Alterio tertawa pelan.

"Nggak semua manusia didunia ini jahat ya dan lo salah satunya, meski wajah laki-laki didepan gue ini super duper cuek tapi not bad." Arunika tertawa pelan membuat Alterio menatap gadis itu.

Arunika yang tersadar ditatap oleh Alterio malah balik menatap Alterio, membuat keduanya sejenak terpaku pada acara saling tatap yang mampu membuat Arunika terhipnotis seketika. Tanpa gadis itu sadari, jika Alterio mulai mendekatkan tubuhnya.

"Anjir, gue kira ada hantu dibalkon ternyata ada yang lagi pacaran." Suara milik Alerio kembaran Alterio, membuat laki-laki itu mengurungkan niatnya dan menggeram pelan.

Alterio menatap nyalang Alerio, membuat laki-laki yang ditatap itu hanya cengengesan saja.

••••