webnovel

REWRITE THE STAR'S

"Kamu adalah kata semu, yang tak jua menemukan titik temu." Arunika Nayanika, gadis cantik pemilik netra hitam legam dan pipi bolong disebelah kiri. Terkenal tidak bisa diam juga asal ceplas-ceplos saat berbicara, membuat gadis itu banyak memiliki teman, meski hanya teman bukan sosok yang benar-benar berarti dalam hidupnya yang disebut sahabat. Gadis yang sering menguncir kuda rambutnya itu adalah gadis yang rapuh. Dibalik sifat bar-bar dan asal ceplosnya, ia memiliki trauma berat dengan segala hal yang disebut 'rumah'. 'Rumah' yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk kembali, saat dunia menyakiti. Namun tidak, untuk sosok Arunika. Sekolah, menjadi tempatnya melepaskan luka dan trauma pada 'rumah'. Hingga, Tuhan mengirimkan sosok luar biasa bernama Sandyakala Lazuardi. Sosok dingin, ketus, pedas dan misterius. Yang mampu membuat Arunika menemukan arti 'rumah' sebenarnya. Namun, berbanding terbaik. Menurut Sandyakala bertemu Arunika adalah kesialan dalam hidupnya, yang tak seharusnya tertulis dalam lembar cerita.

Mitha_14 · Teen
Not enough ratings
214 Chs

Bersama Alterio

Goresan 13 ; Bersama Alterio 2

Cukup dengan senyummu, aku merasa baik-baik saja.

- Alterio Albert Baswara

----

"Lain kali jangan lupa main kesini lagi ya. Alterio ajak Arunika juga jangan lupa." Arunika tersenyum dan mengangguk sopan.

"Makasih Ma, nanti kalau Arunika kesini bakal bawa sesuatu buat Mama, Mama mau apa?" Arunika menatap wanita yang sudah tidak lagi muda itu.

"Mama mau makan ketoprak." Mama Alterio memberitahukan keinginannya dengan mata berbinar.

"Oke Ma, nanti akhir pekan Arunika kesini lagi sama Alterio, nanti kita langsung makan kesana ya, Ma." Arunika tersenyum.

"Ma, kita pulang dulu ya." Alterio tersenyum dan memeluk sang Mama bergantian dengan Arunika.

Mama Alterio melambaikan tangan dibalas senyuman oleh Alterio dan lambaian juga senyuman oleh Arunika.

Keduanya berjalan kearah parkiran dan mulai menaiki mobil milik Alterio. Mobil melaju meninggalkan rumah sakit jiwa dan mulai membela jalanan yang sedikit lengah oleh pengendara, bersamaan dengan itu Mama Alterio menatap mobil yang ditumpangi anaknya bersama gadis yang sangat baik hati dengan senyuman.

Dalam perjalanan keduanya hanya terdiam.

"Gue pikir lo, bakal sebel atau marah karena gue ngajak kerumah sakit jiwa." Alterio memecah keheningan dengan asumsinya, pandangannya masih fokus pada jalanan didepan sana.

"Gue bukan cewe yang kaya gitu." Arunika memutar bola matanya malas.

'Gue tau.' batin Alterio.

"Dunia mereka nggak seburuk itu, gue lihat gimana mereka bahagia tanpa perlu mikirin banyak masalah." Arunika menghela nafas.

"Gue iri." lirih Arunika pelan, namun Alterio bisa mendengarnya.

"Lo udah tau kalau Mama gue nggak gila beneran?" Arunika mengangguk.

"Gimana kalau kita beliin Mama apartemen buat beliau tinggal?" Arunika memberikan usul, yang mampu membuat Alterio menatap kearah Arunika.

"Mama gak mau."

"Nanti aku yang bujuk."

"Oke, kalau lo maksa."

Setelahnya kembali hening, hingga akhirnya Arunika yang memutuskan untuk membuka suara kembali.

"Gue kira lo manusia yang nyebelin dan bakal ngajak gue ketempat yang bakal ngebosenin." Arunika tertawa pelan.

"Dan gue salah." Alterio diam-diam mengamati tawa Arunika lewat ekor matanya.

"Kalau gitu, sebagai ucapan permintaan maaf lo, gue mau lo makan makan malam sama gue."

"Oke.."

Alterio sedikit terhenyak, karena dengan mudahnya Arunika menerima permintaan yang lebih kepemaksaan dengan mudah, padahal tadi gadis itu tak hentinya marah-marah dan mengajukan banyak pertanyaan padanya.

Mobil Alterio berhenti dipedangan kaki lima, dengan semangat Arunika menuruni mobil dan menatap banyak pedangan kaki lima yang berjejer menjajahkan dagangannya masing-masing.

"Nasi goreng seafood enak tuh, makan itu yuk." Belum Alterio mengatakan persetujuannya, gadis itu sudah berjalan meninggalkan Alterio yang tersenyum simpul.

"Pak, nasi goreng seafood nya dua ya, minumnya teh dingin dua."

"Siap, Mbak."

Arunika dan Alterio memilih duduk ditenda luar dibandingkan tenda dalam.

"Setelah ini, lo mau menerima perjodohan yang bokap gue dan bokap lo rencanakan?" Pertanyaan Alterio membuat Arunika menatap laki-laki itu, hingga kedua netra Arunika bersitatap dengan netra milik Alterio.

"Cuman Sandyakala yang harus jadi nahkoda kapal gue." Arunika tertawa pelan dan kembali menatap pemandangan didepan sana.

Alterio menghela nafas dan menatap Arunika diam-diam, menyimpan banyak ekspresi gadis itu dalam ingatannya.

°°°

Bulan sudah kembali bertukar tugas dengan matahari untuk menyinari penduduk bumi. Gadis dengan seragam khas SMA Guardian, menuruni tangga dengan helaan nafas karena diruang tamu sudah ada Papanya dan Alterio.

"Arunika kamu berangkat dan pulang bareng Alterio." Perkataan sang Papa masuk kedalam indra pendengarannya kala gadis itu baru saja duduk dibangku samping Alterio.

"Alterio pasti harus bareng Alerio Pa, lagian juga Arunika ada urusan."

"Nggak ada penolakan, Papa nggak suka kamu bantah, Arunika." Gadis itu hanya bisa menghela nafas dan mulai memakan roti didepannya.

Setelah sarapan pagi yang membosankan dengan Alterio dan Papanya yang sibuk membahas bisnis, akhirnya Arunika bisa duduk dengan nafas lega diatas jok motor Alterio. Ah, entahlah mengapa laki-laki itu membawa motor yang malah akan mengundang banyak pasang mata menatap kearah mereka setibanya mereka disekolah.

Ngomong-ngomong soal Papanya, baru kali ini beliau duduk diruang makan dengan senyum cerah, biasanya mereka malah tidak perduli jika Arunika ada atau malah berangkat paling pagi.

Helaan nafas terdengar keluar dari bibir Arunika, membuat Alterio menatap gadis itu dari spion motornya.

Sebelum akhirnya kembali fokus dengan jalanan didepan sana.

Butuh waktu satu jam lamanya, hingga mereka bisa sampai dipelataran sekolah SMA Guardian. Dan ya, perkataan Arunika benar adanya, kalau mereka berdua akan mengundang banyak pasang mata yang melihat kearah keduanya.

"Tunggu, gue bukan ojek." Alterio menarik tangan Arunika, membuat banyak pasang mata siswi SMA Guardian melotot kearah Arunika.

"Nggak usah diurusin, mereka nggak penting." Setelah mengatakan hal itu, Alterio menatap mereka tajam, membuat mereka yang dipandang seperti itu oleh Alterio menunduk takut.

Arunika dan Alterio berjalan dikoridor bersamaan, hingga mereka berdua berpapasan dengan teman-teman Alterio, kembaran Alerio, Zidan dan Sandyakala.

Sandyakala menatap mereka berdua dengan wajah cueknya, meski entah mengapa jantungnya merasakan hal yang aneh.

"Buset dah, Arunika sama Alterio." Zidan menatap sahabatnya itu dengan tatapan tak percaya.

"Kembaran gue ada kemajuan.." Perkataan Alerio mampu membuat Alterio mendelik kearahnya, namun bukannya merasa bersalah kembarannya itu malah tertawa.

Arunika tidak memperdulikan perkataan-perkataan teman-teman Alterio, ia malah mendekat kearah Sandyakala dan tersenyum.

"Pagi Sandyakala..." Arunika tersenyum begitu manis, membuat Sandyakala memutar bola matanya malas dan mulai berjalan meninggalkan mereka yang ada disana. Namun, bukan Arunika namanya kalau tidak menganggu Sandyakala. Gadis itu berlari mengejar Sandyakala, kala laki-laki itu berjalan santai namun terasa jauh menurut Arunika.

Alterio menatap punggung Arunika dan Sandyakala dengan tatapan tajam miliknya, tangannya terkepal kuat. Ia memilih untuk berlalu, menuju kelasnya yang berada dilantai atas gedung Barat.

°°°

Gadis dengan sketchbook book ditangannya juga susu pisang disebelahnya, menatap kearah depan sana. Siswa dan siswi yang juga menggunakan seragam sama sepertinya, dengan kegiatan masing-masing, ada yang duduk dengan tangan memegang buku paket atau novel, berlari mengejar temannya, memakan makan siang mereka dan banyak lagi.

Arunika menjadikan orang-orang didepannya sebagai objek gambarannya. Dengan lihai gadis itu mulai menggambar tiap manusia yang ada didepannya, hanya sketsa tidak ada warna.

"Bokap lo nitip lo sama gue, nih makan kalau kenapa-kenapa nanti gue lagi yang diomelin." Alterio memberikan roti kesukaan Arunika dan duduk disebelah gadis itu.

Arunika yang masih sibuk dengan gambarannya, tidak menggubris Alterio dan saat gambaran gadis itu selesai barulah ia menatap Alterio dan menarik sebelah alisnya.

"Kenapa lo tau roti kesukaan gue?" Tanya Arunika dan mulai membuka bungkus roti itu.

"Gue pilih itu, secara acak." Arunika hanya mengangguk-angguk kepalanya dan tersenyum lalu memakan roti itu.

"Cukup dengan senyummu, aku merasa baik-baik saja." Dan perkataan itu, hanya bisa tersekat ditengorokan Alterio.

••••