13 What are you doing, Tsukasa?

Bel pulang sekolah berbunyi, bukan anak SMA namanya jika kami tak bersorak gembira Karen hal itu. Dengan gesit semua siswa di kelasku membereskan peralatan belajar mereka. Bersiap dengan klub masing-masing.

"Oke jangan lupa tugas kalian ya! Dan besok akan ada ujian harian!" kalimat terakhir sensei berhasil menyita perhatian semua siswa di kelas ini.

"Eeeeeeh?! yang benar saja?!" semua kembali bersorak, bedanya kali ini penuh dengan rasa penderitaan.

Aku juga sama. Aku tak suka ujian harian matematika. Nilai tertinggi yang bisa aku dapatkan hanya 7. Sudahlah! sekali lagi misiku mengulang hari bukan untuk belajar matematika!

Aku harus berkemas dan melakukan latihan dengan klub atletik. Tsukasa? setahuku, dia tak ikut klub apa pun. Aku tebak hari ini ia ada kerja sambilan. Karena ketika pergantian jam pelajaran dia meminta maaf padaku karena akan pulang lebih dulu.

"Aku duluan ya!" Katanya sambil mendorong kursi ke dalam kolong meja. Ia meraih tas yang di gantung di sisi meja. Menepuk pundakku lalu melambai sambil terus melangkah pergi.

"Yo! hati-hati di jalan!"

Aku bisa mendengar beberapa teman sekelasku tertawa saat aku berkata begitu. Aku melirik mereka dengan tajam lalu mereka pergi sambil terus terang tertawa.

Sebenarnya sekarang ini klub tak penting untukku. Lagi pula aku hanya pelari halang rintang cadangan. Tak akan sibuk berlatih demi menggantikan siswa yang akan maju ke ajang turnamen nasional.

Aku akan mencari tahu apa saja yang Tsukasa lakukan. Aku akan membuntutinya!

Dengan mengambil jarak yang cukup aman, aku mengikuti langkah Tsukasa. Herannya, ia tidak berjalan menuju keluar gedung sekolah. Melainkan ke arah ruangan kepala sekolah yang sudah terlihat sepi. Dan memang ruangan kepala sekolah terletak di ujung bangunan sekolah, jauh dari ruang guru dan kelas-kelas.

Mereka bilang hal itu agar membuat tamu kepala sekolah dan dewan sekolah tak terganggu dengan suara berisik siswa-siswa, saat mereka rapat atau melakukan pertemuan lainnya.

Apa yang sebenarnya Tsukasa lakukan di sana? Apakah ini berhubungan dengan beasiswanya?

Aku menunggu Tsukasa di ujung koridor. Tapi sudah 20 menit, sejak Tsukasa masuk ke ruang kepala sekolah, Tsukasa belum juga keluar. Pembahasan apa yang akan mereka lakukan dengan waktu selama ini?

Bimbingan konseling? tidak! seharusnya hal itu di lakukan dengan guru BK bukan? lagi pula untuk apa Tsukasa melakukan bimbingan konseling?

Bimbingan rencana kerja masa depan? Tunggu, memang seharusnya kami sudah bisa membahas hal itu karena kami sudah kelas 2. Tapi bukankah membahas rencana kerja masa depan itu seharusnya dengan guru homeroom? Kami bahkan belum mendapatkan kertas essay yang harus diisi.

Ketika pertanyaan-pertanyaan sudah mulai menggelembung di otakku, Tsukasa akhirnya keluar dari ruangan kepala sekolah. Ia terlihat menghela nafas kasar, menutup pintu dengan sangat pelan, lalu mengusak matanya dengan lengan kemeja panjang seragam musim dinginnya.

Dia habis menangis?

Tsukasa mulai melangkah menuju ujung koridor, semakin dekat denganku. Gawat! aku harus sembunyi!

Aku bersembunyi di balik salah satu pot besar yang disusun 3 meter sekali, di sepanjang koridor. Tsukasa sudah melewatiku tanpa sedikit pun menyadariku. Aku bisa melihat wajahnya yang kusut dan kemerahan.

Apakah ada masalah yang terjadi? apakah ini tentang beasiswanya? atau jangan-jangan tentang gosip sialan yang Seito dan kawanannya sebarkan?! Ah tidak, tidak. Jika memang itu benar, seharusnya akan ada pengumuman panggilan terhadap Tsukasa. Dan tentu saja bukan hanya Tsukasa, seharusnya aku juga dipanggil.

Saat itu, Tsukasa terlihat masuk dengan kemauan sendiri. Tanpa mengetuk pintu.

Sialan! Seharusnya aku menguping tadi!

***

Aku sudah berada di tempat parkir sepeda, di sisi kiri halaman sekolah. Aku membuka ponselku, mengirim sebuah email kepada Tsukasa.

[Yo Tsukasa, sedang apa kau?]

Selama lima belas menit aku menatap layar ponselku yang mulai menggelap. Tak ads jawaban dari Tsukasa. Saat aku menyakukan ponselku di celana, seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku hampir saja melompat.

"Sedang apa kau di sini?!" Kenichi melihatku dengan ekspresi marah. Dia adalah salah satu kandidat terpilih yang akan ikut kejuaraan lari halang rintang tingkat nasional, dan merupakan teman satu klub denganku di klub atletik.

"Mau membolos lagi?!" Lanjutnya dengan pertanyaan baru. Tunggu! lagi? katanya lagi?

Aku bahkan baru pertama kalinya membolos kegiatan klub dalam bulan ini.

"Yah! aku tidak peduli dengan hubungan percintaan sejenismu yang sekarang sedang menjadi topik pembicaraan hangat seantero sekolah. Tapi tolonglah fokus dengan klub!"

"Apa itu?! seenaknya saja bicara begitu. Aku dan Tsukasa bukan seperti itu! Lagi pula aku kan hanya cadangan, dan untuk membolos juga baru pertama kali ini aku melakukannya."

"Sekali katamu?! Kau sudah seminggu tidak ikut latihan pagi dan sore, Lalu masalah cadangan juga! Kau yang sengaja mengundurkan diri dari kandidat perwakilan sekolah kita?!"

"Eh?!" apa yang dia bicarakan?!

Ekspresi Kenichi begitu kesal, matanya tajam melihatku.

"Aku benar-benar tak ingat akan hal ini. Maafkan aku." Aku menunduk dalam. Aku tak tahu jika ternyata aku yang mengundurkan diri. Bukankah menjadi perwakilan sekolah di ajang lari halang rintang adalah sebagian kecil impianku?!

Apa yang sebenarnya terjadi padaku?!

"Ada yang aneh dengamu!" Kenichi menatap bingung padaku. Lalu ia menepuk pundakku berkali-kali, "Kau tak apa-apa?" Sekarang tatapan bingungnya berubah menjadi prihatin.

"Entahlah."

Jika ada yang bisa menjelaskan hal ini. Aku akan sangat berterimakasih. Kenapa aku bahkan tak bisa mengingatnya?! ini membuatku frustasi!

Sebuah suara notifikasi dari ponselku berbunyi. Ada email masuk.

Aku membuka layar kunci ponselku dan melihat dari siapa email itu berasal. Sebuah nama tertera di layar, Tsukasa.

Tanpa menunggu lama aku membuka email tersebut.

[Aku sedang istirahat di rumah. Sebentar lagi aku akan pergi bekerja. Kau masih ada kegiatan klub?]

Aku menatap Kenichi yang juga menatap penuh tanya padaku. Ia terlihat penasaran dengan apa yang sedang aku lakukan dan aku pikirkan.

[Aku sedang bersama Kenichi dari kelas 2F sekarang. Jangan lupa makan dan jangan terlalu lelah.]

Selesai mengetik isi pesan yang ingin aku kirim sebagai jawaban pada Tsukasa. Kenichi mengintip apa yang terlihat di layar ponselku, lalu tertawa.

"Apa?!"

"Tidak! tidaak!" Kenichi masih tertawa, memegangi perutnya.

"Tidak ada yang lucu bukan?!" aku makin kesal dengan tingkahnya.

"Tidak ada sebenarnya.Tapi, isi pesanmu seperti kau mengirim email pada pacarmu!" Kenichi mengusap air mata yang menitik di sudut mata akibat banyak tertawa tadi.

Astaga! benarkah?! aku kan hanya mengingatkan sahabatku agar tidak terlambat makan dan tidak kelelahan? apa yang salah?

Wajahku memerah, aku merasa sangat malu. Kenichi pasti berpikir yang tidak-tidak sekarang.

***

avataravatar
Next chapter