webnovel

Reverse Orbital [IND]

Ini seperti yang terjadi sebelum 21-12-2012. Sekelompok paranormal menyatakan bahwa peristiwa besar akan terjadi di dunia ini. Tapi bukan kiamat, mereka mengatakan transformasi, 'Holy Friday'. Hari dimana gerhana matahari total terjadi, tapi kemudian arah matahari berbeda, rotasi bumi terbalik. Matahari akan terbit dari barat. Selanjutnya, manusia akan menerima 'grace' dari alam yang lebih tinggi. Untuk bersaing, meningkatkan, mengembangkan, beradaptasi. Bagaimana tanggapan 'human' dan 'high-human'?

Hamartama · Fantasy
Not enough ratings
17 Chs

Black-Box v1.0

"Gimana? Kamu masih curiga?"

"Ah, sudah nggak kok..."

"Enggg...oh iya, ada lagi..."

"Apa?"

"Kamu ingat korban tadi? Dia nggak ingat Holy Friday kan? Kalau kamu? Waktu si healer kasih tahu kamu, apa kamu ingat?"

"Iya aku ingat. Hari itu ada gerhana dan ternyata ramalannya benar."

"Nah, itu. Itu bedanya. Mereka yang dicuri nggak bakal ingat ada gerhana. Mereka nggak sadar kalau hari itu Matahari sudah terbenam di Timur."

Si korban saat itu juga menyatakan hal serupa. Jadi aku memang tidak punya ya...kurangnya hokiku benar-benar luar biasa. Maaf Kak Rena...

Kalau dipikir-pikir lagi, proses mencurinya sendiri apa tidak memakan waktu? Maksudku, untuk si korban itu tadi, berapa lama waktu dari dia tak sadarkan diri sampai dia benar-benar kehilangan black-boxnya, dan sampai Kak Renanda menemukannya.

Untunglah di sini ada ahlinya. Di depanku sudah ada orang yang berpengalaman tentang mencuri black-box. Ah tidak, dia sudah di level yang berbeda...penjarahan tunggal.

"Jhenn, gimana prosesnya waktu kamu menjarah black-box? Berapa lama prosesnya? Caranya juga gimana?"

"Hmmm...meski kamu nggak punya, tapi penasaranmu ke setiap aspek ya...Butuh waktu sekitar 2 menit. Yang bisa aku asumsikan...itu tergantung peringkat grace. Caranya, kamu cuma perlu pegang black-box target terus mengucap mantra 'Nahb'. Kamu bakal merasa mual selama prosesnya, kayak...ada yang diaduk di dalam perutmu."

Aku juga berpikir kalau asumsinya benar. Waktu Holy Friday terjadi, yang membedakan mereka ya cuma peringkat.

"Terus, gimana kalau prosesnya batal? Eh, bisa nggak sih? Kalau itu kamu...kamu pasti juga cari tahu terus coba sengaja bikin batal prosesnya kan?"

"Pfttt- iya kamu benar. Itu bisa, tapi waktu aku coba, aku muntah. Suatu yang terasa mengaduk di perut tadi solah ditarik paksa keluar."

Jadi kalau itu terjadi, itu juga berarti 'undo' ya? Tunggu, aku baru sadar...proses? Proses apa? Apa ada semacam poin yang ditransfer?

"Jhenn, bisa kamu kasih tahu apa saja yang ada di black-box? Apa yang ditampilkan, terus apa hasilnya setelah mencuri?"

"Waaa...aku tadi dibilang penjarah tapi sekarang data eksperimenku malah dijarah ya? Al-Grace."

"Eh...kok...kamu yakin? Aku di sini loh?"

"Ya kan kamu nggak punya grace, jadi aman. Toh fakta kalau aku bisa bunuh kamu kapan pun juga sudah cukup buat aku merasa aman kok, jadi santai saja..."

Ini dia, arogansinya. Apa mengatakan sesuatu seperti, "Nggak papa kok, aku percaya kok sama kamu" sesulit itu? Aku di sini, toh juga untuk menemaninya, tapi kenapa dia malah memilih mengatakan fakta dari pada mencoba bersikap baik?

Tapi ya...aku jadi dapat satu data lagi. Flek hitamnya hilang saat dia memanggil black-boxnya, sama seperti om-om healer waktu itu. Ini berlaku ke semua orang ya.

"Di sini ada informasi pemiliknya. Grace, Rank, dan Poinmu. Intinya, tidak peduli peringatnya, poinnya awalnya tetap seribu waktu kamu menerimanya. Senggaknya, cuma itu untuk sekarang. Aku dengar dari beberapa broker kalau nantinya, black-box nggak cuma berisi informasi ini. Juga kabar burung soal kegunaan poin untuk meningkatkan peringkat, membeli sesuatu di toko khusus, dan sebagainya."

"Oh...jadi itu akarnya ya."

"Ya, begitulah...Dis. Jadi, pencurian black-box itu bukan berarti black-box yang dicuri, tapi poinnya."

Flek hitam itu muncul lagi di tempat sebelumnya.

"Punyaku...grace 'Light', peringkat C, sama...hmmm...aku ketemu enam orang yang bikin aku jengkel jadi kalau nggak salah poinku 30 ribu sekarang."

HMMMMM? 30 ribu poin? Enam orang yang dia sebut tadi berati ditambah 6 ribu poin. Terus bagaimana dengan 'orang-orang pribadiku berhasil memaksa mereka untuk menyerahkan teroris ke tangan kami' yang dia katakan tadi? Kami? 23 teroris lo? Bukannya itu berarti hanya untuk dirinya sendiri?

Ah ya...untuk sesaat aku lupa siapa dia. Kalau dia bermaksud lain, maka itu akan menjadi 'teman-temanku' atau 'kenalanku' bukan 'orang-orang pribadiku'.

Tapi dia cuma peringkat C? Dan sudah bisa begitu mengintimidasi ini? Ah tidak, aku hanya 'human', tidak tahu apa yang dilihat pada 'high-human' terhadapnya. Ah tidak, itu juga sepertinya salah...karena bahkan saat dia masih 'human', dia sudah bisa membantai teroris itu.

"Aku punya niatan kasih kamu 10 ribu poin sih tapi...nah, lupakan saja, aku nggak mau menabur garam ke lukamu pfttt-" *cekikik

Ya...aku cuma lupa siapa dia untuk sesaat.

"Eh, bentar. Gimana kamu kasih poinmu kalau proses yang batal berarti 'undo'? Kalau gitu semua poi-"

"Enggak, undo yang kamu maksud itu cuma berlaku untuk seribu poin, dan...ya, aku pikir kamu tahu sisanya."

"Berarti 'done' itu untuk tiap kelipatan seribu ya? Kalau ditengah-tengah seribu itu batal berati undo?"

"Seratus! Aku nggak pernah dapat yang lebih dari seribu, tapi menurutku waktu 2 menit itu juga berarti waktu yang dibutuhkan untuk proses transfer seribu poin."

"Jadi gitu ya...Semakin banyak poin berarti juga semakin lama mencurinya ya...kecuali orangnya mati."

"Iya, mungkin itu juga alasan mereka mencuri. Ehmmm...Aku sudah cerita banyak, ehmmm...aku haus, minum!"

"Oke, aku ambil bentar."

Dia suka dilayani ya...enggg...atau mungkin hanya suka memerintah? Lihat saja...dia mengayun-ayunkan kakinya. Aku berusaha untuk menjaga suasanya hatinya dan pergi ke ujung ruangan untuk membawakannya air minum.

"Ya... karena aku ke sini memang buat kasih kamu sebagian poin jarahan, aku tunggu kamu bangun. Dari hari itu aku ikut tidur di sini 3 hari, terus besoknya aku tidur di hotel dekat sini, cuma buat tunggu kamu bangun dan cek kondisimu setiap kali. Tapi kamu nggak bangun-bangun, dan tiap aku cek, kamu juga nggak punya indikasi kalau kamu dapat grace."

*Blurppp...

"HA? Kamu bilang apa tadi?"

Aku bergegas menghampirinya dengan hati-hati agar air minum Yang Mulia tidak tertumpah.

"Aku menginap di hotel dekat sini?"

Aku memberi air yang ia pesan.

"Nggak, nggak, bukan yang itu. Indikasi kalau aku dapat grace? Itu bisa? Caranya?"

"Hmmm ywa bwisa."

*Glek...glek...

"Oh iya, aku belum kasih tahu soal ini ya...kamu cuma tak sadarkan diri selama 3 hari, hari berikutnya kamu cuma tidur. Dalam 3 hari itu harusnya black-box akan muncul sendiri dalam mode visible, kalau kamu punya. Aku cuma cek manual di hari berikutnya."

"Cek manual? Berarti ada cara untuk bedakan human sama high-human? Terus di kasus si korban tadi dia juga sudah kembali jadi human dong?"

"Nggak, mereka tetap high-human. Mereka cuma kehilangan ingatan Holy Friday sama grace dan nggak bisa panggil black-box. Dia masih bisa dapat fungsi black-box lagi kalau dia dapat poin. Tapi itu jarang kejadian sih, karena mereka juga nggak tahu apa itu Holy Friday sama grace."

"Apa itu cuma asumsimu lagi?"

"Enggak, aku sudah pernah coba kok ke orang-orangku. Waktu poinnya kembali dia bisa panggil black-boxnya lagi dan ingatannya pun juga balik. Waktu poinnya zero pun dia juga masih punya black-spot meski kecil banget ukurannya."

"Black-spot?!!"

"Eh, loh, kamu belum tahu? Aku kira kamu juga sudah tahu soal black-spot."

Black-spot...berarti bintik hitam ya, atau bisa juga flek hitam. Ternyata dugaanku benar, bahwa flek hitam atau yang mereka sebut black-spot itu adalah indikator adanya black-box.

Aku kira itu hanya untuk kita, human, sebagai fitur untuk mempertahankan diri dari high-human. Tapi kalau mereka juga bisa melihatnya...itu agak tidak adil bukan? Lalu apa keunggulan human dibandingkan dengan mereka?"

"Ah, okok aku jelaskan juga, duh. Ini cuma cara untuk memeriksa kalau seseorang punya grace. Kalau kamu terbiasa, mungkin kamu juga bisa tahu berapa poin yang orang lain punya. Tapi, cara ini jarang dipakai karena harus menyentuh tubuh target dan menepak letak black-spotnya."

"Eh? Semacam body check?"

"Iya, kamu harus sentuh tubuh target dan tebak lokasinya sambil terus-terusan ngomong 'Ard-Grace'. Kalau tempatnya betul, black-spot bakal muncul di situ selama kamu mengucap mantranya. Dan, meski target pakai pakaian yang tebal, itu bakal tetap kelihatan. Sama kayak black-box, itu bukan materi yang dikenal sama manusia."

"Bentar... bentar... berarti kamu..."

"Hiii jijik! Kalau iya, kamu sekarang nggak bakal lihat kedua tanganku. Jelas aku suruh Sus Renanda buat itu lah..."

Waaa... pertama kalinya dia juga menerapkan kesombongannya pada dirinya sendiri ya, meski hanya untuk menolak pernyataan itu.

"Oh, bagus deh. Mending Kak Rena daripada kamu sih..." Aku menyeringai dengan sengaja.

"Enggg... bisa kamu duduk saja di sofa? Agak nggak nyaman buat ngomong kalau kamu berdiri sedekat ini..." Dia meminta dengan menyembunyikan wajahnya.

Kenapa? Apa dia akhirnya merasa malu-malu didekati olehku? Aku hanya menurut dan kembali duduk di sofa kesayanganku.

"Teru-"

Setelah aku kembali duduk dan melihat wajahnya lagi... yang ia tunjukkan adalah sesuatu yang berbeda dari yang aku duga. Harusnya aku sudah tahu...

Dia mendongakkan wajahnya. Dari sudut itu, matanya memandangku rendah. Ah, ya... inilah alasan kenapa ia memilih di tempat tidur. Bukan karena itu tempat tidur tahu soal kenyamanannya, melainkan karena dudukannya jelas lebih tinggi dari pada dudukan sofa ini. Baik saat kita berdua tidur atau duduk, itu akan membuat posisinya lebih tinggi dariku. Tang Mulia, tidak bisa menerima posisi yang lebih rendah.

"SAMA! Aku juga lebih bersyukur nggak harus menyentuhmu!" Dia membalas sindiranku dengan menyeringai juga, jelas sengaja dan jelas lebih destruktif.

Baiklah. Yang Mulia benar-benar tahu bagaimana menginjak-injak orang lain. Aku bangga pada diruku yang bisa bertahan selama ini.

"Okok, Maaf..." Dia masih bertahan dengan posenya. "Ah, ok... sworry..."

Akhirnya, ia kembali tenang.

"Waktu dicek, hasilnya gimana?"

"Nggak ada, cuma human." Ia menyeringai lagi. Masih belum puas ya?

Kalau begitu... ini apa? Black-spot pekat yang menutupi bagian kiri tubuhku ini... dan warna putih yang juga tak kalah pekatnya di bagian kanan... sebenarnya apa?

"Betulkah?"

"Kamu nggak pernah menyerah ya... bukannya Sus Renanda juga melakukan body check ke kamu pagi ini? Dia selalu melaporkannya padaku, dan dia bilang kamu nggak punya."

Oh jadi seperti itu ya melakukannya. Kalau kuingat, Kak Rena juga menggumamkan sesuatu waktu itu.

"Bisa kamu coba, tolong..." Aku berdiri dan berjalan menghampirinya.

"HA?!!"

"Please...cuma di tangan kiri saja kok..."

"NGGAK!! Jijik! Jijik banget... Parah, kamu sebegitunya mau... kamu nggak perah pegang tangan perempuan? Serius deh lama-lama kamu jadi makin bikin jijik, hiii..."

"Ya... terserah mau ngomong apa, tapi sentuhan Yang Mulia beberapa kali lipat lebih berharga dari yang lain. Jadi tolong!"

"..." Dia hanya memandangiku dengan wajah jijiknya, namun kemudian menyerah dan menghela nafas. Ia pun mengambil sarung tangan hitam dari sakunya. Yang Mulia benar-benar muak untuk menyentuh orang lain ya? Kalau kuingat, dia juga menggunakannya waktu melawan teroris.

"Ard-Grace"

"Gimana?"

"Nggak ada."

"Bisa pindah ke bahu kiri?"

"Banyak minta deh..." Ia memang mengeluh, tapi tetap melakukannya.

"Gimana?"

"Gimana apanya, kamu cuma nggak punya. Terima saja kenapa sih..."

"Ok, makasih."

Serius... ini apa? Bahkan Jhennifer tak bisa melihatnya.

"Apa ini satu-satunya cara?"

"HA? Serius deh, kamu masih belum terima?"

"Nggak gitu Jhenn... kalau gitu apa ada mantra yang bisa buat orang lihat black-spot tanpa menyentuh target?"

"Ya enggak ada lah. Makanya cara yang paling efisien ya langsung gebuk tengkuknya biar pingsan. Tapi minusnya ya kamu bakal buat keributan sementara peluang kalau targetmu punya grace nggak 100 persen. Cara yang lebih rapi ya kayak si om-om healer itu."

Akhirnya waktu bersinarku tiba...

"Iya juga ya..."

"Kalau itu ada... mencuri black-box akan lebih mudah, karena langsung tahu target yang punya grace yang mana. Bisa bahaya kalau itu ada terus teroris pakai cara itu kan?"

"Iya juga ya... apa posisi black-spot bisa dipindah sama yang punya?"

"Bisa, makanya kita harus periksa sendiri posisi awalnya di mana. Tapi agak susah kalau kamu masih cupu."

"Iya juga ya... apa human juga bisa pakai mantra itu?"

"Eh... bentar, kamu nggak mau pegang-pegang pakai alibi itu kan?"

"Ehehe... ini yang kedua Jhenn, permisi..."

"HAH? KAMU MAU APA?!!" Ia sontak mundur ke belakang dan memanggil padang cahaya di tangan kanannya sembari menutupi dahinya dengan tangan kiri. Cerdas, jadi itu dia bilang harus periksa posisi awalnya ya...itu bukan di dahinya tapi di lengan kirinya.

"MINGGIR!"

Eh, pindah? Dia memindahkannya di lengan kanannya.

"Satu langkah lagi aku tebas tanga-" *Grab

"Ard-Grace"

Ahhh... akhirnya aku bisa menggunakan salah satu dari mantra sialan ini, aku ingin menangis.

Black-spot miliknya muncul menutupi seluruh lengan atas tangan kanannya. Itu juga jauh lebih pekat kalau dibandingkan milik om-om healer kemarin dan milik Kak Renanda.

"Hehehe...hahahahahahaha"

"Apanya yang lucu? Kamu ketawa lihat penampilan buruk seorang gadis?"

"Akhirnya aku bisa juga pakai manta sialan ini. Eh tunggu, kamu malah kawatir soal itu... maaf..."

Aku melepasnya dan dia mengambil hand sanitizer di sakunya lalu mengoleskan pada bagian yang kusentuh. Sialan...

"Kamu nggak paham?"

"Apa?!!" Ia masih melihatku dengan tajam dan mengerutkan alisnya.

"Dari tangan kiri ke kanan..."

"Eh... bentar... kamu bisa prediksi? Ah nggak, kamu bisa lihat black-spot tanpa cara itu?!!"

"Itu info ke dua yang mau aku sampaikan ke kamu. Aku bisa lihat black-spot orang lain tanpa perlu ucap mantra sama pegang-pegang."

"Jadi... yang kayak gitu ada? Ha... haha... hahahahahahaha"

"Haha... hahahahahahaha"

Kami tertawa bersama. Jelas karena aku masih kegirangan atas pencapaianku menggunakan mantra itu. Aku tak mengerti kenapa ia juga tertawa, tapi... aku bisa merasakan aura dan niat jahat di sekelilingnya.