1 Kisah Cinta Davina

Tiiingg...

Lonceng kedai camilan itu berbunyi, menandakan adanya pengunjung yang datang. Pintu terbuka hingga menampakkan sosok lelaki tampan yang tersenyum tipis sambil membawa buket bunga mawar merah.

Dia adalah Dilan Arsenio, laki-laki berusia 26 tahun yang kini menjabat sebagai direktur utama di perusahaan milik keluarga nya sendiri.

Senyuman manis di wajah tampan Dilan tak pernah pudar. Laki-laki itu berjalan menuju kasir kedai menghampiri seorang gadis cantik berambut hitam panjang yang juga sedang tersenyum tipis melihat nya.

Gadis itu adalah kekasih Dilan. Davina Deolinda, gadis cantik berusia 24 tahun yang sudah berpacaran dengan Dilan selama 3 tahun terakhir ini.

"Apa kau sudah selesai?" Tanya Dilan pada kekasihnya itu.

Davina mengangguk kecil dan tersenyum. "Iya, baru saja aku selesai berkemas," Sahutnya.

Dilan memberikan buket bunga mawar yang ia bawa. "Ini untukmu. Happy anniversary, sayang..."

Davina sangat tersentuh dengan perlakuan manis Dilan padanya. Meski bukan hal yang besar dan istimewa, tapi itu sudah cukup bagi Davina.

Mengingat Davina selama ini juga tidak pernah mendapatkan perhatian atau kasih sayang dari siapapun.

"Terimakasih," ucap Davina sembari menerima buket bunga mawar itu.

Dilan hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya senang.

"Kau mau mengajakku kemana?" Tanya Davina kemudian.

"Hanya jalan-jalan sebentar. Akhir-akhir ini aku selalu sibuk dengan pekerjaan ku. Aku ingin meluangkan waktu bersama dengan mu," jawab Dilan.

"Baiklah. Aku akan bersiap sebentar dan menutup kedai," sahut Davina dan bergegas menyelesaikan sisa pekerjaannya.

Dilan tersenyum dan mengangguk. Ia pun duduk di kursi kosong pelanggan menunggu Davina selesai membereskan semua pekerjaan yang tersisa.

Sepasang manik Dilan tidak luput memandang gadis cantik yang sedang sibuk itu. Meski mereka sudah lama berpacaran, tetapi hubungan mereka selalu harmonis dan tidak pernah terjadi pertengkaran sedikit pun.

Dilan sangat mencintai Davina apapun alasannya. Banyak hal sudah mereka lalui bersama, meski keduanya tak mendapat restu dari kedua orangtua Dilan.

Bukan tanpa alasan orangtuanya Dilan tak merestui hubungan mereka. Mereka tidak setuju karena Davina adalah seorang gadis yatim piatu.

Ayah Davina meninggal ketika ia berusia 17 tahun karena sebuah kecelakaan, sedangkan ibu Davina meninggal sejak Davina masih berusia 5 tahun karena sakit kanker.

Kini Davina tinggal bersama paman dan bibinya, serta sepupu perempuannya yang jahat. Setiap hari sekalu saja ada alasan yang membuat Davina terkena omelan dan amarah dari bibinya itu.

Meski Davina tidak berbuat kesalahan, tetapi di mata keluarga paman dan bibinya itu, Davina selalu salah dan tidak pernah ada benarnya.

***

Hari ini, Dilan berniat untuk membawa Davina ke rumahnya lagi setelah beberapa bulan yang lalu. Meski keluarganya tak pernah menyambut Davina dengan baik, tetapi Dilan tak pernah berputus asa untuk mendapatkan restu dari keluarga nya sendiri.

Kini sepasang kekasih itu berdiri di depan pintu besar rumah mewah kediaman keluarga Dilan.

Davina merasa sangat gugup dan menggenggam tangan Dilan dengan sangat erat.

"Kenapa kau mengajakku kemari? Kau bilang hanya jalan-jalan bukan?" Tanya Davina yang merasa di bohongi.

"Jangan takut. Aku membawa mu kemari untuk meminta restu lagi pada kedua orangtua ku. Aku akan lebih serius padamu," sahut Dilan tenang.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti, Dilan..." Lirih Davina sambil menundukkan kepalanya.

"Sudahlah, kau tidak perlu banyak bertanya. Ayo, kita masuk dan temui kedua orangtua ku," ajak Dilan sambil mengeratkan genggaman tangannya dan menggandeng Davina masuk ke dalam rumah mewah itu.

Sepasang kekasih itu berjalan masuk dan melihat orangtua Dilan sedang duduk berbincang bersama seorang gadis cantik juga.

Tak asing bagi Dilan, gadis itu adalah Adelia. Putri tunggal teman bisnis Bian (Papa Dilan).

"Kau sudah pulang?" Tanya Kinan, Mama Dilan.

Wanita paruh baya itu tersenyum melihat kedatangan putra semata wayangnya. Sesaat kemudian, pandangannya teralih pada Davina yang tersenyum tipis menyapa dirinya.

Seketika, raut wajah Kinan berubah menjadi masam.

"Dilan? Kenapa kau bawa lagi gadis yatim piatu ini?" Geram Bian.

"Papa tidak boleh berkata seperti itu pada Davina. Dia memiliki nama!" Sarkas Dilan tak terima.

"Memang itu faktanya? Bahkan gadis ini juga tidak akan memungkirinya," sinis Kinan sambil melirik acuh pada Davina.

Kini Davina merasa semakin takut dan sakit hati. Memang benar ia seorang yatim piatu, tapi bukankah tidak seharusnya status seperti itu di perjelas di hadapan orang lain?

Perlahan Davina melepaskan genggamannya dari tangan Dilan. Membuat Dilan menatap Davina bingung sekaligus heran.

"Akan ku perjelas alasanku membawa Davina kemari. Aku akan menikahinya!" Ucap Dilan tegas.

"Tidak bisa. Papa dengan keras menolak keinginan mu!" Sahut Bian meninggikan nada bicaranya.

"Mama juga tidak setuju. Sampai kapanpun, Mama tidak akan pernah merestui hubungan mu dengan gadis ini!" Timpal Kinan.

Adelia yang melihat keributan itu hanya bisa terdiam mematung sambil menatap Davina dengan iba. Jika di tanya apakah Adelia menyukai Dilan, maka jawabannya adalah iya.

Tapi, ia juga sebagai seorang wanita tidak akan mungkin tega jika melihat seorang wanita lain menangis di perlakukan seperti itu. Itu sama seperti ia membayangkan bagaimana jika yang berada di posisi seperti itu adalah dirinya.

"Setuju atau tidak. Aku tetap akan menikah dengan Davina?!" Teriak Dilan dengan tegas.

Sepasang mata Dilan terbelalak sempurna karena amarahnya sendiri. Suasana rumah yang tadinya tentram dan damai berubahnya seketika menjadi riuh karena Dilan.

"Sudah cukup, Dilan..." Lirih Davina angkat bicara.

Kini seluruh perhatian tertuju pada gadis cantik dengan rambut terurai rapi itu.

"Aku seharusnya menyadari ini sejak dulu. Kau dan aku tidak sama. Kita berbeda dalam segala hal," ucap Davina menahan tangis.

Manik cantik itu berkaca-kaca siap meneteskan butiran bening dari pelupuk nya.

"Aku tidak ingin menjadi penengah antara dirimu dan keluargamu. Lebih baik, kita akhiri semuanya di sini," sambung gadis itu.

Dilan mematung mendengar ucapan dari Davina. Ia sekuat tenaga membela gadis itu untuk mendapatkan restu dari keluarga nya, tetapi dengan mudahnya gadis itu menyerah. Bahkan di depan keluarga nya sendiri.

"Apa yang kau katakan? Kau tidak benar-benar mengatakan ini bukan? Jangan lakukan ini, Davina. Ku mohon..." Pinta Dilan.

"Anak bodoh! Kau tidak seharusnya mengemis pada gadis tidak tau diri seperti dia!" Geram Bian penuh emosi.

"Aku tidak perduli. Aku mencintai Davina. Aku tidak perduli tentang harga diriku,"

"Maafkan aku. Ku harap, kau bisa melupakan aku. Aku akan pergi selamanya dari hidup mu, Dilan. Terimakasih untuk segalanya." Pungkas Davina dan berlari meninggalkan rumah mewah itu.

Dilan bergegas mengehentikan langkah kaki Davina, namun di tahan oleh beberapa bodyguard Bian. Lelaki paruh baya itu tidak akan pernah membiarkan putra semata wayangnya pergi mengejar Davina.

"Kurung Dilan di dalam kamarnya!" Perintah Bian tegas.

Dengan kasar, Dilan di seret masuk kedalam kamarnya dan di kunci dari luar.

"Demi apapun. Aku membenci keluarga ini!" Teriak Dilan dari dalam kamarnya.

Sementara itu, Kinan menghela nafas mengahadapi bagaimana keras kepala nya Dilan. Wanita itu kemudian duduk di samping Adelia yang sedari tadi diam menyimak pertengkaran hebat itu.

Gadis cantik berambut cokelat itu sungguh terkejut dengan keputusan dari Davina. Meski sejujurnya ada sedikit rasa senang di hatinya, tetapi ia juga tidak bisa memungkiri bahwa ia turut bersedih dengan apa yang harus Davina lalui.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Kinan pada Adelia.

Adelia tersenyum canggung dan menganggukkan kepalanya.

"Iya, Tante. Aku baik-baik saja," jawab Adelia sopan.

"Maaf atas keributan ini. Tapi, kau seharusnya senang karena hubungan Dilan dan gadis sialan itu sudah berakhir," ucap Kinan.

"Tapi, bagaimana dengan Dilan? Dia sangat mencintai Davina. Dia tidak akan mungkin mau menikah dengan ku," lirih Adelia.

"Kau tidak perlu khawatir. Biar Tante yang mengurus semuanya," tutur Kinan lembut.

Adelia pun hanya bisa menurut dan menganggukkan kepalanya pasrah. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, ia hanya berharap bahwa Dilan benar-benar mau menikah dengannya dan juga mau berusaha untuk membukakan hati untuknya.

***

Sementara itu, Davina menangis sepanjang jalan meratapi nasibnya yang sangat tidak beruntung. Meski ia bisa memaksakan ego nya untuk terus bersama dengan Dilan, tapi gadis itu tidak akan setega itu merusak hubungan antara keluarga Dilan.

Bagi Davina, ia sudah cukup selama ini mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari Dilan. Kini saatnya ia benar-benar mencari kebahagiaan nya sendiri.

Tanpa Dilan...

avataravatar
Next chapter