webnovel

Kenapa Revan berubah?

Jam menunjukkan pukul 23:00, Davina masih mondar-mandir di ruang tengah menunggu kedatangan Revan yang masih belum juga pulang dari kantor. Ini adalah kali pertamanya Revan pulang larut, biasanya Revan tidak pulang se-larut ini selama ada Mama Alina di rumahnya.

Davina mulai gelisah karena Revan juga sama sekali tidak mengabari dimana dan bagaimana keadaan dia sekarang. Meskipun Alina sudah berpesan pada Revan untuk mengabari Davina, namun Revan benar-benar mengabaikan pesan dari sang Mama.

"Dimana Revan? Kenapa dia tidak membalas pesanku?" Gumam Davina sambil terus memandangi layar ponselnya.

Hingga beberapa saat kemudian, pintu masuk rumah mewah itu terbuka lebar. Revan baru saja pulang dan itu benar-benar membuat Davina bernafas dengan lega. Senyuman manis langsung mengembang di kedua sudut bibir cantik wanita itu.

Davina pun langsung berjalan menghampiri sang suami, lalu meraih tas kerja milik Revan.

"Kenapa kau belum tidur?" tanya Revan tanpa dengan tatapan datar dan tidak terlihat perduli pada Davina.

"Aku menunggumu," jawab Davina apa adanya.

Revan hanya menghela nafas dan melonggarkan dasinya.

"Kenapa tidak menjawab pesanku? Kau juga tidak mengangkat telepon ku," sambung Davina kemudian.

"Mulai sekarang kau tidak perlu menunggu ku pulang," sahut Revan tegas.

Davina yang mendengar ucapan Revan sedikit terkejut dan sama sekali tidak menyangka.

"K-kenapa?" tanya Davina dengan gugup.

"Tidak ada alasan. Daripada kau membuang waktu mu, lebih baik kau tidur lebih awal supaya kau tidak sakit yang kemudian bisa menyusahkan ku," jawab Revan yang lebih terdengar seperti mengabaikan Davina. Bukan memberikan perhatian pada Davina.

Tentu saja Revan mengabaikan Davina, karena bagi Revan istrinya itu hanya sebagai alat untuk menghancurkan bisnis keluarga Papa nya saja. Jika ia terlalu baik pada Davina, maka sama saja ia memberikan harapan palsu pada Davina.

Dengan acuh, Revan berlalu begitu saja menuju kamarnya dan meninggalkan Davina yang masih berdiri di ruang tengah sambil memegangi tas kerja miliknya. Revan benar-benar berbeda dari sebelumnya, sikapnya pada Davina seketika berubah menjadi dingin dan acuh.

Sementara Davina yang mengetahui hal itu hanya bisa diam dan memandang Revan tanpa bisa berkata apa-apa. Kini harapannya untuk mencoba mencintai Revan menipis karena sikap Revan yang tiba-tiba saja berubah tanpa alasan yang jelas.

"Ada apa dengan Revan? Kenapa dia sangat dingin padaku? Apa aku berbuat salah? Apa dia tau aku bertemu dengan Dilan di swalayan?" batin Davina dengan perasaan yang sudah tidak karuan.

Davina pun menghela nafas dan mencoba untuk tetap tersenyum. Beberapa saat kemudian, ia pergi ke kamar menyusul Revan yang sudah pergi ke kamar mereka lebih dulu.

Dengan perlahan Davina membuka pintu kamarnya dan masuk. Ia meletakkan tas kerja milik Revan pada tempatnya, lalu merapikan tempat tidur. Suara gemericik air dari dalam kamar mandi masih terdengar. Sepertinya Revan belum selesai mandi.

Hingga beberapa saat Davina menunggu sambil duduk di tepi ranjang, Revan keluar dari kamar mandi sambil mengusap-usap rambut nya yang masih basah menggunakan handuk kecil. Melihat itu Davina hanya diam dan menyunggingkan senyum tipis.

"Aku akan tidur di kamar sebelah. Masih ada yang harus ku kerjakan. Kau tidurlah lebih dahulu," ucap Revan dan berlalu keluar dari kamarnya sendiri.

Mendengar hal itu, Davina hanya bisa mengangguk dan diam tak menjawab. Wanita cantik itu sudah tidak bisa berpura-pura tersenyum lagi. Kini ia merasa ada yang sesak di dalam hatinya. Bukankah sebelumnya Revan sangat perhatian padanya? Kenapa sekarang dia berubah? Mungkin pertanyaan itulah yang ada di benak Davina saat ini.

Sebenarnya Davina tau bahwa sikap Revan bisa di katakan seperti perhatian yang pada umumnya seorang suami pada istrinya, namun kali ini Davina menyadari bahwa perhatian Revan hanya lah perhatian palsu yang semata mata untuk meyakinkan Mama nya bahwa Revan serius menikahi Davina.

Sekeras apapun Davina mencoba menerima hal ini, ia tetap saja tidak bisa memungkiri perasaaan dirinya sendiri karena merasa ia benar-benar tidak ada artinya bagi Revan. Ia sendiri bahkan belum tau apa sebenarnya tujuan Revan menikahinya.

Jika di pikirkan lebih jauh lagi, mungkin Revan bisa menikahi putri kandung Paman Davina dari pada menikahi Davina yang statusnya hanya keponakan. Dari awal Davina sudah menaruh kecurigaan pada Revan tentang alasannya bersikukuh untuk menikahi dirinya.

Namun karena sikap Revan yang awalnya penuh kasih sayang, Davina mencoba untuk berpikir lebih positif dan meyakinkan hatinya bahwa Revan menikahinya karena benar-benar menyukai dirinya.

Kini perasaan yakin itu perlahan pupus karena sikap Revan yang berubah dalam sekejap. Wanita cantik itu mulai berpikir menerawang jauh dan terlintas hal-hal yang tidak baik di dalam benaknya.

Davina merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia menyamankan dirinya dan kemudian membenarkan selimut nya.

"Jika dia tau aku bertemu dengan Dilan, bukankah seharusnya dia langsung memarahi ku secara blak-blakan? Kenapa dia berubah menjadi dingin seperti ini? Dan... Apa sebenarnya maksud Revan yang sebelumnya memberikan perhatian padaku? Kenapa dia mempermainkan perasaanku?" monolog Davina sambil menatap langit-langit kamarnya.

***

Keesokan paginya, Davina menyiapkan sarapan pagi untuk Revan. Ia memasak beberapa makanan kesukaan Revan, dengan harapan mood Revan membaik dan tidak bersikap dingin padanya seperti kejadian semalam.

Bagaimanapun sikap Revan pada Davina, Davina akan selalu bersabar menghadapi sikap Revan dan selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik untuknya. Meski sepertinya Revan sama sekali tidak terlalu perduli pada Davina.

Selesai menyiapkan sarapan di atas meja makan, Davina melihat Revan yang turun dari lantai atas sambil membenarkan dasi nya. Davina tersenyum tipis melihat Revan yang memasang wajah datar ketika melihat dirinya.

"Akan ku siapkan piring mu," ucap Davina.

Tangan Davina terulur menyiapkan piring dan sudah bersiap untuk menyendok nasi.

"Tidak perlu, aku ada rapat pagi. Aku akan makan di kantor saja," sahut Revan dengan cepat.

Davina langsung melepaskan centong nasi yang ada di tangannya dan berniat mengambil tas kerja milik Revan yang sudah ia siapkan di atas meja. Namun Revan lebih dulu meraih tasnya dan segera berlalu meninggalkan Davina begitu saja, bahkan tanpa berpamitan.

"Kenapa kau melakukan ini padaku?!" Teriak Davina tatkala Revan sudah hampir keluar dari rumahnya.

Revan yang mendengar suara lantang Davina itu langsung menoleh ke belakang melihat sang istri yang berdiri di belakangnya.

"Apa maksudmu?" tanya Revan datar.

"Kenapa kau bersikap dingin padaku? Apa aku berbuat salah padamu?" Davina bertanya pada Revan dengan keadaan pelupuk matanya yang sudah penuh dengan cairan bening dan siap untuk menetes.

Melihat itu Revan menghela nafas sejenak.

"Kenapa kau merasa aku bersikap dingin padamu? Memang sebelumnya aku bersikap seperti apa padamu?" tanya Revan lagi.

"Kau baik pada ku. Kau juga perhatian padaku, kau bahkan tidak berkata menyakitkan seperti tadi malam..." jawab Davina sambil terisak.

Revan pun kembali masuk menghampiri Davina.

"Kenapa kau menangis? Jangan menangis," tutur Revan.

"Aku sudah cukup bahagia karena kau berbaik hati menikahi ku dan memberikan aku perhatian. Aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Bahkan ketika aku bersama dengan Dilan," sahut Davina.

Wanita cantik itu mengusap air matanya yang sudah menetes membasahi pipi mulusnya. Entah mengapa Revan merasa tidak tega melihat keadaan Davina yang seperti itu.

"Sudahlah, aku tidak ada waktu untuk melakukan ham seperti ini di pagi hari. Tenangkan dirimu dan jangan berpikiran yang tidak-tidak tentang diriku,"

Davina mendongakkan kepalanya menatap Revan dengan tatapan sendu. Revan pun menghapus jejak air mata Davina dengan lembut.

"Maafkan aku ..." lirihnya.

**

****

Next chapter