webnovel

Goresan Luka

Hari sudah hampir larut, namun Adelia masih duduk menyender di sebuah taman kota yang letaknya cukup jauh dari rumahnya dan lebih dekat dengan rumah Dilan. Adelia memang sengaja tidak pulang karena tidak mau jika Papa nya tau bagaimana keadaannya sekarang.

Gadis cantik itu menangis meratapi dirinya sendiri yang tidak bisa berbahagia karena akan menikah dengan orang yang sangat ia cintai. Bukan karena pernikahannya, namun karena sikap dari calon suaminya yang sama sekali tidak ingin mencoba untuk membuka hati padanya.

Gadis cantik yang memiliki lesung pipit itu mengusap jejak air mata di wajahnya dengan lembut, kemudian berusaha untuk tetap tersenyum namun gagal. Air matanya tak mau berhenti menetes mengingat bagaimana perkataan Dilan tadi siang yang cukup melukai perasaannya.

"Kenapa kau masih di sini?" seorang laki-laki bertanya pada Adelia.

Suara yang sangat familiar bagi gadis cantik itu.

"Dilan?" Adelia mendongakkan kepalanya melihat Dilan yang berdiri di depannya.

"Kenapa kau masih di sini? Papa mu tidak berhenti menanyakan keberadaan mu padaku. Apa kau sengaja melakukan ini?" tukas Dilan tanpa memperdulikan keadaan Adelia.

Adelia tersenyum kecut. "Tidak. Ini memang kesalahan ku, seharusnya aku langsung pulang bukannya menangis tidak jelas di sini," ucapnya.

Dilan menaikkan sebelah alisnya heran. "Jika kau tau kenapa kau masih bersikap bodoh?" ketus nya kemudian.

Tentu saja hal ini semakin membuat hati Adelia terasa di tusuk semakin dalam. Namun, Adelia masih berusaha untuk terus bersabar menghadapi bagaimana sifat Dilan padanya.

Gadis itu menaikkan pandangannya ke arah Dilan, sementara Dilan yang merasa di tatap oleh Adelia itu langsung menoleh ke sembarang arah agar sepasang mata mereka tidak saling bertemu.

Bukan maksud Dilan untuk melukai perasaan Adelia, namun Dilan adalah tipe orang yang sebenarnya tidak ingin memberikan harapan palsu pada orang lain. Dilan hanya ingin Adelia menyadari bahwa dirinya memang tidak akan bisa mendapatkan cinta darinya, namun rasa cinta dan sayang Adelia pada Dilan ternyata lebih besar dari apa yang ada di dalam benar Dilan.

Tidak ada yang tau alasan mengapa Adelia sekuat itu dalam mencintai Dilan hingga ia rela tersakiti bukan hanya dalam satu atau dua kali secara sengaja. Hingga Dilan sendiri tidak habis pikir tentang bagaimana perasaan Adelia yang sebenarnya.

"Dilan, aku tidak berharap kau membalas perasaanku dengan cepat. Tapi, tidak bisakah kau bersikap lebih baik padaku?" lirih Adelia dengan genangan air mata di pelupuknya.

Dilan menghela nafas sejenak, kemudian memutar kedua bola matanya menatap Adelia sekilas. "Tidak bisa. Sekeras apapun aku mencobanya, aku tetap tidak bisa memberikan harapan lebih padamu," jujurnya.

"Kenapa? Apa yang salah denganku? Kenapa kau benar-benar kejam padaku?" Adelia kini sudah tidak sanggup menahan air matanya.

Pipi mulus itu kembali basah oleh bulir-bulir bening yang menetes tanpa bisa ia bendung.

"Aku akan bertanya satu hal padamu," ucap Dilan.

Pemuda itu duduk berjongkok di depan Adelia yang masih duduk di kursi taman. Kini Adelia sedikit menundukkan pandangannya melihat Dilan.

"Jika aku memberikan perhatian palsu padamu, lalu kau akan semakin suka padaku, apa aku tidak menyakiti mu lebih dalam?" tutur Dilan mencoba memberikan pemahaman pada Adelia.

"Jika begitu, maka cobalah untuk mencintaiku," pinta Adelia penuh harap.

Dilan pun langsung berdiri lagi. "Aku tidak bisa," tolaknya dengan tegas.

"Bahkan sebelum kau mencobanya?" sahut Adelia merasa tak terima.

Dilan mengangguk. "Iya, karena sampai kapanpun perasaan ku pada Davina tidak akan pernah berubah," ucapnya dengan mantab.

Adelia pun langsung berdiri dari duduknya, kini tatapan gadis cantik itu berubah seperti di bakar api amarah.

"Jika itu yang kau inginkan, maka jangan salahkan aku jika bertindak tidak sesuai dengan diriku yang sebenarnya!" ancam Adelia dan segera berlalu meninggalkan Dilan di taman itu.

Sementara Dilan hanya terdiam mematung sambil melihat punggung Adelia yang perlahan semakin menjauh. Pemuda itu masih heran dengan sikap Adelia yang benar-benar keras. Memang apa susahnya untuk meninggalkan seseorang yang jelas-jelas sudah melukai perasaannya?

Semakin di pikirkan semakin membuat pikiran Dilan kacau tak karuan. Hingga ia mulai menyadari bahwa Adelia bisa saja menjadi ancaman bagi Davina jika saja ia salah bertindak.

"Bagaimanapun juga aku tetap tidak bisa memberikan harapan palsu pada Adelia. Aku tidak mencintainya, dan aku tidak ingin melukainya lebih dalam dengan berpura-pura bahwa aku mencintainya. Dia tidak bersalah," gumam Dilan dan segera berlalu meninggalkan taman.

**

**

Sesampainya di rumah, Adelia di sambut dengan khawatir oleh Papa nya. Terlihat bahwa Leo sangat mencemaskan bagaimana keadaan Adelia yang tidak ada kabar sejak sore tadi.

Adelia yang masih dengan mood buruk terlihat sangat kacau di hadapan Papa nya.

"Ada apa denganmu? Apa Dilan berbuat kasar padamu?" tanya Leo was-was.

"Tidak. Dia tidak berbuat kasar padaku, Pa," sahut Adelia cepat.

"Lalu darimana saja kau? Kenapa Papa tidak bisa menghubungi mu? Bahkan Papa sampai meminta Dilan untuk mencari mu. Apa kau bertemu dengannya?" tanya Leo bertubi-tubi.

Tidak heran jika sikap Leo pada Adelia sangat berlebihan meski Adelia sudah beranjak dewasa. Adelia adalah putri tunggal dan kesayangan Leo yang sangat berharga baginya.

Sejak kecil Adelia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari mamanya karena mama Adelia sudah meninggal sejak Adelia di lahirkan. Itulah yang menyebabkan kenapa Adelia sangat di sayang dan di perhatikan segalanya oleh Leo.

Leo harus bisa menjadi Papa sekaligus Mama untuk Adelia. Bagaimanapun usaha Leo melakukan itu tentu saja tidak akan sama dengan perlakuan seorang ibu pada umumnya. Namun Adelia bahagia mendapatkan banyak cinta dari papanya.

Adelia menghela nafas sejenak, lalu berusaha untuk tetap tenang dan tersenyum. "Tadi Dilan ketemu sama Adelia, Pa. Cuma karena Adelia bawa mobil sendiri, jadi Dilan tidak mengantarkan Adelia pulang," ucap Adelia berusaha meyakinkan papanya.

"Jadi, kau tidak sedang bertengkar dengan Dilan?" tanya Leo lagi.

Adelia menggeleng kecil. "Tidak, jadi papa tidak perlu khawatir," sahutnya.

Leo pun tersenyum lega dan mengusap lembut puncak kepala anak gadisnya itu dengan penuh kasih sayang.

"Sekarang istirahatlah. Kau pasti lelah karena seharian tidak pulang, jangan sampai sakit karena sebentar lagi kau juga akan menikah," tutur Leo.

Adelia menganggukkan kepalanya menurut. "Iya, Pa. Adelia ke kamar dulu," pamitnya dan langsung pergi meninggalkan papanya yang masih berada di ruang tengah.

"Maafin Adelia, pa. Adelia tidak bisa membuat Dilan berada dalam kesulitan. Seperti apapun perlakuan Dilan pada Adelia, tapi Adelia tetap sayang pada Dilan. Maafin Adelia, pa..." batin Adelia, lalu meneteskan air matanya kembali di dalam kamarnya.

Memang benar jika perasaan yang sudah terlalu dalam itu sulit untuk di mengerti. Seperti apapun perlakuan kasar yang di dapatkan, jika itu dari orang yang berharga baginya maka rasa sakit itu pun tidak akan sebanding.

Tapi, yang namanya luka tetap saja terasa sakit dan akan meninggalkan bekas jika tidak di rawat dengan benar. Seperti hal nya dengan perasaan Adelia yang terus tergores oleh perlakuan tak mengenakkan dari Dilan, maka tidak akan bisa di pungkiri juga jika pada akhirnya Adelia akan berontak dan benar-benar melakukan apa yang ia ancam kan kepada Dilan.

***

To be continued :)

Next chapter