1 Chapter 1

Sebuah lagu dengan nada sedih dimainkan, mengelilingi kehidupan Rembulan. Sebuah klip perjalanan Rembulan di sebuah negeri, yang disebut negeri aneh ( negeri flower).

Matahari terbit bersinar menerangi bumi,

Embun pagi membasahi negeri,

Bunga bermekaran menghiasi indah dunia,

Kumulai berjuang untuk hari ini,

Hingga matahari terbenam menjelang,

Matahari tenggelam dengan cahaya yang indah,

Mendatangkan kegelapan dan sang bulan,

Reff

Mampukah kita bertahan di malam ini

Hingga pagi menjelang

Pegang erat tanganku, jangan kau lepaskan

Tetaplah bersamaku, sang bulan

Hingga pagi menjelang

Inilah rahasia sang kegelapan

Tak ada sesal, tetaplah melangkah ke depan

Aku ada disini untukmu

" Di zaman dahulu, sebelum dan sesudah kamu lahir. Ada sebuah kerajaan, di mana Ratu Rembulan tinggal bersama Raja dan Putri kecilnya. Di malam yang sunyi, saat semua orang tertidur kecuali Ratu Rembulan dengan Putri kecilnya. Tak pernah terduga oleh Ratu Rembulan, Ratu Danesa menyerang istana. Raja berkata pada Ratu Rembulan 'Pergi lah selamatkan Putri kita'. Namun Ratu Rembulan tidak ingin meninggal kan suaminya sendirian melawan Ratu Danesa yang jahat. Raja mencoba memastikan dirinya akan selamat pada Ratu Rembulan. Dengan terpaksa Ratu Rembulan pergi dari istana bersama Putri kecilnya. Ratu Rembulan pergi ke masa depan dengan cara membuat lingkaran waktu. Ketika Ratu Rembulan tiba di masa depan, she berada di sebuah kebun Kakek dan Nenek. Ratu Rembulan melihat sebuah gubuk, she berjalan mendekati gebuk dengan penuh harap ada seseorang yang mau merawat anaknya. Ratu Rembulan berkata 'Tuan tolong saya, tolong jaga dan rawat Putri saya. Usianya masih kecil dan bulan depan ia akan berulang tahun. Kumohon tuan tolong saya!'. Dengan senang hati Kakek dan Nenek menolong Ratu Rembulan untuk menjaga dan merawat putri kecilnya"cerita Kakek padaku.

" Lalu bagaimana Kek dengan Ratu Rembulan setelah itu?"tanyaku.

" Ratu Rembulan kembali ke dunianya. Saat she ingin kembali, Ratu Rembulan membuat ruang waktu di kebun Kakek itu. Tapi Kakek tak pernah melihat ada ruang waktu di kebun saat pagi hari. Namun Kakek yakin ruang waktu itu ada, hanya saja dapat dilihat oleh orang tertentu. Ratu Rembulan mendapati suaminya yang tak bernyawa dan keadaan istana yang kacau. Di ruang singgasana lah semua berakhir. Ratu Rembulan tewas di tangan Ratu Danesa. Malam itu Kakek dan Nenek yang merawat putrinya menjadi sedih saat bulan tak lagi bercahaya seperti malam-malam yang lalu. Hujan turun lebat dan badai datang di penjuru wilayah. Kakek dan Nenek hanya bisa berdoa, berharap Ratu Rembulan selamat tetapi firasat buruk selalu datang dengan tanda-tanda kejadian aneh"jawab Kakek.

" Bagaimana Kakek bisa yakin kalau ruang waktu itu ada?" tanyaku.

" Kakek yakin sebab she pernah mencari benda yang membuat matanya menjadi silau. Cahaya itu mengarah ke dua pohon yang tumbuh bersampingan. She mencari benda yang membuat silau setengah hari penuh di bawah dua pohon namun tak menemukan benda apapun. Kakek mulai kelelahan dan sejenak istirahat di bawah pohon. Dia mulai berpikir untuk mencari benda yang membuat silau di dalam hutan. Langkah kakinya tak pernah sadar membawanya ke dunia Ratu Rembulan. Ketika she mulai sadar, Kakek mulai tersenyum dan berkata 'Mungkin sang Ratu, sudah ditakdirkan semua ini untuk putrinya'. Kakek mulai melangkah masuk ke ruang waktu lagi untuk kembali ke dunianya" jawab Kakek.

" Menurut Kakek apa cerita itu benar-benar terjadi? Anak Ratu Rembulan secantik apa ya kek?" tanyaku.

"Ya kakek dan Nenekmu sangat percaya pada kisah ini. Anak Ratu Rembulan itu namanya Rembulan. Kakek dan Nenek yang menolong Ratu Rembulan sangat percaya, jika memberi nama pada anak itu dengan nama Rembulan akan mengingat kan pada Ratu Rembulan yang sebenarnya adalah ibu kandungnya"jawab Nenek yang datang menghampiri kami berdua.

"Seperti namaku ya? Tetapi tidak aneh seperti aku. Putri Rembulan tidak aneh kan kek? She pasti cantik, baik, dan tak mungkin akan berteman denganku"kataku menduga.

"Jangan seperti itu sayang!Putri Rembulan juga memiliki indra keenam. She mau berteman dengan siapa saja"jawab Nenek.

"Kalau begitu aku harus sekolah besok, aku ingin Putri Rembulan mau berteman denganku"ucapku. Aku mulai pergi ke kamar untuk beristirahat.

Malam telah semakin larut, bintang dan bulan bersinar terang di langit. Perlahan-lahan awan berjalan di langit yang gelap. Angin berhembus sejuk, dan juara jangkrik yang terdengar.

"Apa kau yakin dengan menceritakan hal itu dia akan percaya pada dirinya sendiri? Sebaiknya kita beritahu dia kalau she adalah anak itu. Cepat atau lambat she akan tau"ucap Nenek.

"Ya aku yakin dengan begini she akan percaya pada dirinya sendiri, kalau di dunia ini tidak hanya she yang memiliki indra keenam dan dikucilkan. Aku akan menceritakan semuanya perlahan-lahan dan memberitahu yang sebenarnya. Aku hanya tidak ingin she tak mau berteman seperti masa-masa sekolah menengah pertama dulu, kita selalu dipanggil ke sekolah hanya karena masalah kecil"jawab Kakek.

"Semoga she mau menerima dirinya"kata Nenek.

Kakek dan Nenek berjalan masuk ke kamar untuk beristirahat setelah seharian bekerja.

Perlahan-lahan arunika bersinar terang, menerangi negeri ini. Angin sejuk berhembus, embun pagi masih membasahi tanaman. Ayam-ayam berkokok, bunga-bunga bermekaran dan kepompong mulai berubah menjadi kupu-kupu. Di suasana indahnya pagi, mendadak berubah menjadi keributan seketika seseorang berteriak.

" Rembulan cepat! Nanti kamu terlambat"teriak Nenek dari ruang makan sembari mengoles roti dengan selai.

Keberadaan Rembulan,

Aku mulai keluar dari kamar tergesa-gesa menuju ruang makan. Sambil minum susu aku berkata pada Nenek "Nek, aku berangkat dulu ya!".

" Ini bekalmu, nanti sore kamu pergi ke kebun menemani Kakek. Nenek nanti sore pergi ke rumah tante kamu di kota"jawab Nenek.

Aku mencium tangan Nenek dan berkata, " Ya Nek, aku berangkat sekolah dulu".

Hari-hari sekolahku memang suram namun Kakek dan Nenek lah yang mendukung diriku untuk terus bersekolah. Area parkir yang luas ada di depan mata. Kuparkirkan sepedaku di tempat biasa.

Tiba-tiba pandanganku terarah pada makhluk bermata merah, kuku panjang dan tinggi yang mengikuti Hastin dari belakang saat she berjalan. Hastin adalah teman baikku di sekolah ini. 

Kulambaikan tangan untuk memanggil Hastin dan berucap, " Hastin kemari!". Hastin mulai berjalan mendekati diriku.

"Ada apa, Rembulan?"tanya Hastin.

Kutepuk pundak Hastin, seketika itu makhluk itu menatap tajam diriku." Apa kau baik-baik saja Hastin? Apa ada sesuatu yang aneh hari ini?"tanyaku.

Hastin menjawab dengan menggeleng-gelengkan kepala.

Aku tersenyum dan berkata, " Pergilah Hastin (panggilan untuk makhluk mengikuti Hastin) jangan ganggu she!".

Hastin yang mendengar itu mulai bingung dan bertanya " Maksudmu apa Rembulan?".

"Oh maaf Hastin. Aku hanya bergurau"jawabku sembari tersenyum.

"Baiklah sepertinya Isabel menungguku di sana, dah….dah Rembulan"kata Hastin meninggalkan.

Hastin pergi tanpa makhluk itu. She masih menatap diriku di depan dengan tatapan mata merahnya. " Kau siapa? Ada apa dengan temanku?"tanyaku.

"Kau tak usah ikut campur urusanku dengannya, kau hanya manusia dan jangan panggil aku Hastin!"jawabnya dengan geram.

"Tapi she temanku, dan she sangat baik padaku. Aku tidak segan-segan akan melukaimu jika kau menyerangnya. Memang namamu bukan Hastin, memang siapa yang memanggilmu dengan nama Hastin? Aku hanya bergurau pada Hastin agar she tidak ketakutan"kataku.

" Hastin harus mati!"jawab makhluk itu.

" Tidak, aku tidak akan pernah membiarkanmu merebut Hastin dariku!"jawabku yang hampir berteriak.

Teman-teman di area parkir hampir semuanya mendengar ucapanku. Razel yang mendengar diriku menyebut nama Hastin cepat-cepat dirinya pergi menemui Hastin.

Kutunjuk makhluk itu, namun teman-teman hanya melihat diriku tidak menunjuk siapa-siapa." Pergilah kamu dari sini dan jangan ganggu Hastin"kataku.

" Aku akan pergi setelah Hastin mati!"jawabnya menghilang.

"Sial, sekarang aku harus mencari Hastin. Makhluk itu memang sengaja mengganggu Hastin rupanya"kataku.

Aku mulai mencari Hastin di kelas tiga b, menaiki tangga ke lantai atas memang susah dan melelahkan tetapi ini demi Hastin temanku, apapun hal itu akan kulewati demi dirinya.

"Teman-teman, Hastin di mana?"tanyaku pada teman-teman yang duduk di lantai dua ini. Namun mereka malah menjauhi diriku bahkan mereka yang melihat diriku dari jauh. Beberapa dari mereka membisikan tentang diriku.

"Pasti Hastin dapat masalah besar hari ini hingga Rembulan begitu pentingnya mencari dirinya"

"Ya, aku rasa gadis aneh itu lagi melihat makhluk aneh"

"Gadis aneh, kasihan Hastin yang menjadi temannya harus jadi bahan tertawaan dan ejekan juga"

"Ya begitu lah, bukankah kita sudah melarang Hastin untuk tidak berteman dengan Rembulan"

Razel menarik tangan Hastin untuk turun ke bawah menemui Rembulan. Di lantai dua ini lah akhirnya aku menemukan Hastin bersama Razel.

"Kata Razel kau mencariku Rembulan, ada apa? Bukankah kita baru saja bertemu di area parkir"ucap Hastin.

"Katakan padaku bahwa kau baik-baik saja"ucapku menatapnya dengan tajam.

"Ya aku baik, memang ada apa? Katakan padaku Rembulan, ada apa?"tanya Hastin.

"Jika kukatakan ini apa kau percaya? Jika tidak aku akan tetap bersamamu mulai dari sekarang"jawabku.

"Ya aku percaya padamu, bukankah kita berteman?"ucap Hastin.

"Seseorang mencoba membunuh dirimu. Dia bermata merah, kuku yang panjang dan tinggi"kataku.

"Maksudmu seperti dalam cerita Death Note?"tanya Razel.

"Tepat tetapi she tidak akan membunuhmu secara cepat"jawabku.

"Mungkin makhluk itu yang selalu memperhatikan diriku di tengah malam. Lalu apa yang harus kulakukan?"ucap Hastin.

" Begini saja, jika kau melihat she lagi kau tepuk pundakmu sendiri. Dan katakan ' aku tidak akan ikut bersamamu!'"jawabku.

"Apa itu akan berhasil?"tanya Hastin.

"Tentu saja, tetapi mungkin juga tidak"jawabku.

"Ya sudahlah, sudah selesaikan Rembulan? Bagaimana kalau kita masuk ke kelas sebelum pak guru datang dan menghukum kita bertiga"kata Razel.

Aku mulai menganggukkan kepala pada dua temanku. Hastin tersenyum manis dan berkata "Oke, terima kasih ya Rembulan sudah menolongku."

"Tak masalah bukankah kita berteman"jawabku.

Suasana kelas dimulai, perlahan-lahan matahari berjalan sesuai porosnya. Awan putih berjalan dan menghilang, lalu kembali terbentuk. Jarum jam terus berjalan perlahan-lahan.

Pukul 15.00 sore hari, bel berbunyi tanda kami akan mengakhiri pelajaran hari ini. Aku, Hastin,dan Razel berjalan bersamaan menuju area parkir sekolah. Kumasukan tas dalam keranjang sepeda.

"Rembulan, aku dan Razel duluan ya"ucap Hastin.

"Oke, hati-hati ya dan jangan lupa pundak"jawabku.

"Iya aku tak akan lupa"kata Hastin. Hastin dan Razel keluar dari sekolah.

Aku mulai mengayuh pedal sepeda dan meninggalkan sekolah ini.

"Semoga Hastin baik-baik saja. Makhluk itu cukup menyeramkan tetapi mengapa she mendekati Hastin? Apalagi makhluk itu ingin membunuh Hastin, pasti ada sesuatu yang terjadi sebelumnya. Uh…semoga baik-baik saja"ucapku.

Setiba di rumah, kuletakan sepedaku di garasi. Kubuka pintu dan berucap " Nenek aku pulang, eh oh iya Nenek kan ke rumah tante ya di kota. Uh….lupa!." Segera diriku masuk ke kamar dan berganti pakaian. Setelah itu pergi ke ruang dapur untuk makan. Tak lupa aku mengisi air minum dalam botol untuk di bawa ke kebun. Setelah selesai kumasukan botol minum dalam plastik dan membawanya ke kebun.

Tiba di kebun kakek, kusandarkan sepedaku di bawah pohon apel dan mengambil air di keranjang sepeda. Kubawa ke gubuk sambil memperhatikan setiap tanaman yang kulewati. Kugantung minuman di dinding dan duduk lantai gebuk. Kuperhatikan sejenak semua tanaman yang terlihat oleh mataku.

"Kakek mana ya? Kakek…"panggilku.

"Kakek…kakek di mana?"panggilku lagi. Berkali-kali aku memanggil kakek selalu saja tak ada jawaban.

"Kakek di mana ya? Kalau terus begini apa yang harus kulakukan?"ucapku.

Tiba-tiba mataku menjadi silau oleh pancaran sinar matahari mengenai suatu benda.

"Ya ampun panas-panas begini masih saja ada yang bikin masalah"kataku. Kucari benda yang memantulkan cahaya. Langkahku berhenti di bawah dua pohon.

"Bukannya cahaya itu tadi dari sini ya? Duh kok gak ada"kataku.

Kucari-cari benda yang memantulkan cahaya matahari di bawah dua pohon. Aku mulai berhenti mencari benda yang memantulkan cahaya matahari karena lelah. Sejenak aku perhatikan dua pohon yang tumbuh bersampingan.

"Tak ada yang mencurigakan dari dua pohon ini. Apalagi benda yang tergantung di pohon. Uh…aneh sekali, apa mungkin benda itu ada di dalam hutan sana ya? Mungkin saja ya dan tidak, ya ampun. Oke gak apa-apa"ucapku berjalan masuk ke hutan. Aku berjalan masuk ke dalam hutan yang tak sengaja membawaku ke tempat lain. Kuamati yang ada di sekitarku dan menoleh ke belakang.

Aku mulai bingung tak lagi melihat kebun Kakek dan berkata "Kebun Kakek di mana ya? Bukankah aku baru saja beberapa langkah masuk ke hutan ini? Tapi kok semuanya mulai berbeda.Ya ampun aku ada dimana?." Aku semakin bingung mencari jalan keluar dari tempat ini yang akhirnya berjalan dan terus berjalan meninggalkan tempat itu.

Sementara itu keberadaan kakek di kebun, he telah memperhatikan tingkah cucu perempuan. Kakek datang membawa dua buah ember berisi air, he baru saja mengambil air di sungai. Kakek melihat sebuah cahaya memantul mengenai matanya hingga membuat silau. "Mungkin kamu sudah disana cucuku, jaga dirimu baik-baik ya!"ucap Kakek sembari tersenyum.

<<Rembulan  >>

Tak beberapa lama aku berjalan, aku bertemu seorang pria memakai jubah dan topi jerami yang berjalan sambil menundukan kepalanya. 

"Permisi Tuan, bisakah Anda tunjukan jalan kemana saya harus pergi? Saya tersesat"kataku.

Namun pria itu terus berjalan dan tak menjawab pertanyaanku. "Permisi Tuan, bisakah Anda tunjukan jalan kemana saya harus pergi? Saya tersesat"kataku lagi. Namun pria itu terus berjalan dan tak menjawab pertanyaanku hingga berkali-kali kutanyakan selalu saja sama.

Dua jam terus berjalan mengikuti pria itu dengan sikap bete, akhirnya perjalanan itu berhenti di sebuah desa. Ketika kakiku melangkah masuk ke desa itu semua orang mulai melihat ke arahku. Pria yang bersamaku juga pergi meninggalkanku entah pergi kemana. Aku mulai kebingungan karena ditinggal sendirian. Tak jauh dari pintu gerbang desa, aku berlutut dan berkata "Apa ini akhirnya? Aku lelah dan tak ada seorang pun yang mengerti."

Tiba-tiba aku mendengar seseorang berucap " Apa aku boleh membantumu, Nona?"

Ku berdiri dan melihat seorang pria berjubah dan berjenggot putih menawarkan bantuan.

"Kau siapa?"tanyaku.

"Semua orang memanggilku dengan nama kakek Putih"jawabnya.

"Tolong saya, saya berada dimana sekarang?"tanyaku.

""Kau ada di Desa Tanjung Bunga, apa ada hal lain yang ingin kau tanyakan? Kau terlihat bukan orang desa sini"jawab Kek Putih.

"Ya itu benar, ini sangat melelahkan. Apa aku sejauh itu berjalan kaki hingga kemari"ucapku langsung jatuh pingsan.

Entah apa yang terjadi sejak saat itu, yang kutahu aku jatuh pingsan tak sadarkan diri karena aku kelelahan atau rasa tidak percaya bahwa diriku berjalan sejauh ini.

avataravatar
Next chapter