1 Season 1. pikiranku

Dua belas Januari, tepatnya pukul sepuluh malam. Alisya masih berdiam diri dengan banyak sekali buku bacaan di hadapannya. Tidak ada yang menarik minat dirinya untuk membuka dan membaca buku itu, semuanya hanyalah sebuah rutinitas yang harus dia lakukan.

"Butuh berapa lama lagi, aku harus melakukannya?" ucapnya bergumam.

Sejak pagi tadi tidak ada yang dia lakukan, dia hanya duduk diam di sana selama berjam-jam. Diluar sangat berisik sedari siang, bunyi barang di lempar, bunyi bentakan, serta teriakan yang memekakan telinga.

"Membosankan," ucap nya lagi, kali ini diiringi dengan helaan napas panjang.

***

Alisya Mahardika, membereskan buku-bukunya yang akan dibawa ke sekolah. Sebenarnya, jam masuk sekolah sudah berlalu sejak sepuluh menit yang lalu, sementara Alisya masih merapihkan bukunya dengan tenang.

"Non Alisya, apa sudah mau berangkat?" seseorang yang sedari tadi menunggunya di depan pintu kamar telah memanggil Alisya berkali-kali.

"Iya," jawab Alisya pelan.

Dia berkaca terlebih dahulu kemudian membuka pintu kamarnya.

"Langsung ke sekolah, non?" tanya pria pertengahan usia lanjut itu berbicara.

Alisya menjawabnya dengan anggukan.

Tanpa dia sadari, kepalanya menengok ke segala arah secara perlahan sembari dirinya berjalan menuju ke arah mobil yang sudah terparkir.

"Tuan dan nyonya sudah berangkat ke bandara pagi tadi,"

Alisya menatap ke depan dengan tatapan datar, "Lebih baik begitu," ucapnya pelan.

"Apa non?"

Alisya menggeleng, sepertinya penjaga rumahnya itu mendengar apa yang dia katakan.

Selepas duduk di kursi mobilnya, Alisya hanya diam menatap ke depan mengabaikan ponselnya yang terus berdering.

'Ting' pesan masuk.

Kau butuh berapa banyak uang bulan ini?—08

Membacanya membuat Alisya merotasikan bola matanya, tidak membaca ataupun membuka pesan itu.

"Non, ponselnya bunyi terus non... takut saja penting,"

Alisya melirik ke depan sebelum kembali menatap kaca mobilnya.

"Sudah sampai," gumam Alisya.

Dia membuka pintu mobilnya, tetapi kembali masuk. Menatap ponselnya sejenak, sebelum menyerahkan itu kepada penjaga rumahnya.

"Buat anak bapak di rumah," ucap Alisya kemudian berlalu pergi.

***

Baginya sekarang, tidak ada yang lebih penting daripada dirinya sendiri. Bertahun-tahun Alisya selalu saja mengikuti apa yang orang tuanya inginkan, bertahun-tahun dia juga hanya melakukan apa yang orang tuanya minta. Tidak banyak yang bisa dia lakukan untuk kesenangan dirinya, dia harus mengubur apa yang dia inginkan hanya untuk impian orang tuanya.

"Entah itu perusahaan, industri, atau apapun. Persetan dengannya," ucap Alisya.

Alisya berjalan santai menuju gerbang, "Alisya Mahardika," ucapnya.

Petugas piket yang mencatat anak-anak yang berangkat telat dan yang tidak memakai atribut seharusnya, akan di catat.

"Sudah ke berapa kali jika diitung dengan sekarang?"

Alisya mendongakkan kepalanya, tanpa menjawab apa yang orang itu katakan.

"Alisya Mahardika," seorang pria menuliskan namanya di papan tulis yang disediakan, "Tidak untuk berkali-kali kah melakukannya, anak murid baru harus taat pada peraturan sekolah," ucapnya.

Alisya hanya diam tidak menjawab karena tidak perduli.

"Ck, memang,"

Alisya memasang wajah malas nya lagi, "Cepatlah,"

Pria yang menjawab sebagai OSIS itu tertawa pelan, jarang ada seorang siswa yang terkena masalah berturut-turut tetap mau belajar dan masuk.

"Siang nanti membantu membereskan perpustakaan sekolah, sehabis istirahat," ucap kakak kelas itu.

"Terima kasih,"

Alisya berterima kasih kemudian melanjutkan perjalanan menuju ruang kelasnya.

Begitulah kegiatan yang Alisya lakukan setiap hari, telat berangkat sekolah dan selalu menjadi siswa yang pulang paling terakhir, sampai rumah pun tidak melakukan apa apa dan hanya di dalam kamar.

Saat perjalanan menuju kelas, Alisya baru ingat, tugas-tugas yang belum sempat dia salin ada di dalam ponselnya.

Dia mengenal napas, "Aku harus menyalinnya lagi," ucap Alisya.

Seseorang menyapanya, menepuk bahu seperti sapaan pada umumnya. Tetapi menurut Alisya, itu terlalu ramah sementara Alisya tidak merasa ramah dengan mereka.

"Hari ini ada kegiatan di ruang komputer, kau harus kesana secepatnya karena ada pembagian kelompok tugas!" gadis itu memberitahunya sembari berjalan, dan saat sudah jauh, dia melanjutkan kata-katanya dengan berteriak. Tetapi Alisya bahkan memperlambat tempo langkah kakinya.

"Lebih baik melakukannya sendiri," gumam Alisya.

Jika mau, dia ingin mampir ke ruang perpustakaan untuk melaksanakan hukumannya. Tetapi tidak, niatan itu dia urungkan karena hari ini adalah mata pelajaran bahasa, lumayan dia minati.

"Setidaknya bertahanlah," ucap dia menguatkan emosinya sendiri.

Pagi ini suara keributan tidak kunjung selesai, biasanya lebih mudah usai, tetapj seperti nya malam tadi masalah lebih besar yang mereka ributkan.

"Itu membuat mood ku hancur sejak pagi," ucap Alisya.

Dia menghela napasnya sebelum membuka pintu.

Jika bisa diucapkan dengan lisan, dia akan berkata yang ada dipikirannya. Tetapi setelah dia pikirkan lagi, apa ada yang perduli dengan kehidupannya? Padahal kehidupan mereka sendiri mungkin lebih parah daripada dirinya.

"Let's go,"

Saat pintu terbuka, beberapa anak yang berada di dekat pintu menoleh karena suaranya yang sedikit khas.

"Wah, Alisya Mahardika baru berangkat?!"

Alisya mengabaikan teriakan itu, sepertinya kali ini ada sedikit waktu untuk istirahat. Itu artinya, dia telat lebih lama daripada biasanya.

"Rekor terbaik," ucap Alisya menertawakan dirinya yang semakin hancur.

Seorang gadis menghampiri nya, Natasya, ketua kelas.

"Al, ada pembagian kelompok kali ini, Lo mau masuk kelompok yang mana?"

"Ak..."

"Lo berharap dia masuk ke kelompok yang mana?" seseorang di belakang Natasya terus saja meremehkannya.

"Aku masuk kelompok sisa aja gak kenapa-kenapa," jawab Alisya mengabaikan sinisan dari belakang Natasya.

"Serius? Kamu pilih kelompok utama aja,"

Alisya menggeleng, "It's okay Nat, ada Mahen disana,"

Seseorang yang bernama Mahen mendongakkan kepalanya, "Biar gue yang urus," jawab Mahen membantu Alisya meyakinkan Natasya.

Natasya, Alisya, dan Mahen berada di kelas yang sama sejak mereka duduk di bangku junior high school. Selisih umur Natasya sekitar satu tahun dengan Alisya dan Mahen. Natasya tidak tau bagaimana sifat dan sikap orang-orang yang ada di kelompok sisa, karena dia memastikan kenyamanan Alisya, Natasya akan menempatkan gadis itu di posisi pertama, selalu saat SMP dulu. Tetapi saat masuk ke bangku Senior High school, Alisya menjadi tidak ambisius dan mencoba untuk tidak menonjol.

Mahen memang sedari dulu tidak ambisius dan belajar hanya sesuai kemampuan dan keinginannya, dia selalu berada di bawah Alisya dan Natasya. Terkadang Mahen tidak bergabung dengan keduanya yang sangat ambisius, tetapi sekarang, Natasya yang jarang bergabung dengan Mahen dan Alisya yang tidak ambisius menuju ke tidak perduli.

"Oke, gue masukin Lo ke kelompok akhir," ucapnya dengan nada pasrah.

Alisya tersenyum, "thanks," ucapnya.

Seorang gadis di belakang Natasya masih saja menatap Alisya, jujur sempat terpaku dengan senyum gadis itu yang terlihat manis karena sedari masuk SMK, Alisya tidak pernah menunjukan wajah ramahnya.

Alisya menyadari itu kemudian dia tertawa remeh, "Bahkan dia tidak bisa melakukan apapun sendiri," gadis itu, yang Alisya maksud.

avataravatar