webnovel

Bab 20

Sin Liong menangkap ikan di laut dengan alat pancing yang ada di kantong perbekalan. Seperti biasa, pemuda ini memang menyiapkan segala sesuatunya dengan sempurna. Makan malam dengan lauk ikan segar akan sangat menyenangkan. Sin Liong tidak peduli aroma ikan bakar akan mengundang kedatangan binatang buas. Benar kata Citra. Mereka sedang bersama seekor harimau pada diri Raja.

Citra menunggu Sin Liong selesai menyiangi ikan dan hendak menyiapkan bumbu ketika Raja tiba-tiba mendatangi dan berbisik.

"Kau istirahat saja Citra. Besok perjalanan akan sangat berat. Biarkan Sin Liong yang mengerjakan semua. Dia sudah paham apa yang harus disiapkan untuk ikan bakar yang lezat." Citra menurut dengan patuh. Dia memang kelelahan.

Sin Liong menahan ketawanya. Raja berusaha menghalangi Citra agar tidak ikut campur membakar ikan dengan alasan yang cukup kuat. Lelah dan asin! Hahaha. Sin Liong tertawa terbahak-bahak dalam hatinya. Dia setuju dengan Raja.

Ikan bakar yang harum siap dihidangkan. Sin Liong menata hidangan makan malam di atas sehelai daun pisang lebar. Citra hilang rasa kantuknya. Aroma ikan itu sangat menggiurkan. Tiba-tiba dia sangat kelaparan.

Raja malah lebih tidak sabaran. Main comot aja seekor ikan berukuran sedang dan menikmati dagingnya yang masih panas dengan lahap. Sin Liong memang pintar masak. Untunglah dia berhasil menyakinkan Citra tadi untuk tidak ikut memasak.

Dalam waktu sekejap saja, semua hidangan tandas tak bersisa. Raja minum air putih dengan suara keras lalu bersendawa dengan kencang. Citra berpaling dan mengerutkan keningnya. Tidak sopan, begitu arti kerling mata Citra.

Raja bukannya tidak bermaksud apa-apa. Dia sengaja menimbulkan suara keras untuk menutupi suara gemerisik halus yang sekarang sangat dekat dengan mereka. Dia tidak ingin Citra ketakutan.

Setelah meletakkan minum dengan puas, Raja mengayunkan cawan bekas minumnya ke semak-semak di belakang mereka. Terdengar suara mengaduh ketika cawan itu menghantam kepala salah seorang yang mengintai. Sin Liong langsung melompat ke depan Citra. Bersisian dengan Raja.

Karena sudah ketahuan dan tidak berhasil menyergap, 5 orang pengintai berlompatan keluar dari belukar dengan tatapan marah. Apalagi orang yang terkena lemparan cawan Raja, dia mendengus kesal sambil meraba kepalanya yang benjol sebesar telor bebek.

Sin Liong maju selangkah ke depan.

"Siapa kalian? Kenapa mengintai kami? Kalian pasti bermaksud buruk!"

Si benjol yang ternyata pimpinan orang-orang itu membentak marah.

"Kalian masuk wilayah Lebak Naraka tanpa izin! Hukum kami bagi orang-orang lancang seperti kalian adalah potong tangan atau leher. Kalian boleh pilih yang mana!" Terdengar ketawa lebar mengancam dari 5 orang itu.

Raja yang semakin hari semakin tidak sabaran, tanpa berkata apa-apa mengebutkan lengan bajunya ke arah 5 orang Lebak Naraka. Alhasil, 5 orang itu tunggang langgang berjatuhan seperti ngengat bertemu api. Tambah lagi benjol si pemimpin karena kepalanya terantuk batu saat terjatuh.

Kelima orang menggereng marah dan menerjang ke arah Raja yang menyambut mereka kedua kalinya dengan kibasan lengan baju. Untuk kedua kalinya pula 5 orang itu terjungkal ke kanan kiri seperti diterpa badai dahsyat.

Barulah kelima orang terlihat jerih. Tanpa menyentuh saja, pemuda itu sudah membuat mereka babak belur. Mereka sudah hendak balik badan melarikan diri ketika pada saat bersamaan sesosok bayangan berkelebat datang.

Serentak kelima orang itu berteriak senang," Guru!"

Seorang kakek berusia lanjut dengan tubuh tinggi kurus, bermata juling dan memegang sebuah tongkat butut memandangi murid-muridnya dan Raja bergantian. Raja nyaris tertawa bergelak melihat cara orang tua itu memandang. Citra mencubit lengannya dari belakang sambil berbisik," Ssstt! Tidak sopan!"

Raja menyimpan ketawanya. Kakek ini jelas bukan orang sembarangan meskipun bertubuh kurus dan bermata juling. Raja mengangguk dan berkata.

"Maafkan aku membuat murid-muridmu yang lancang ini babak belur, Kek. Mereka hendak memotong tangan dan leher kami karena membakar ikan di tempat ini." Meskipun bertutur secara sopan, Raja menyisipkan ejekan pada kata-katanya. Dia tahu Kakek ini pasti sangat pemarah.

Benar saja. Tanpa menyahut ucapan Raja, kakek tua itu langsung menyerang Raja secara beruntun dengan pukulan tongkat yang sangat dahsyat.

Raja terkejut. Kakek ini memang berilmu tinggi. Tapi wataknya sangat kejam. Serangannya berniat membunuh! Kembali Raja merasakan kemarahan merasuk ke ubun-ubun kepalanya. Pemuda ini tidak berusaha terus-terusan menghindar dari sabetan tongkat maut itu. Raja menangkis serangan tongkat yang kesekian kalinya dengan lengannya. Terdengar suara keras.

"Krakkk!! Bukkk!"

Tongkat itu patah dan remuk seketika. Kakek tua terkejut bukan main. Namun kemarahan lebih menguasai hatinya daripada logika, dia terus melanjutkan serangan mematikan. Kali ini dengan tangan kosong. Kelima muridnya sudah pergi menjauh karena takut terkena sambaran hawa pukulan yang mengerikan.

Kemarahan Raja juga makin memuncak. Pemuda ini mendorong tangannya beradu pukulan dengan si kakek. Akibatnya hampir seperti tadi yang dirasakan murid-muridnya. Tubuh kakek tua melayang jauh lalu jatuh ke tanah bergedubrakan. Raja yang sepertinya kehilangan pengendalian terhadap amarah, hendak maju menghabisi si kakek namun ditahan Citra dari belakang.

"Raja! Sudah! Tahan amarahmu!" Raja tersadar. Pemuda itu menahan langkah sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. Uh, kenapa aku sekarang cepat sekali marah ya?

Si kakek tua yang pemarah itu kehilangan nyalinya. Dia memberi tanda kepada murid-muridnya untuk pergi dari tempat itu. Namun Raja memperdengarkan geraman harimau dari mulutnya untuk menahan langkah mereka.

"Sebutkan dulu namamu kakek tua! Atau akan memotong tangan dan lehermu!" Raja menggertak.

Si kakek tua itu berkali-kali membungkukkan tubuh. Dia tahu pemuda itu dengan mudah bisa menghabisi mereka semua.

"Ampun..ampun pendekar. Namaku Ki Saguling. Aku pimpinan Padepokan Lebak Naraka. Aku akan menghukum murid-muridku yang telah mengganggu dengan hukuman berat."

Raja melambaikan tangan menyuruh mereka pergi. Dia tidak ambil pusing dengan soal hukum menghukum. Padepokan Lebak Naraka sepertinya berisi orang-orang pemarah yang berwatak kejam.

Setelah orang-orang itu pergi dengan tergopoh-gopoh, Raja, Sin Liong dan Citra melanjutkan istirahatnya. Orang-orang itu sudah sangat jerih dan kapok. Mereka tidak akan kembali lagi dalam waktu dekat.

Citra menggumam lirih.

"Ketua Padepokan Lebak Naraka setahuku adalah orang sakti yang berjuluk Aki Naraka. Kita harus hati-hati Raja. Orang tua yang kau kalahkan tadi mungkin hanya orang keduanya."

Raja mengangguk. Matanya memerah.

"Kalau begitu biarkan saja mereka datang lagi. Aku akan menghukum ketuanya yang tidak bisa mengajarkan sopan santun kepada anak-anak muridnya!"

Citra memandang Raja penuh selidik.

"Kenapa kau jadi pemarah sekali sekarang, Raja?"

--