1 Chef Restoran

Audrey Andrews, wanita cantik keturunan Indonesia-Amerika, lembut dan baik hati, berusia 32 tahun, bekerja sebagai chef di sebuah restoran Chinese Food.

Ia bekerja dengan sangat antusias dan tidak merasa lelah sama sekali, meskipun ia sedang mengandung anak pertamanya.

Tangan-tangan terampil audrey membuat semua hidangan begitu lezat, harum, dan juga menarik. Berkat keahliannya, pemilik restoran berencana memindahkan Audrey ke restoran Jepang di luar Kota Surabaya.

Saat waktu sudah menunjukkan pukul 21.10 dan belum ada orang lain yang datang ke restoran, Vonny menyuruh salah satu pelayan untuk memanggil Audrey dari dapur karena ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Audrey.

Vonny melangkah keluar dari ruang kerjanya, menghampiri Liana yang sedang membersihkan meja di tengah ruang makan.

"Liana, tolong telepon Audrey di dapur. Aku ingin bicara dengannya. Suruh dia menemuiku di kantorku," kata Vonny.

"Iya, Bu," ucap Liana, lalu pelayan itu segera meninggalkan ruang makan, masuk ke dapur, dan memanggil Audrey. Sementara itu, Vonny menunggu chef kebanggaannya di kamarnya.

Saat itu, wajah dan bibir Audrey terlihat pucat setelah seharian bekerja dan hanya beristirahat sejenak di waktu senggangnya. Seperti biasa, setiap Sabtu Malam banyak pengunjung yang datang ke restoran bersama keluarga dan temannya sekedar untuk makan malam sambil ngobrol satu sama lain.

"Kak Audrey," panggil Liana.

"Iya? Ada apa, Liana?" tanya Audrey tanpa melihat ke arah pelayan, dia sibuk mencuci sayuran yang akan dia siapkan besok pagi.

"Bu Vonny meminta Anda menemuinya di kantornya," jawab Liana.

"Ah, baiklah.nanti kalau aku sudah selesai mencuci sayuran ini, aku akan menemuinya di kamarnya," jawab Audrey.

"Baiklah, Kak," Liana tersenyum lebar ke arah Audrey, lalu dia keluar dari dapur dan kembali ke ruang makan.

Liana tidak menyadari kalau kondisi Audrey sedang tidak baik-baik saja. beberapa saat kemudian, setelah selesai mencuci sayuran, Audrey meletakkan wadah sayur berbentuk bulat itu di atas meja dapur, melepas celemeknya, menggantungkan celemek itu di dinding, lalu segera menghampiri Vonny.

Audrey melangkah masuk sambil sesekali mengusap perut buncitnya yang terasa nyeri. Sesampainya di depan ruangan bosnya, dia mengetuk pintu perlahan menunggu Vonny menyuruhnya masuk ke dalam kantor.

Tok, tok, tok...

"Masuk, Audrey," ajak Vonny lantang.

Audrey membuka pintu lebar-lebar, melangkah masuk, berbalik, menutup pintu dan menghampiri Vonny yang sedang duduk santai di balik meja panjang.

"Silakan duduk, Audrey," ajak Vonny sambil tersenyum ramah.

"Baik, Bu," jawab Audrey malu-malu dan canggung, ia menarik kursi berwarna hitam ke dekatnya dan duduk di atasnya.

"Apa kamu baik baik saja?" tanya Vonny cemas setelah melihat wajah pucat sang koki.

"Saya baik-baik saja, Bu," Audrey tersenyum tipis.

"Apa kamu yakin? Kalau kurang enak badan sebaiknya istirahat saja di rumah," saran Vonny.

"Tapi sekarang bukan waktunya aku pulang, jam kerjaku sampai jam 22.00. Lagi pula kalau aku pulang sekarang, aku takut teman-temanku iri karena kamu selalu memperlakukan aku lebih istimewa dari mereka," kata Audrey.

"Kamu tidak perlu peduli dengan apa yang mereka pikirkan tentang kamu. Kamu cukup fokus pada kesehatanmu dan juga bayi yang kamu kandung," tambah Vonny lembut dan tulus.

"Aku akan mengantarmu pulang, oke?" Dia melanjutkan.

"Terima kasih banyak. Aku tidak mau merepotkanmu, aku bisa pulang sendiri," tolak Audrey.

"Kenapa kamu pulang sendirian? Sekarang sudah larut dan kamu sedang hamil besar. Dimana suamimu? Kenapa dia tidak menjemputmu?" Vonny terus bertanya pada chef berambut keriting itu.

"Suamiku sedang keluar kota. Dia ditugaskan oleh perusahaan untuk mengelola kantor cabang di Bali untuk sementara waktu," ucapnya pelan.

"Kasihan kamu, Drey," Vonny menatap Audrey dengan kasihan, "Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang, kau tidak bisa pulang sendirian."

"Baiklah," Audrey terpaksa menerima tawaran bosnya.

"Besok pagi sebelum berangkat kerja sebaiknya periksakan kandunganmu dulu ke rumah sakit ya?" Vonny sangat menyayangi Audrey layaknya adik Vonny, "Dan jangan lupa minum vitamin, biar badan dan rahimmu kuat."

"Iya, Bu. Terima kasih atas nasehatnya," jawab Audrey lirih sambil menahan rasa sakit di perutnya.

"Baiklah, kamu tunggu disini dulu.Biarkan Liana yang mengerjakan pekerjaanmu di dapur dan bawa tasmu kemari," kata Vonny.

Audrey mengangguk pelan dan bersandar di kursi. Sementara Vonny keluar menemui Liana dan Davin di ruang makan.

Saat Vonny hendak menyuruh Indra dan Liana menyelesaikan pekerjaan Audrey di dapur, tiba-tiba terdengar suara rintihan Audrey dari kamar Vonny.

"Aarrghh!! Perutku...sakit sekali!"

Tiba-tiba Vonny, Davin, dan Liana menoleh ke arah kantor, sementara karyawan lainnya terdiam beberapa saat setelah mendengar rintihan pedih Audrey. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi pada temannya, apakah Audrey akan segera melahirkan?

"Kak Audrey! Cepat bantu dia!" seru Liana panik.

Mereka bertiga segera berlari ke sana dan menghambur ke dalam, mendekati Audrey yang nyaris tidak mampu menahan rasa sakit.

Kepala Audrey terkulai ke kiri, wajah dan bibirnya semakin pucat, tangan kanannya meremas erat perut buncitnya. Perlahan, segumpal darah bercampur air ketuban yang pecah mengalir keluar hingga membasahi pakaian Audrey.

"T--tolong aku...selamatkan bayiku," pintanya begitu pelan dan pelan.

"Kamu harus mempertahankan bayimu, Drey!" seru Vonny.

🌸🌸🌸

avataravatar
Next chapter