webnovel

Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang Penyihir]

Pada awalnya, aku hanyalah murid biasa yang mengikuti pelantikan anggota baru Klub Taekwondo. Namun entah apa yang terjadi. Tiba-tiba saja ada benda misterius yang menyeretku dan teman-temanku ke sebuah hutan antah berantah. Aku pun menyadari, ini adalah dunia yang sama sekali berbeda dengan yang kuingat. Begitu banyak keanehan di tempat ini. Mulai dari kuda bertanduk, kelinci putih pemakan daging, serta jamur-jamur raksasa setinggi tiga meter. Walau sama sekali tak percaya, aku menyadari bahwa diriku sendiri termasuk ke dalam keanehan itu. Namaku Anggi Nandatria. Yang kini adalah Haier-Elvian, ras campuran manusia-peri yang sangat langka di dunia ini. Ilustrator: Jerifin

WillyAndha · Fantasy
Not enough ratings
53 Chs

Chapter 23 "Sang Pangeran Mahkota"

"Memang seperti itu ceritanya! Aku tidak bohong atau mengarang!" tegasku dengan lantang di hadapan semua orang.

Saat ini aku berada di ruang berukuran 3x5 meter yang keempat sisi dindingnya terbuat dari kayu yang sudah lapuk. Setelah sampai di Glafelden, tentu saja aku langsung menuju markas Kelam Malam. Mengagetkan semua orang dengan mendobrak pintu dengan keras adalah hal yang pertama kali kulakukan.

Igresti terbangun dari tidur dan melompat dari sofa karena saking kagetnya. Jaester yang tengah membuat sarapan menghentikan aktivitasnya. Sementara dua anggota perempuan, Nina dan Diana menyambutku dengan hangat. Aku tidak tahu apa yang dilakukan oleh Grussel, jadi kugedor saja pintu kamarnya berulang kali. Pria tua bajingan itu begitu terheran melihatku, hingga beberapa detik selanjutnya tangannya langsung menggamparku yang sudah membangunkannya.

Selang beberapa menit, Grussel langsung menarikku dan semua anggota pemburu ke dalam ruang pertemuan. Ekspresi mereka bermacam-macam, aku menangkap ekspresi kebahagiaan yang tersirat ketika bertemu denganku kembali.

Aku menceritakan semua yang terjadi, mulai saat terbawa oleh kargo pedagang secara tidak sengaja sampai bertemu dengan Pangeran Ketiga Kerajaan Elvian Barat, Keylan. Ah, tapi tentu saja menyensor bagian saat aku disekap di bawah tanah oleh kelompok misterius. Takut akan membuat mereka semakin khawatir, terutama Dimas yang mungkin akan cemas berlebihan.

Satu-satunya yang palsu dari ceritaku adalah aku mempelajari teknik-teknik Esze di sana. Aku berbohong seperti itu pada mereka guna memaklumi waktu kepulanganku yang lama.

Mulanya mereka menduga aku hanya mengada-ada. Dimas yang melihat Pangeran Keylan sendiri menjadi saksi atas pernyataanku, walau ia tidak bisa membenarkan seluruh ceritaku. Tidak lupa juga menunjukkan sebatang viglet yang diberikan Pangeran Keylan guna memperkuat bualanku.

"Kalau begitu aku mempercayaimu, Anggi!" ujar Grussel sambil berdehem sekali. "Ceritamu bisa dibilang sangat menarik. Akhirnya setelah puluhan tahun hidup, aku tahu bagaimana kehidupan Elvian di hutan sana. Yah, itu wajar saja, sih. Mereka tak pernah terbuka dengan kita."

"Sepertinya itu tempat yang sangat menarik."

"Rumah di atas pohon raksasa, ya? Hmm ... andai aku bisa ke sana!"

Baik Nina maupun Diana, nampaknya begitu terkesan dengan kota Ruvia yang kuceritakan. Harus kuakui, tempat itu memang begitu indah sampai bayangannya selalu melekat di dalam kepala. Bahkan untuk penduduk dunia yang terbiasa dengan sihir dan monster, pemandangan itu tetap menjadi hal yang luar biasa.

"Tapi ... apakah pangeran Elvian itu dapat dipercaya? Pria itu sudah tahu identitasmu yang sebenarnya, bukan?" Grussel melirikku dengan tatapan tajamnya.

"Apa maksud dari perkataanmu, Bos?"

"Aku sudah pernah memberitahumu, kan? Haier-Elvian memiliki kemampuan mengendalikan Esze lebih kuat dari siapa pun. Memang saat ini kau tidak bisa apa-apa. Tapi bakatmu itu nyata. Akan ada banyak orang yang menginginkan kekuatanmu. Kau yakin pria itu bukan termasuk salah satu dari mereka? Lagi pula, apa kau tidak merasa curiga dengan sikapnya yang terlalu baik padamu?."

Tunggu dulu! Kenapa pria tua bajingan ini tiba-tiba menjadi sok peduli? Biasanya ia selalu bersikap apatis terhadap hal selain pekerjaannya. Wajah buasnya sama sekali tidak selaras dengan sorot mata yang dipenuhi kekhawatiran. Jujur, aku ingin sekali tertawa terbahak-bahak saat ini. Namun suasana di ruangan ini entah mengapa berubah menjadi sangat kental dan serius.

"A-Aku yakin. dia tidak memiliki niat untuk memanfaatkanku," jawabku terbata-bata.

Memang jika aku berburuk sangka, pangeran ketiga itu mungkin memiliki sebuah maksud terselubung dengan mendekatiku. Misalnya saja merekrutku untuk membantunya menjadi pewaris takhta kerajaan melangkahi kedua kakaknya.

Ya ampun! Kenapa aku jadi berpikir seperti ini?

Sudah jelas itu tidak mungkin. Aku memang baru mengenalnya beberapa saat saja dan tak mengetahui sifat aslinya. Namun rasanya tidak mungkin orang yang selalu memberi senyum hangat setiap hari memiliki ambisi seperti itu. Perasaanku mengatakan bahwa pria itu benar-benar tulus.

"Tapi itu terserah kau saja, sih," jawab Grussel. Kemudian pria tua itu bangkit dari kursinya dan melangkah ke pintu. Punggungnya terlihat begitu gagah dari belakang. "Senang bertemu kau kembali. Lain kali jangan membuat yang lain cemas, bodoh!"

Setelah sosoknya menghilang dari ambang pintu, pandanganku tetap mengarah ke depan. Tak bisa kupercaya Grussel akan mengatakan kata-kata semanis itu. Padahal setiap hari yang bisa kudengar darinya adalah suara teriakan dan makian. Mungkin inilah pertama kalinya telingaku menangkap kalimat penuh kekhawatiran dari mulutnya. Dari dalam hatiku, entah mengapa merasa sedikit hangat.

Kukira dia adalah orang yang tidak berperasaan. Pernyataan itu sungguh kesalahan besar. Orang yang sifatnya keras di luar mungkin memiliki sisi lembut di dalamnya. Sejak saat itu pandanganku pada Grussel berubah menjadi sedikit lebih baik.

Hari ini aku juga mendapat satu pelajaran, jangan pernah meremehkan perasaan dan perhatian yang diberikan orang lain walaupun hanya sesirat.

******

Ratusan kilometer jauhnya dari kota Glafelden, berdiri sebuah kota yang lebih besar beberapa kali lipat. Tembok batu setinggi belasan meter mengelilingi kota itu dengan kokoh, tebalnya bisa sampai delapan meter. Setiap beberapa ratus meter dibangun pos penjaga di atasnya, selusin tentara tampak berlalu-lalang berpatroli di sana. Konon, tembok ini adalah pertahanan kota yang paling tidak dapat ditembus oleh musuh. Inilah Tembok Pertama kota Lurich, ibukota dari Kerajaan Lurivia.

Di dalam Tembok Pertama, adalah kawasan perumahan rakyat jelata yang dibangun dengan rapi. Semua rumah dirancang sama satu dengan yang lainnya. Baik dalam segi ukuran, desain, warna dan fasilitasnya. Setiap rumah ditanami sebuah pohon yang membuat lingkungan tampak asri. Sekilas tempat ini sangat mirip dengan perumahan-perumahan di dunia modern. Begitu pula dengan pasar dan bangunan penting di sini, semua tertata rapi sesuai aturan. Seluruh jalanan kota terbuat dari batu bata berwarna gading. Menjadikan jalan tampak bercahaya, karena memantulkan sinar matahari di siang yang terik ini.

Suara hingar bingar kehidupan kota ini terdengar begitu bising dibandingkan dengan kota Glafelden. Jalanan kota tampak dipadati dengan lautan manusia yang berlalu-lalang. Kereta-kereta kuda hilir-mudik di atas jalan raya. Karena saking banyaknya kereta kuda, di beberapa jalanan utama kota terutama persimpangan terlihat kemacetan yang mengular. Sebuah hal yang takkan pernah bisa kau temukan di pedesaan atau kota kecil.

Lebih jauh ke dalam kota, bangunan-bangunan tinggi mulai terlihat. Pengaturan bangunan di sini juga sesuai aturan. Misalnya Distrik 1 untuk gedung administrasi dan pemerintah, Distrik 2 untuk bangunan perkantoran dan biro jasa, begitu seterusnya sampai Distrik 9 sebagai kawasan industri di titik terjauh kota. Bangunan dan pabrik di kota ini sengaja dibangun megah dan bertingkat-tingkat, di mana masih terbilang langka pada zamannya. Bagi orang luar yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di sini, pastilah akan terkagum-kagum dengan kemegahan kota Lurich.

Tepat di tengah-tengah kota, sebuah istana berdiri dengan kokoh. Istana itu memiliki tujuh buah menara setinggi seratus meter yang menjulang tinggi. Bangunan utamanya bertingkat lima, di mana atapnya yang berbentuk kubah dilapisi bebatuan berwarna biru cerah. Istana kerajaan ini adalah tempat yang paling mencolok bahkan dari kejauhan sekali pun.

Dari jendela paling atas di salah satu menara, seorang pria memandangi seluruh kota yang berada di bawahnya. Sorot matanya begitu tegas dan tampak sedikit mengintimidasi. Tubuhnya pun terbilang gagah seperti kesatria. Orang-orang langsung menunduk gemetaran ketika bertatapan dengannya. Bahkan orang seperti Grussel pun, tidak mampu berbuat apa-apa di hadapannya. Seperti inilah potret Pangeran Mahkota kerajaan, Alucard il Lurivia.

Indranya yang tajam dapat mengetahui keberadaan seorang penjaga yang berada di depan ruangan, hendak mengetuk pintu untuk meminta izin masuk.

"Masuk!"

Alucard yang sudah tahu terlebih dahulu, langsung menyilakan penjaga itu masuk sebelum si penjaga mengetuk pintu. Beberapa saat kemudian, penjaga itu masuk dengan wajah yang keheranan setengah mati. Ia melangkah mendekati pangeran dengan hati-hati. Ia tidak ingin tersambar aura intimidasi yang Alucard pancarkan.

"Y-Yang Mulia! Ada surat dari Tuan Flamenco di Kota Ruvia," ujar Penjaga itu dengan tangan yang gemetaran.

"Hoo ... apa lagi yang diinginkan si Telinga Panjang itu?"

Setelah memberi surat, penjaga itu langsung menundukkan kepala dan keluar dari ruangan. Tinggallah sang Pangeran itu sendiri. Pria itu duduk di kursi sambil menatap amplop yang berwarna ungu gelap. Warna itu adalah kode militer yang menandakan bahwa isi surat itu sangat penting. Amplop itu bukanlah dari kertas biasa, melainkan kertas khusus yang telah dimantrai dengan Esze. Jika ada orang lain yang tak seharusnya membuka surat, amplop itu akan terbakar sendiri dan menghilangkan semua informasi di dalamnya. Trik yang cukup efektif guna menghindari kebocoran informasi.

Alucard menusuk jarinya dengan jarum, kemudian meneteskan setetes darahnya di atas amplop itu. Kemudian amplop yang berwarna ungu gelap itu memudar warnanya dan menjadi putih. Setelah itu barulah Alucard bisa merobek amplopnya seperti kertas biasa.

Surat itu berasal dari seorang Elvian bernama Flamenco. Sejak beberapa tahun yang lalu, Alucard mempekerjakannya sebagai mata-mata eksklusif miliknya di wilayah Elvian. Sang Pangeran percaya bila di kemudian hari perang antara manusia dan Elvian bisa pecah kapan saja. Dengan menempatkan mata-mata di sana, ia berharap mendapat informasi tentang pergerakan militer Elvian. Dengan begitu dia sudah selangkah lebih maju dari musuhnya bila peperangan terjadi. Butuh lebih dari seratus keping emas dan ancaman pemenggalan seluruh anggota keluarga untuk membuat Flamenco mengkhianati bangsanya sendiri.

Ketika ia membaca surat itu, wajahnya berubah menjadi serius. Lelaki itu bahkan mengulang membacanya lagi.

Salam untuk Yang Mulia!

Kali ini hamba bukan untuk memberi informasi yang seperti biasa dikirimkan. Namun hamba yakin informasi yang hamba berikan akan menarik perhatian Anda.

Sekitar dua minggu yang lalu, kota Ruvia dilanda kegemparan karena lolosnya satu penyusup kecil. Penyusup itu bernama Anggi dari kota Glafelden, tapi yang membuat semua orang gempar adalah fakta bila ia adalah Haier-Elvian.

Sebagai orang yang berwawasan luas pasti Anda tahu apa itu. Ras Pertengahan itu kembali muncul setelah beberapa ratus tahun. Haier-Elvian itu bisa mewujudkan ambisi Anda menguasai seluruh Benua Biru. Tapi yang perlu Anda perhatikan, Pangeran Pertama dan Pangeran Ketiga Elvian sudah mulai bergerak untuk mendapatkannya.

Beberapa saat setelahnya, Alucard tersenyum menyeringai. Senyum penuh dengan kelicikan dan ambisi yang besar. Siapa pun yang melihat ekspresinya pasti akan menganggap lelaki itu sedang merencanakan sesuatu yang jahat.

"Haier-Elvian, ya? Hmm ... tampaknya impianku akan segera terwujud."