webnovel

Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang Penyihir]

Pada awalnya, aku hanyalah murid biasa yang mengikuti pelantikan anggota baru Klub Taekwondo. Namun entah apa yang terjadi. Tiba-tiba saja ada benda misterius yang menyeretku dan teman-temanku ke sebuah hutan antah berantah. Aku pun menyadari, ini adalah dunia yang sama sekali berbeda dengan yang kuingat. Begitu banyak keanehan di tempat ini. Mulai dari kuda bertanduk, kelinci putih pemakan daging, serta jamur-jamur raksasa setinggi tiga meter. Walau sama sekali tak percaya, aku menyadari bahwa diriku sendiri termasuk ke dalam keanehan itu. Namaku Anggi Nandatria. Yang kini adalah Haier-Elvian, ras campuran manusia-peri yang sangat langka di dunia ini. Ilustrator: Jerifin

WillyAndha · Fantasy
Not enough ratings
53 Chs

Chapter 17 "Cahaya di Bawah Tanah"

Secercah sinar lampu temaram keluar dari sela-sela gorden jendela sebuah rumah yang memanjang. Bangunan tingkat dua yang seutuhnya terbuat dari kayu ini cukup besar. Mampu menampung banyak orang. Tapi siapa pun tidak akan mau tinggal di sini. Kau lihat saja sendiri! Penampilan rumah ini lebih buruk dari kandang anjing. Pintu depan tampak usang dan sulit ditutup sempurna jika tidak diganjal, dinding-dinding tampak retak nyaris di seluruh bangunan, begitu pula dengan atapnya yang bolong-bolong. Lantai kayunya pun beberapa ada yang sudah rapuh dan reot, bisa membuat kakimu terperosok ke dalam tiba-tiba. Juga tidak ada yang tahu apakah toilet di tempat ini masih berfungsi atau tidak. Percaya atau tidak, bangunan tua inilah markas kelompok pemburu 'Kelam Malam' yang terkenal di kota ini.

Terletak di pinggiran kota yang kumuh dan kurang diperhatikan pemerintah. Ini adalah tempat yang cocok untuk persembunyian pemburu licik seperti mereka. Maka tidak heran bila tingkat kriminalitas di sini sangat tinggi. Kau bisa kehilangan dompetmu jika memalingkan mata walau sejenak. Meskipun kau berteriak, tidak akan ada yang menolong dan peduli. Nyaris semua penduduk di sini adalah kriminal atau orang biasa yang buta dengan kriminalitas.

Hanya hukum rimba yang berlaku, di mana yang kuat dapat menindas yang lemah. Sudah jadi pemandangan lumrah bila ada pencurian atau perampokan di tempat ini. Namun tidak ada satu pun dari kriminal itu berani menganggu markas 'Kelam Malam' yang sudah nyaris roboh itu. Hal itu karena keberadaan Grussel.

Selihai apa pun pencuri atau perampok di kawasan ini, tidak ada yang memiliki nyali untuk mengusik mantan panglima perang kerajaan itu. Ia adalah orang yang sangat kuat dalam bela diri dan lihai menggunakan berbagai macam senjata. Begitu pula dengan semua anak buahnya yang mewarisi teknik bela dirinya. Siapa pun yang masih memiliki akal sehat takkan mau mendekati sarang macan itu.

Namun dari segelintir orang, ada satu orang tak waras yang berani menggertak Grussel. Bahkan sampai berteriak kencang dan menggebrak meja tepat di depan hidungnya.

"Kita harus menyelamatkan Anggi, Bos! Ini sudah dua hari dia tidak kembali. Dua hari, Bos! Aku sudah bosan menunggu!!" teriak Dimas sambil meluapkan emosinya.

Seluruh anggota pemburu sangat kaget dengan apa yang dilakukannya. Dalam sekejap, keheningan menyelimuti ruangan. Ini adalah tempat para pemburu itu mengadakan pengarahan sebelum pergi berburu. Tapi berbeda dengan saat ini, mereka tak sedang membicarakan tentang rencana berburu. Mereka berembuk guna membahas tentang nasib salah satu rekan pemburu.

"Kau harus berpikir dengan pikiran matang, Bodoh! Sejak awal, tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyelamatkannya," sahut Grussel dengan tegas. Pandangannya begitu tajam, sanggup menciutkan nyali orang lain.

Namun tidak dengan Dimas. Pemuda itu malah menatap pemimpinnya lebih galak lagi. "Apa begitu sikap pemimpin terhadap bawahannya? Apa kau menganggap kami sebagai PION yang bisa dibuang sesukamu!?"

Terpancing emosi, Grussel bangkit dan langsung meninju kuat-kuat wajah Dimas. Pria malang itu langsung terpelanting ke belakang dan menabrak Igresti yang sedang duduk di kursi kayu. Suara tumbukan kencang menggema di udara saat Grussel menendang meja ke samping hingga menabrak dinding. Langkah kakinya terdengar mengetuk-ngetuk jantung semua orang yang berada di sini.

Kemudian mencengkram kerah Dimas dan mengangkat badannya ke atas. "Beraninya kau berbicara padaku seperti itu, Dimas! Aku menganggap kalian semua KELUARGAKU!! Aku bersikap tegas untuk mengajari kalian cara bertahan hidup di dunia yang keras ini. Tentu saja aku merasa kehilangan. Tapi kau harus bertindak dengan logis.

"Dengar ini, anak bodoh! Kemungkinan Anggi saat ini sudah terbawa ke Kota Ruvia di wilayah Elvian. Sulit bagi kita untuk menyelamatkannya. Memang dulu aku pernah menjadi yang terkuat di kerajaan. Dulu aku bisa saja menerobos ke jantung musuh dan memporak-porandakan pertahanan musuh. Tapi aku tidak selamanya menjadi yang terkuat.

"Ingat itu Dimas! Tidak selamanya! Kalau saja bisa aku tidak akan menghabiskan sisa waktu hidupku di tempat terpencil dengan memburu hewan bersama anak-anak ayam seperti kalian. Apa yang kau harapkan dari pria tua yang sudah lamban dan melemah sepertiku, hah? Aku juga takkan membiarkan kau atau siapa pun orang di sini pergi membahayakan diri ke sana. Sudah cukup aku kehilangan satu orang, jangan coba-coba menambah pikiranku lagi. Kau mengerti, bocah sialan!?"

Pemuda yang tergantung di udara itu termenung sejenak. Seakan tersadar akan sesuatu. Rasa sakit pada wajahnya sepertinya membuat pikirannya terbuka, Atau mungkin ... kata-kata pemimpinnyalah yang menohok hati dan membangunkannya. Hal itu membuat bukan hanya Dimas seorang saja yang yang tertegun. Igresti, Jaester, serta dua orang anggota perempuan lainnya Nina dan Diana tampak tersentuh dengan ucapan Grussel.

Sebagai pemimpin kelompok pemburu liar, Grussel adalah sosok seorang yang tegas dan keras. Dia tidak pernah menunjukan ekspresi selain marah dan gusar, kesehariannya pun lebih sering dengan memasang wajah datar. Perhatian yang dia berikan hanya berupa kalimat pendek seperti 'Oh, begitu!' atau 'Benarkah?' terkadang lagi hanya memberi satu-dua lirikan, setelah itu tidak tertarik lagi. Siapa sangka, disudutkan oleh Dimas justru mengungkapkan perasaan sejati seorang pemimpin tegas sepertinya.

Keempat anggota berburu lainnya adalah anak sebatang kara atau orang yang kabur dari rumah dan tidak memiliki siapa pun lagi. Sudah tentu ucapan Grussel yang menganggap mereka keluarga membuat perasaan keempat orang itu terenyuh. Jauh di dalam hati, kesetiaan dan kekaguman mereka pada Grussel semakin bertambah.

"Tapi ... aku benar-benar khawatir dengan Anggi. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya," ujar Dimas pelan. "Dia sahabatku sejak kecil. Aku terus tumbuh bersama dengannya. Aku sungguh tidak ingin jika tidak bisa melihatnya lagi."

Melihat kesedihan di wajah Dimas, Grussel menurunkan Dimas dan membiarkannya berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Kemudian menatapnya dalam.

"Dimas, kau berpikir berlebihan! Meskipun kaum Telinga Panjang itu amat membenci manusia dan semua keturunannya. Mereka tidak akan sampai hati membunuh ras yang sangat langka seperti Haier-Elvian dengan alasan konyol. Jika memang benar ia berada di Kota Ruvia, para Elvian mungkin hanya memenjarakannya saja."

"Kalau begitu kita—."

"Percayalah padanya! Kau pernah bilang Anggi adalah orang yang paling pantang menyerah mencari cara untuk kembali ke dunia asal kalian. Maka kali ini juga, ia pasti akan menemukan cara untuk kembali kemari," kata Grussel dengan suara berat. Membuat semua bantahan yang ingin dikeluarkan Dimas membeku di lidahnya. "Saat ini tenangkan pikiranmu dan istirahatlah! Aku akan kembali ke kamarku."

Suara langkah kaki yang mengetuk-ngetuk udara, tidak serta merta menggentarkan hati semua orang. Setelah melihat sisi lain dari bos mereka yang lemah lembut, tidak ada lagi alasan bagi mereka takut akan aura yang dikeluarkan olehnya.

Sementara itu Dimas tertunduk lesu. Pemuda itu terduduk di kursi kayu dengan lunglai. Dengan terpaksa dia harus menaruh kepercayaan besar pada Anggi. Di sisi lain, dia membenci dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan apa pun untuk sahabat terbaiknya. Hanya diam dan terus menunggu kabar yang tak pasti, adalah suatu hal yang tidak sanggup dijalani sementara rekannya dalam bahaya.

=============================

*KLANG!

Suara gembok besi yang terbuka memaksaku terbangun dari mimpi. Bayangan samar tersirat dalam pandanganku. Seseorang tengah membuka pintu ruangan tempatku dikurung.

Setelah tertangkap oleh prajurit Elvian, aku dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah. Tak ada jendela atau jam di sini. Jadi aku tak tahu pergantian siang dan malam di luar, maupun waktu yang sudah terlewat. Mereka mengurungku di tempat ini dalam keadaan tangan dan kaki terbelenggu rantai besi. Para Elvian enggan membiarkanku kabur dari sini apa pun yang terjadi.

Perutku sangat lapar, badanku jadi kurus. Aku belum makan apa pun sejak sebelum dipenjara. Mereka memberiku makan, tapi bukan makanan. Elvian itu menyamakanku dengan babi yang memakan sisa makanan dan buah-buahan busuk.

Setiap selang beberapa jam pemimpin pasukan khusus datang menginterogasi. Pria tinggi itu terus menanyai motifku menyusup ke wilayah Elvian. Meski sudah kukatakan bahwa aku tidak sengaja terbawa kargo dagang, ia justru menuduhku membual. Bahkan ia memfitnah bahwa aku adalah mata-mata Kerajaan Lurivia yang ingin mencari tahu kelemaan Kerajaan Elvian Barat. Seakan-akan ia akan terus menganggapku berbohong jika tidak menjawab sesuai keinginannya.

Ketika aku mengulang jawaban atau diam sama sekali, ia takkan segan untuk memukul atau menendangku. Berkali-kali wajahku terkena pukulan, perutku yang kosong terluka luar-dalam akibat tendangannya, kuku-kuku jariku dicabut, pria itu juga kerap membawa cambuk dan memecuti tubuhku. Luka memar, goresan, sayatan dan tusukan memenuhi sekujur tubuh. Belum lagi dengan mempermalukan harga diriku. Dia dengan sengaja tidak mengizinkanku ke toilet hingga membuatku terpaksa harus buang air kecil di ruangan ini, di celanaku, tepat di depan matanya. Setelah itu ia akan tertawa dan menghinaku dengan kata-kata yang menjijikan.

Mengingat hal itu membuatku ingin menangis. Jika saja air mataku tak mengering, aku pasti sudah melakukannya. Selama beberapa waktu belakangan aku lebih sering menguras air mata. Rasa sakit dan penghinaan ini melebihi perundungan yang pernah kualami.

Sekujur tubuhku sakit, sendi-sendiku seakan hendak lepas. Badanku lemas. Berulang kali aku kehilangan kesadaran, tidak jarang juga muntah darah. Aku lebih senang tenggelam dalam dunia mimpi dari pada waktu nyata. Karena di sanalah aku bisa hidup damai bersama orang-orang yang terdekat. Takdir memang kejam. Sekali kau menyentuh benang yang salah, semua hal buruk dapat terjadi padamu. Jika diizinkan, aku ingin mengembalikan waktu dan memilih benang yang berbeda.

Namun sepertinya itu tidak akan terjadi selama aku masih terkekang di sini. Berada di penjara ini justru membuatmu kerap dekat dengan kematian. Kepalaku tertunduk lemas, hanya mampu memandangi lantai. Pasrah dengan siksaan yang akan datang padaku.

*KREK!

"Ada! Tuan Muda, gadis itu benar ada di sini!" pekik seseorang di ambang pintu.

Sedetik kemudian suara kisruh derap langkah kaki beberapa orang masuk ke dalam ruangan. Telingaku mendengar rangkaian suara keterkejutan dari mulut mereka. Hingga suara seseorang yang mendekat kemari. Lantas dia berjongkok. Tangannya memegangi pipiku dan mengangkatnya sehingga aku bisa melihat wajahnya yang familiar.

Ia adalah Elvian Berkuncir yang kutemui sebelumnya. Seorang pria cantik dengan bulu mata panjang yang lentik seperti perempuan. Ia mengigit bibir bawahnya. Tatapannya begitu sayu. Seakan sedang menyaksikan kenangan tersedih dalam hidupnya.

"... sampai harus seperti ini," ujarnya lirih. "Kau masih bisa bertahan?"

Aku tak menjawab.

Lelaki itu bangkit dan mencabut pedang dari sarungnya. Sedetik kemudian, ditebasnya rantai yang membelenggu tangan dan kakiku. Tubuhku hampir terkulai ke lantai jika saja dia tidak menangkapku. Untuk sesaat, aku merasakan ketenangan. Di dalam neraka ini akhirnya aku bisa merasakan hangatnya sebuah pelukan. Laksana obat penyembuh kehadiran Elvian itu menyingkirkan rasa takut yang ada dalam hati.

Tanganku mencengkram bajunya dengan erat, kusandarkan wajahku pada dadanya dan mulai meneteskan air mata. Meskipun aku tidak mengenal orang ini, tatapan dan perhatiannya begitu hangat. Membuat pikiranku secara otomatis menjadikannya tempat bersandar di tengah semua kegilaan ini.

"Kau mau bawa kemana gadis itu, Tuan Muda Keylan?"

Sebuah suara yang familiar terdengar dari pintu keluar. Memicu kembali ketakutan yang begitu besar dan menjalar ke seluruh tubuh. Aku semakin membenamkan wajah pada dadanya. Takut suara orang itu akan masuk ke telingaku lagi.

"Harusnya aku yang bertanya. Kau apakan dia sampai seperti ini, Kapten Iurga?" balas Elvian Berkuncir yang mendekapku. "Aku jelas ingat memberi perintah menangkap gadis ini hidup-hidup. Apa aku kurang jelas menyampaikan atau telingamu perlu kulubangi lagi untuk memahaminya?"

"Aku dan pasukanku memang menangkapnya hidup-hidup, kok."

"Ya, tapi kau bertindak sendiri dengan menyembunyikannya dan membuatnya setengah hidup. Jelas sekali ini adalah pembangkangan." Suara Elvian Berkuncir itu meninggi. Ketika aku melirik, pandangan tajamnya diarahkan ke lawan bicaranya.

"Kukira kau perlu diingatkan sekali lagi, Tuan Muda. Pasukanku bekerja untu kakakmu, kami hanya setia padanya. Jadi aku tak memiliki kewajiban untuk mematuhi perintahmu."

"KAU ITU BAGIAN DARI MILITER, DAN AKU PANGLIMA TERTINGGINYA!! JADI JALANKAN PERINTAHKU DENGAN BAIK!!"

"Ya, ya, terserah kau sajalah. Haier-Elvian itu bisa jadi ancaman untuk kita, Tuan Muda. Kakakmu pasti tidak akan senang dengan ini."

"Jadi ini semua ulahnya. Si bedebah itu ...!"

"..."

Setelah itu aku tidak tahu apa lagi yang mereka bicarakan. Pandanganku menjadi gelap. Seluruh inderaku menumpul. Kesadaranku mulai pudar perlahan-lahan. Namun aku merasa begitu tenang dan damai kali ini. Mungkin karena kehadiran Elvian Berkuncir itu yang menjadi cahaya hangat dalam keputusasaan.